KUNINGAN (MASS) – Setiap tanggal 12 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Ayah. Sebuah momen untuk menghormati dan mengapresiasi peran penting ayah dalam keluarga dan masyarakat.
Meski tidak sepopuler Hari Ibu, peringatan ini menyadarkan kita bahwa kontribusi ayah sama pentingnya dalam membentuk karakter, masa depan, dan kebahagiaan anak-anaknya.
Namun, di era modern ini, tersembunyi sebuah fenomena yang cukup memprihatinkan yaitu semakin banyak anak tumbuh tanpa figur ayah, baik secara fisik maupun emosional sebuah fenomena yang kini dikenal dengan istilah fatherless.
Fenomena fatherless bukan hanya tentang ayah yang meninggalkan keluarganya, tetapi juga tentang ayah yang hadir secara fisik, namun tidak terlibat secara emosional.
Banyak anak yang tumbuh tanpa kasih sayang, bimbingan, dan teladan langsung dari sosok ayah karena kesibukan, perceraian, atau hubungan keluarga yang tidak harmonis.
Padahal, kehadiran ayah secara utuh bukan hanya tentang nafkah, tetapi juga perhatian, kasih sayang, dan waktu sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter dan kestabilan emosional anak.
Fenomena fatherless berdampak besar terhadap perkembangan anak, baik secara emosional maupun sosial. Anak yang tumbuh tanpa ayah cenderung mengalami kesulitan dalam membentuk jati diri, kurang mampu mengontrol emosi, dan lebih rentan terhadap perilaku menyimpang.
Dengan kata lain, ketiadaan peran ayah bukan sekadar kehilangan figur panutan, tapi kehilangan arah dalam perjalanan tumbuh dan berkembang.
Dalam Islam, ayah adalah qawwam, pemimpin dan penjaga keluarga. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34)
Ayah memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga. Ayah bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai sosok pelindung, pemberi kasih sayang, serta teladan yang menjadi panutan bagi anak-anaknya.
Seorang ayah harus bertanggung jawab atas nafkah dan arah keluarganya. Ayah yang bertanggung jawab dan peduli akan membantu anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat, percaya diri, dan memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan hidup.
Di era modern ini, waktu bersama keluarga sering kali terkalahkan oleh kesibukan pekerjaan, gadget, dan rutinitas harian. Banyak anak kini lebih sering berinteraksi dengan layar daripada dengan ayahnya sendiri.
Kondisi inilah yang membuat fenomena fatherless kian meluas, bukan hanya karena sosok ayah tidak ada, tapi karena kehadirannya yang tidak terasa. Sosok ayah yang ideal bisa kita temukan dalam kisah Luqman Al-Hakim di dalam Al-Qur’an.
Dalam Surat Luqman ayat 13–19, Allah Swt. mengabadikan bagaimana seorang ayah menasihati anaknya dengan penuh hikmah. Luqman menanamkan nilai-nilai tauhid, akhlak, dan tanggung jawab yang menjadi pondasi kehidupan anak. Dari sanalah terbangun kedekatan emosional antara ayah dan anak.
Melalui peringatan Hari Ayah, kita diajak untuk kembali merenungkan betapa besar peran seorang ayah dalam membentuk karakter, menanamkan nilai-nilai kehidupan, serta memberikan rasa aman dan arah bagi keluarganya.
Peringatan Hari Ayah juga harus menjadi panggilan untuk membangun kembali figur ayah yang hadir secara utuh, bukan hanya secara fisik tetapi juga secara emosional dan spiritual. Mari jadikan Hari Ayah sebagai kesempatan untuk menghormati, mengapresiasi, sekaligus memperkuat peran ayah dalam keluarga dan masyarakat.
Penulis : Linda Haryanti
Alumni STISHK dan Sedang Pengabdian di Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah Kuningan Jawa Barat

















