KUNINGAN (MASS) – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kuningan yang baru-baru ini ditetapkan menjadi sorotan dan hal ini mendapat perhatian dari aktivis mahasiswa asal Kuningan, Haerul Tamami yang juga merupakan kader HMI Cabang Cirebon dan mahasiswa UIN Syekh Nurjati Cirebon yang mengungkapkan keprihatinannya terhadap kenaikan UMK yang tidak sebanding dengan kebutuhan hidup masyarakat (cost of living).
Ia menyebutkan meskipun UMK di Kuningan mengalami kenaikan sekitar Rp 150.000, dari sebelumnya Rp 2.209.519 rupiah menjadi Rp 2.369.380 rupiah, namun hal ini tidak cukup untuk menghadapi kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh inflasi.
“Kenaikan UMK ini tidak sebanding dengan angka kebutuhan dan harga yang semakin meningkat,” ujarnya kala diwawancara Kamis (25/12/2025).
Haerul kemudian menyoroti inflasi dan biaya hidup (cost of living) di Kuningan lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan UMK yang ditetapkan. Ia menunjukkan harga-harga bahan pokok, barang di toko-toko, serta di warung-warung dan tempat wisata di Kuningan cenderung lebih mahal bahkan ketika dibandingkan dengan di Cirebon.
Kurangnya proporsionalitas antara UMK dan biaya hidup sehari-hari menjadi masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat. Ia mengingatkan semakin tingginya biaya hidup justru semakin memperburuk kondisi ekonomi keluarga yang bergantung pada gaji minimum.
Sejumlah warga Kuningan juga merasakan dampak langsung dari keadaan ini. Banyak yang merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena pendapatan yang tidak mencukupi, meskipun UMK sudah naik.
“Kami berharap pemerintah dapat memperhatikan kondisi ini dan mengambil langkah yang lebih serius,” tandasnya.
Ia menekankan perlunya dialog antara pemerintah dan masyarakat terkait masalah ini. Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi agar UMK dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Kami butuh kebijakan yang tidak hanya sekadar angka, tetapi juga memperhatikan situasi nyata di lapangan,” jelasnya.
Kenaikan UMK semestinya tidak hanya menjadi sebuah kebijakan formal, tetapi juga harus memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Kuningan membutuhkan strategi yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok agar lebih terjangkau.
“Harus ada langkah-langkah nyata agar dilema antara UMK yang rendah dan biaya hidup yang tinggi dapat diatasi,” pungkasnya. (raqib)












