KUNINGAN (MASS) – DPR bergaji Rp3 juta per hari, berjoget di ruang sidang, sementara rakyat mati-matian bertahan hidup. Lebih ironis lagi, guru pilar peradaban bangsa justru direndahkan dengan ucapan arogan Menteri Keuangan yang menyebut gaji mereka sebagai beban anggaran. Inilah republik yang pincang: elit politik dipuja bak bangsawan, sedangkan pendidik yang mencerdaskan generasi diinjak martabatnya. Pertanyaannya, sampai kapan rakyat rela ditertawakan oleh para penguasa?
Luka Sosial yang Terabaikan
Indonesia saat ini menghadapi kemiskinan struktural dan pengangguran terbuka yang masih tinggi. Generasi muda berpendidikan tinggi sekalipun sulit memasuki pasar kerja formal. Di saat yang sama, berbagai kebijakan fiskal dan regulasi justru menambah beban rakyat. Dalam kondisi demikian, tindakan wakil rakyat yang memperlihatkan gaya hidup elitis dan kegembiraan di panggung politik hanya menegaskan keterputusan mereka dari realitas penderitaan masyarakat.
Lebih pedih lagi, rakyat baru saja dibuat tercengang oleh ucapan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang seolah-olah merendahkan martabat guru. Di mulut seorang pejabat tinggi, gaji guru dianggap bukan prioritas, seakan profesi pendidik hanyalah beban negara. Padahal, dari tangan guru lahir generasi bangsa; dari keringat guru lahir pejabat, teknokrat, hingga presiden.
Pernyataan itu bukan sekadar salah ucap ia adalah penghinaan terang-terangan terhadap akal sehat rakyat. Bagaimana mungkin negara rela menghamburkan miliaran untuk menggaji DPR yang malas dan gemar berjoget, tetapi berhemat ketika bicara tentang guru yang mengorbankan hidupnya untuk mencerdaskan anak bangsa? Inilah wajah telanjang dari ketidakadilan: rakyat jelata yang mendidik bangsa diinjak harga dirinya, sementara elit politik dimuliakan dengan gaji selangit.
DPR dan Krisis Kepercayaan Publik
Konstitusi menegaskan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Namun, publik justru menilai lembaga ini gagal menjalankan mandat konstitusionalnya. Besarnya gaji dan perilaku yang tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat telah memperburuk citra DPR sebagai lembaga elit, bukan representasi rakyat. Berbagai survei kepercayaan publik menempatkan DPR di posisi rendah dibanding lembaga negara lain, jauh di bawah TNI atau KPK. Dalam perspektif teori politik David Easton, fenomena ini mencerminkan erosion of diffuse support melemahnya dukungan jangka panjang masyarakat terhadap institusi politik. Dengan kata lain, DPR kini tengah menghadapi krisis kepercayaan publik yang serius.
Kritik Intelektual dan Suara Rakyat
Kekecewaan rakyat terhadap DPR tak lagi sebatas keluhan di media sosial, tetapi juga mendapat legitimasi dari kalangan intelektual. Rocky Gerung bahkan pernah menyerukan, “Bubarkan DPR, karena ia tidak lagi mewakili rakyat, melainkan hanya mewakili kepentingan kekuasaan.”
Pernyataan ini memang terdengar ekstrem, tetapi mencerminkan kegelisahan kolektif. Ia menjadi alarm keras bahwa DPR harus segera melakukan koreksi total, atau menghadapi delegitimasi yang makin meluas.
Jalan Pulang bagi DPR
Jika DPR ingin memulihkan legitimasi, langkah pertama adalah menegakkan moralitas politik. Para wakil rakyat harus sadar bahwa gaji, tunjangan, dan fasilitas mereka bersumber dari keringat rakyat. Transparansi, kesederhanaan sikap, serta keseriusan dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin adalah syarat mutlak. Namun jika DPR terus mempertahankan pola lama gaji besar, perilaku seremonial, kebijakan yang menekan rakyat jurang kepercayaan hanya akan semakin dalam. Demokrasi akan kehilangan fondasi, dan DPR hanya akan dikenang sebagai panggung kosong tempat para elit menari di atas penderitaan rakyat.
Penutup
DPR RI berada di persimpangan sejarah: memperbaiki diri atau kehilangan legitimasi sama sekali. Dan pernyataan Menkeu yang merendahkan guru hanya menambah bara api ketidakpercayaan publik. Konstitusi menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Maka wakil rakyat dan pejabat negara bukanlah majikan, melainkan pelayan. Dan setiap pelayan yang berkhianat pada rakyat, cepat atau lambat akan ditumbangkan oleh sejarah.***
Bisyar Abdul Aziz
Fillah Ahmad Abadi
Raka Hajimul Hilmi
Yoyo Satrio
Kader IMM Kab.Kuningan
