KUNINGAN (MASS) – Klaim Bupati Dr H Dian Rachmat Yanuar M Si tentang menurunnya angka kemiskinan di Kabupaten Kuningan secara signifikan yang terpotret dari data BPS, memantik diskusi di kalangan masyarakat.
Ada yang bersyukur karena angka kemiskinan turun, ada yang juga ragu karena merasa di lapangan penurunannya tidak begitu terasa, bahkan ada yang meragukan dan menuding hal itu hanya klaim semata.
Untuk mengulas hal tersebut, kuninganmass.com meminta penjelasan lengkap BPS Kuningan tentang “standar kemiskinan” yang tercantum dalam data BPS. BPS Kuningan melalui Fungsional Statistisi Ahli Pertama Raditya Novidianto, SST M Stat, menjelaskan angka kemiskinan Kuningan, Jumat (6/12/2025) sore.
Mulanya, ia mengatakan bahwa data BPS, diambil berdasar survey yang dilakukan dengan metodologi statistik, dan hasilnya agregasi, bukan daftar BNBA alias by name by adress (nama dan alamat).
Sebelumnya, Radit juga mengamini, dalam statistik, ada tiga jenis. Mulai dari statistik dasar, statistik sektoral dan statistik khusus.
“(Sesuai UU no 16 tahun 1997) Nah kalau BPS ini kan dia bertugas diamanatkan oleh Undang-Undang itu untuk menghitung atau menyelenggarakan statistik namanya statistik dasar,” ujarnya mengawali paparan.
Statistisi Ahli Pertama BPS Kuningan, Raditya Novidianto, SST M Stat. (Foto: eki)
Ia menerangkan, data yang mencantumkan by name by adress (nama dan alamat) biasanya diselenggarakan oleh sektoral, dinas-dinas terkait atau lembaga yang terkait. Sementara statistik khusus, digunakan penelitian, surveyor politik, media massa atau pencari data lainnya.
Khusus soal angka kemiskinan yang dirilis BPS, Radit juga menjelaskan secara gamblang bahwa pihaknya menentukan mana kategori miskin dan tidak miskin, dibatasi oleh garis kemiskinan.
Garis kemiskinan BPS sendiri dihitung menggunakan pendekatan kebutuhan pokok berupa 2.100 kalori makanan per orang perhari, serta kebutuhan non makanan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian dan transportasi.
Jika per Maret 2025 garis kemiskinan nasional Rp 609.160 per kapita per bulan. Untuk setiap daerah ternyata berbeda (dipengaruhi inflasi harga bahan pokok dll). Unuk Kabupaten Kuningan, dikatakan Radit, garis kemiskinan tahun 2025 adalah Rp 435.184 per kapita per bulan. Secara sederhana, dari apa yang dipaparkan Radit, pendapatan per kapita adalah rata-rata pendapatan warga.
Dihitungnya, jika di keluarga ada 4 orang (ayah, ibu dan 2 anak) sementara pendapatan keluarga (dihasilkan oleh yang bekerja atau pendapatan lainnya) adalah Rp 2.000.000,- (dua juta) maka pendapatan per kapita per bulan dari keluarga tersebut adalah Rp 500.000,- (lima ratus ribu).
Data kemiskinan Kuningan.
“Kalau dia dibawah itu (Rp 435.184 per kapita per bulan) pendapatan dalam rumah tangga itu, berarti dia termasuk dibawah garis kemiskinan, dianggap miskin. Makanya garis kemiskinan tiap rumah tangga itu berbeda-beda sebenarnya,” paparnya menerangkan.
Diketahui, Data BPS Kuningan sendiri menunjukkan angka kemiskinan di Kabupaten Kuningan trendnya mengalami penurunan presentase dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak tahun 2021, menurut data BPS, angka kemiskinan di Kabupaten Kuningan berkurang dari 13,1 % hingga sekarang 10,74% di tahun 2025. Meski secara presentase nampak menggembirakan, indeks keparahan kemiskinan (P2) dan indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Kabupaten Kuningan justru fluktuatif, turun naik. (eki)
