KUNINGAN (MASS) – Pakaian merupakan busana yang tiap hari dipakai, ke mana pun pergi seseorang harus berpakaian. Pakaian memiliki fungsi untuk menutupi aurat tubuh manusia karena berpakaian merupakan kewajiban untuk digunakan, sehingga banyak orang menggunakan jenis pakaian dan memperjualbelikan pakaian.
Pakaian memiliki kaitan erat dengan pemakainya. Pakaian mencerminkan karakter dan kepribadian pemakainya. Masing-masing profesi menuntut jenis pakaian yang berbeda. Karena itu, dalam berpakaian seseorang harus bisa menyesuaikan diri dalam berpakaian dan mengikuti aturan berpakaian sesuai aturan agama.
Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan ketentuan dalam kehidupan, salah satunya ketentuan dalam berpakaian untuk menutup aurat.
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Q.s. al-A’raf [7]: 26).
Ayat di atas menegaskan kepada kaum Muslimin tentang berpakaian untuk menutup aurat. Pakaian merupakan salah satu nikmat sangat besar yang Allah berikan kepada manusia. Salah satu cara untuk mensyukuri nikmat pakaian itu adalah dengan mengenakan pakaian yang sesuai dengan ketentuan-Nya.
Islam telah memberikan ketentuan dalam berpakaian secara rinci. Pertama, menutupi seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan bagi wanita muslimah.
“Asma binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah SAW dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah pun berpaling darinya dan bersabda, “Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya, kecuali ini dan ini,” beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.” (H.r. Abu Dawud).
Kedua, tidak ketat. Memakai pakaian yang ketat akan menampakkan bentuk tubuh yang ditutupi. Seseorang yang mengenakan pakaian ketat seakan tidak berpakaian alias telanjang. Hal itu dapat memancing syahwat dan menjadi sebab timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan.
Dari Usamah bin Zaid di mana ia pernah berkata, “Rasulullah pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah menanyakanku: ‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’ Kujawab, ‘Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah.’ Beliau berkata, ‘Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya.” (H.r. Ahmad).
Ketiga, tidak tipis. Pakaian yang tipis akan dapat menampakkan warna kulit yang akan semakin memancing syahwat dan melahirkan fitnah.
Keempat, tidak menyerupai pakaian laki-laki dan begitu juga sebaliknya. “Nabi SAW melaknat kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum laki-laki.” (H.r. Bukhari).
Kelima, tidak berwarna mencolok. Warna yang mencolok bisa menarik perhatian orang lain. Rasulullah terbiasa mengenakan pakaian warna putih, kadang merah, dan terkadang hijau.
Dalam hadits Abu Dzar RA disebutkan, “Aku pernah mendatangi Nabi SAW dalam keadaan memakai pakaian putih.” (H.r. Bukhari).
“Rasulullah SAW adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), saya melihat beliau mengenakan pakaian merah, dan saya tidak pernah melihat orang yang lebih bagus dari beliau.” (H.r. Bukhari).
Dari Abu Romtsah Rifa’ah At-Taimiy, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah menemui kami dalam keadaan memakai dua pakaian (pakaian atas dan bawah) yang berwarna hijau.” (H.r. Nasai).
Keenam, hendaknya memulai memakai pakaian dari bagian kanan dan ketika melepas mendahulukan bagian kiri.
“Rasulullah SAW menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam semua urusannya.” (H.r. Bukhari dan Muslim).
“Apabila salah seorang di antara kamu memakai sandal (sepatu), maka mulailah dengan yang kanan dan apabila melepasnya mulailah dengan yang kiri.” (H.r. Bukhari dan Muslim).
Ketujuh, berdoa ketika hendak memakai maupun melepas pakaian. “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku.” (H.r. Abu Dawud).
Doa melepas pakaian, “Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain-Nya.” “Tirai penghalang antara mata jin dan aurat manusia adalah apabila seseorang hendak melepaskan pakaian, hendaklah ia membaca Bismillah.” (H.r. Thabrani).
Jika masing-masing kita komitmen menerapkan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam berpakaian, maka akan terlindungi dari hal yang tidak diinginkan. Wallahu a’lam.***
Imam Nur Suharno
Pembina Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
