KUNINGAN (MASS) – Konsisten bertahun-tahun menjaga lingkungan, terutama saluran air, komunitas Incu Putu Pangauban Cisanggarung baru saja memperingati hari jadinya yang ke-8 dengan menggelar Hajat Ageung Sawindu Pangauban Cisanggarung.
Mengusung tajuk “Suci ing Pamrih Rancage Gawe” (artinya Tulus dalam Niat, Cekatan dalam Bekerja), Hajat Ageung digelar pada hari Senin (11/8/2025) pagi ini, di Lantai 2 Aula Mayang Catering, Ciporang.
Hadir dalam Hajat Ageung Sawindu, Bupati Kuningan Dr H Dian Rachmat Yanuar M Si, anggota DPRD Kuningan mulai dsdi Tika Elvian, Jajang Jana, dan Ali Akbar.
Selain itu, hadir pula jajaran SKPD seperti Kadisporapar, Kadiskatan, LH, para kuwu yang terlewati aliran Cisanggarung, serta komunitas dari sejumlah aliran sungai besar seperti Citarum, Cimanuk dan Cimandiri.
Ketua panitia kegiatan, Dasan Aminudin Latif, mengataka acara ini merupakan wujud dari perjalanan panjang komunitas masyarakat sekitar Cisanggarung dalam menghidupkan kembali nilai-nilai Patanjala, filosofi sunda yang mengajarkan pentingnya menjaga alam demi keberlangsungan generasi.
“Tema ini menjadi pengingat bahwa alam bukan sekedar wacana, melainkan kerja nyata yang butuh ketulusan dan kegigihan,” ujarnya.

Hajat Ageung Sawindu Pangauban Cisanggarung, Senin (11/8/2025). (Foto: eki nurhuda)
Lebih jauh, Tokoh Lulugu (sesepuh) Incu Putu Pangauban Cisanggarunh, Rana Suparman, juga mengutarakan hal yang sama. Patanjala, kata Rana, berhasil menyatukan komunitas dari berbagai daerah aluran sungai.
Bahkan, konsep ini sempat diadopsi dalam kebijakan daerah melalui Peraturan Daerah tentang Perlindungan Mata Air. Namun, ia menyesalkan terhambatnya Perda Inisiatif Patanjala di Kementerian Hukum dan HAM hanya karena istilah Patanjala belum masuk dalam KBBI.
“Padahal ini kosakata buhun yang sarat makna pelestarian alam,” kata Rana, menyayangkan.
Penelusuran komunitas dari hulu di Gunung Sintok/Kendeng hingga Brebes, Rana mengungkapkan hal yang memprihatinkan, dimana sekitar 70% kawasan alam di Kuningan mengalami kerusakan. Meski hijau, banyak lahan yang sebenarnya kekeringan karena kurangnya tanaman endemik.
“Karena itu, kolaborasi dan komunikasi lintas komunitas serta dukungan pemerintah mutlak diperlukan,” imbaunya terutama bagi para pemangku kebijakan.
Sementara, Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar memberikan apresiasi kepada pangauban Cisanggarung yang selama ini tetap konsisten dalam menjaga kelestarian alam.
“Apresiasi setinggi-tingginya kepada incu-putu Pangauban Cisanggarung yang konsisten melestarikan nilai-nilai budaya sunda, menjaga lingkungan, dan menghidupkan kearifan lokal. Di tengah arus perubahan zaman, di mana banyak tradisi mulai dilupakan, Pangauban Cisanggarung tetap teguh, tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang—menjadi teladan yang layak disebarluaskan,” kata Bupati.

Hajat Ageung Sawindu Pangauban Cisanggarung, Senin (11/8/2025). (Foto: eki nurhuda)
Ia kemudian menjelaskan soal frasa yang digunakan komunitas. Pangauban dalam makna sunda bukan sekadar wilayah secara fisik, tetapi juga rumah batin—tempat di mana kita hidup, tumbuh, dan saling menjaga.
“Ia adalah pagar yang melindungi bukan hanya tubuh kita, tapi juga jiwa kita. Dan di sini, Pangauban Cisanggarung telah membuktikan bahwa ngajaga lembur bukan hanya pekerjaan, melainkan ibadah sosial dan warisan leluhur” lanjut Bupati.
Dalam pepatah sunda, Bupati Dian menyampaikan akan sebuah ajaran luhur : Gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang dirusak, lemah cai kudu dijaga.
“Ajaran luhur inilah yang menjadi panggilan moral bagi kita untuk selalu ingat bahwa manusia selalu hidup berdampingan dengan alam, tidak boleh dirusak !” tegasnya.
Bupati Dian menggambarkan bahwa aliran sungai itu mencerminkan kerendahan hati. Sungai selalu mengalir dari atas hingga ke bawah, menggambarkan manusia harus tunduk dan patuh terhadap alam dan kuasa Tuhan, handap ashor.
Terakhir, Bupati Dian berharap semangat dan keteladanan dari barisan incu putu Pangauban Cisanggarung ini dapat menjalar seperti aliran sungai cisanggarung itu sendiri—mengalir ke seluruh lapisan masyarakat kuningan, bahkan keluar daerah, menjadi inspirasi bagi siapapun yang ingin membangun lingkungan dan budaya secara berkelanjutan. (eki)
