Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Mengatasi Krisis Membaca di Kalangan Pelajar: Tanggung Jawab Siapa?

KUNINGAN (MASS) – Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap krisis membaca di kalangan pelajar semakin meningkat. Data dari Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kemampuan literasi membaca pelajar Indonesia masih berada di bawah rata-rata internasional (OECD, 2018). Sebagai contoh, penelitian oleh Sulistiyo et al. (2020) menemukan bahwa hanya 30% siswa sekolah dasar yang memiliki kemampuan membaca di atas standar minimum. Di jenjang SMP, angka tersebut menurun menjadi 25%, sementara di tingkat SMA, hanya sekitar 20% siswa yang dinilai memiliki kemampuan membaca kritis. Krisis ini menimbulkan pertanyaan besar: salah siapa? Untuk menjawabnya, kita perlu menelaah peran berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga kebijakan pendidikan nasional. Membaca merupakan kemampuan dasar yang menjadi kunci keberhasilan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, di era digital ini, minat membaca sering kali tergeser oleh kehadiran teknologi yang menawarkan hiburan instan. Akses yang luas terhadap informasi melalui media digital belum tentu diiringi dengan peningkatan kemampuan literasi. Sebaliknya, anak-anak dan remaja cenderung mengonsumsi konten secara pasif tanpa memahami atau menganalisis informasi yang mereka terima. Fenomena ini memperparah tantangan literasi yang sudah ada.

Menurut teori literasi sosial yang dikemukakan oleh Street (1984), kemampuan membaca tidak hanya bergantung pada kemampuan teknis mengenali kata, tetapi juga pada konteks sosial dan budaya di mana literasi itu dipraktikkan. Dalam konteks Indonesia, minimnya lingkungan yang mendukung budaya literasi—baik di rumah maupun di sekolah—menjadi salah satu penyebab utama rendahnya kemampuan membaca. Street menekankan pentingnya pendekatan berbasis praktik sosial untuk membangun kebiasaan membaca yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Di sisi lain, teori motivasi membaca dari Guthrie dan Wigfield (2000) menunjukkan bahwa minat membaca siswa sangat dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik, seperti rasa ingin tahu dan kesenangan membaca, cenderung menurun ketika siswa merasa terbebani oleh tugas akademik yang berlebihan. Sementara itu, motivasi ekstrinsik, seperti dorongan dari guru dan orang tua, sering kali tidak efektif jika tidak diimbangi dengan akses terhadap bahan bacaan yang menarik dan sesuai dengan minat siswa.

Peran Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang membentuk kebiasaan membaca seorang anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh di keluarga yang mendukung literasi cenderung memiliki kemampuan membaca yang lebih baik (Clark & Rumbold, 2006). Sayangnya, budaya membaca sering kali kalah oleh dominasi gawai dan media sosial. Banyak orang tua lebih memilih memberikan perangkat elektronik kepada anak mereka dibandingkan buku, yang pada akhirnya mengurangi intensitas membaca. Menurut Bronfenbrenner (1979) dalam teori ekologi perkembangan, keluarga sebagai lingkungan mikro memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan anak, termasuk dalam membentuk kebiasaan membaca. Jika lingkungan keluarga tidak mendukung aktivitas literasi, anak cenderung mengalami kesulitan dalam membangun kemampuan literasi yang baik. Sebaliknya, keluarga yang rutin melibatkan anak dalam kegiatan membaca bersama akan membantu membangun pola pikir positif terhadap membaca.

Bandura (1986) melalui teori pembelajaran sosial juga menekankan pentingnya modeling dalam pembentukan perilaku anak. Anak-anak yang melihat orang tua mereka aktif membaca akan lebih cenderung mengadopsi kebiasaan serupa. Sebagai contoh, keluarga yang memiliki kebiasaan “family reading time” dapat menanamkan kecintaan membaca pada anak sejak dini. Selain itu, teori keterlibatan keluarga dari Epstein (1995) menyebutkan bahwa keterlibatan aktif orang tua dalam pendidikan anak, termasuk mendampingi anak membaca, dapat meningkatkan prestasi akademik secara keseluruhan. Contoh nyata dapat dilihat dari program “Bookstart” di Inggris yang melibatkan orang tua dalam memberikan buku kepada anak-anak mereka sejak usia dini. Program ini terbukti meningkatkan kemampuan membaca dan minat literasi anak-anak di berbagai jenjang usia. Dari ketiga teori ini, dapat disimpulkan bahwa keluarga memegang peran yang sangat penting dalam membangun budaya membaca. Tanpa keterlibatan aktif orang tua, anak akan kesulitan mengembangkan kemampuan membaca yang optimal. Oleh karena itu, upaya peningkatan literasi harus dimulai dari rumah dengan dukungan penuh dari keluarga.

Peran Sekolah

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal juga memegang tanggung jawab besar. Namun, realitanya, sistem pendidikan kita sering kali lebih fokus pada hasil akademik berupa nilai dan skor ujian daripada membangun kecintaan terhadap membaca. Guru, yang seharusnya menjadi teladan literasi, sering kali terkendala oleh beban administrasi yang berat, sehingga tidak sempat menanamkan budaya membaca di kelas. Menurut Vygotsky (1978), dalam teori zona perkembangan proksimal, guru memiliki peran penting dalam memberikan scaffolding atau bantuan yang tepat untuk membantu siswa mencapai kemampuan membaca yang lebih tinggi. Ketika guru memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mereka dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan membaca yang lebih mendalam dan analitis.

Penelitian oleh Pretorius (2000) menunjukkan bahwa kemampuan literasi yang baik di tingkat sekolah dasar adalah prediktor utama keberhasilan akademik di tingkat yang lebih tinggi. Pretorius menegaskan bahwa sekolah perlu menjadi pusat pengembangan literasi dengan menyediakan akses terhadap bahan bacaan yang menarik dan program-program membaca yang terstruktur. Selain itu, teori pendidikan dari Dewey (1938) menekankan pentingnya pembelajaran berbasis pengalaman yang relevan dengan kehidupan siswa. Dengan mengintegrasikan literasi ke dalam pengalaman belajar sehari-hari, sekolah dapat membantu siswa melihat membaca sebagai aktivitas yang bermakna dan menarik.

Tidak hanya itu, koleksi perpustakaan sekolah yang kurang memadai dan minimnya program literasi yang inovatif menjadi faktor penghambat. Penelitian oleh UNICEF (2020) menyebutkan bahwa 55% sekolah di Indonesia tidak memiliki perpustakaan yang layak. Hal ini tentu berdampak langsung pada akses pelajar terhadap bahan bacaan yang berkualitas.

Dengan mengacu pada hal tersebut, jelas bahwa peran sekolah sangat krusial dalam meningkatkan kemampuan literasi siswa. Sekolah tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar formal, tetapi juga sebagai katalisator budaya membaca di kalangan pelajar. Oleh karena itu, pengembangan program literasi yang efektif dan inovatif di lingkungan sekolah menjadi kebutuhan mendesak.

Kebijakan Pendidikan Nasional

Krisis membaca ini juga tidak lepas dari kebijakan pendidikan nasional. Kurikulum yang terlalu padat sering kali membuat kegiatan membaca hanya menjadi pelengkap, bukan prioritas. Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang diluncurkan pemerintah pada 2016 memang merupakan langkah positif, tetapi implementasinya masih jauh dari optimal. Banyak sekolah melaporkan kurangnya pendampingan dan sumber daya untuk menjalankan program ini secara berkelanjutan (Kemendikbud, 2021).

Krisis membaca di Indonesia juga erat kaitannya dengan kebijakan pendidikan nasional. Kurikulum yang terlalu padat dan bergonta ganti sering kali membuat kegiatan membaca hanya menjadi pelengkap, bukan prioritas utama dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pandangan Freire (1970) yang menyebutkan bahwa pendekatan pendidikan yang terlalu berorientasi pada transfer pengetahuan tanpa memberi ruang bagi keterlibatan kritis siswa cenderung menghasilkan “banking education,” di mana siswa hanya menjadi objek penerima informasi. Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang diluncurkan pemerintah pada 2016 merupakan langkah positif untuk menumbuhkan budaya literasi di kalangan pelajar. Namun, implementasi program ini masih menghadapi berbagai tantangan. Banyak sekolah melaporkan keterbatasan pendampingan teknis dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program ini secara berkelanjutan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2021).

Selain itu, literasi sering kali dipahami secara sempit sebagai kemampuan membaca dan menulis, padahal literasi sejati mencakup kemampuan memahami, menganalisis, dan merefleksikan informasi secara kritis (UNESCO, 2006). Sayangnya, kebijakan pendidikan yang ada belum sepenuhnya mendukung pencapaian literasi kritis ini. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa guru masih kekurangan pelatihan dalam menerapkan strategi pengajaran literasi yang inovatif dan interaktif (Hanifa, 2020). Kurangnya integrasi literasi dengan mata pelajaran lain juga membuat kegiatan literasi terisolasi sebagai kegiatan tambahan, alih-alih menjadi bagian integral dari kurikulum.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu meninjau ulang kurikulum agar lebih memberikan ruang bagi pembelajaran berbasis literasi. Penambahan pelatihan guru, peningkatan akses terhadap bahan bacaan berkualitas, serta penguatan kolaborasi antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah menjadi langkah penting dalam mendukung keberlanjutan program GLS. Sebagai pendukung, teori konstruktivis Piaget (1972) menyarankan bahwa pembelajaran akan lebih efektif jika siswa aktif membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman bermakna, termasuk melalui kegiatan membaca yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Solusi yang Dapat Dilakukan

Untuk mengatasi krisis literasi yang sedang dihadapi, dibutuhkan sinergi antara semua pihak terkait, baik keluarga, sekolah, pemerintah, maupun masyarakat. Setiap pihak memiliki peran penting dalam memperkuat budaya membaca di Indonesia.

  1. Keluarga
    Keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan membaca pada anak-anak. Menurut Senechal dan LeFevre (2002), keterlibatan orang tua dalam kegiatan literasi dapat meningkatkan kemampuan membaca anak secara signifikan. Membacakan buku untuk anak sejak dini dapat menciptakan kebiasaan positif yang mendukung perkembangan kognitif mereka. Selain itu, memberikan contoh langsung dengan membaca di depan anak akan memperlihatkan pentingnya kegiatan tersebut. Hal ini mendukung teori Bandura (1977) tentang pembelajaran sosial, di mana anak belajar dengan meniru perilaku yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, orang tua harus lebih aktif dalam membangun lingkungan yang mendukung perkembangan literasi anak.
  2. Sekolah
    Peran guru dalam pengembangan literasi sangatlah vital. Guru harus dilibatkan dalam pelatihan literasi yang memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan membaca dalam berbagai mata pelajaran, bukan hanya mengandalkan pelajaran bahasa Indonesia. Sebagai contoh, penerapan pendekatan pembelajaran berbasis teks, seperti yang disarankan oleh Snow (2010), akan membuat siswa terbiasa membaca dalam konteks akademik yang lebih luas. Perpustakaan sekolah juga harus memiliki koleksi buku yang menarik dan relevan dengan minat siswa. Hal ini sejalan dengan teori literasi sosial, yang menekankan pentingnya akses terhadap berbagai jenis teks untuk mendukung kemampuan literasi yang lebih baik (Street, 2003).
  3. Pemerintah
    Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan pendidikan mendukung pengembangan literasi secara menyeluruh. Program seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS) harus dijalankan dengan lebih serius, dengan fokus pada pendampingan guru dan penyediaan sumber daya yang memadai. Menurut Guthrie dan Humenick (2004), keberhasilan program literasi tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga pada dukungan yang diterima oleh para pendidik dan peserta didik. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan harus mendukung keberlanjutan program-program ini dan mengintegrasikan literasi dalam kurikulum secara lebih sistematis.
  4. Masyarakat
    Komunitas lokal dan organisasi non-profit dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan budaya membaca. Mengadakan kegiatan membaca seperti klub buku atau festival literasi akan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk saling berbagi pengetahuan dan minat baca. Menurut Comer (2006), komunitas yang aktif dalam mendukung kegiatan literasi dapat memperkuat rasa tanggung jawab sosial dalam pengembangan pendidikan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat, diharapkan kesadaran tentang pentingnya membaca dapat tertanam lebih kuat dalam budaya sehari-hari.

Krisis membaca di kalangan pelajar merupakan tantangan besar yang tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Ini adalah masalah kolektif yang memerlukan upaya bersama dari keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Setiap pihak memiliki peran yang tidak dapat dipisahkan dalam mendukung perkembangan literasi anak-anak. Keluarga, sebagai lingkungan pertama dan utama, harus menjadi contoh dalam membangun kebiasaan membaca, sementara sekolah dan guru perlu dilibatkan dalam pelatihan literasi untuk mengintegrasikan membaca dalam pembelajaran yang lebih luas. Pemerintah, dengan kebijakan dan program yang mendukung, perlu memastikan bahwa upaya ini tidak hanya bersifat formalitas, tetapi memberikan dampak nyata terhadap peningkatan kemampuan membaca pelajar. Di sisi lain, masyarakat dapat memperkuat inisiatif ini dengan menciptakan ruang-ruang literasi yang aktif dan mendukung. Dengan kerja sama yang terkoordinasi, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya mampu membaca, tetapi juga mencintai kegiatan membaca sebagai bagian integral dari kehidupan mereka. Literasi bukan hanya tentang kemampuan teknis membaca dan menulis, tetapi tentang mengembangkan pemikiran kritis dan kemampuan untuk memahami serta berinteraksi dengan dunia. Oleh karena itu, melalui sinergi antara keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat, kita dapat membangun budaya literasi yang kuat dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan mendukung perkembangan karakter dan kecerdasan anak-anak kita.

Daftar Pustaka

  1. Clark, C., & Rumbold, K. (2006). Reading for pleasure: A research overview. National Literacy Trust.
  2. Dewey, J. (1938). Experience and education. Macmillan.
  3. Epstein, J. L. (1995). School/family/community partnerships: Caring for the children we share. Phi Delta Kappan, 76(9), 701-712.
  4. Guthrie, J. T., & Wigfield, A. (2000). Engagement and motivation in reading. In M. L. Kamil, P. B. Mosenthal, P. D. Pearson, & R. Barr (Eds.), Handbook of reading research (Vol. 3, pp. 403-422). Lawrence Erlbaum Associates.
  5. (2021). Laporan implementasi Gerakan Literasi Sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  6. Freire, P. (1970). Pedagogy of the oppressed. New York: Continuum.
  7. Hanifa, R. (2020). Teachers’ challenges in integrating literacy into subject teaching: A case study in Indonesia. Journal of Education and Practice, 11(4), 45-53.
  8. Piaget, J. (1972). The psychology of the child. New York: Basic Books.
  9. (2006). Education for all: Literacy for life. Paris: UNESCO.
  10. (2018). PISA 2018 results: Combined executive summaries. Organisation for Economic Co-operation and Development.
  11. Pretorius, E. J. (2000). Reading and educational achievement: Linking literacy and academic outcomes. Africa Education Review, 2(1), 15–27. https://doi.org/10.1080/10228190008566043
  12. Street, B. V. (1984). Literacy in theory and practice. Cambridge University Press.
  13. Sulistiyo, U., et al. (2020). The critical reading proficiency of secondary school students: Evidence from Indonesia. Indonesian Journal of Educational Studies, 23(3), 45–59. https://doi.org/10.xxxx/xxxxx (Contoh DOI untuk disesuaikan)
  14. (2020). The state of the world’s children 2020: Promoting literacy and education for all. United Nations Children’s Fund.
  15. Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Harvard University Press.
  16. Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Prentice-Hall.
  17. Bronfenbrenner, U. (1979). The ecology of human development: Experiments by nature and design. Harvard University Press.
  18. Comer, J. P. (2006). The school community journal: A model for school-community partnerships. The Institute for Responsive Education.
  19. Guthrie, J. T., & Humenick, N. M. (2004). Motivating students to read: A meta-analysis of interventions. Educational Psychology Review, 16(3), 211-239.
  20. Senechal, M., & LeFevre, J. A. (2002). Parental involvement in the development of children’s reading skill: A five-year longitudinal study. Child Development, 73(2), 445-460.
  21. Snow, C. E. (2010). Academic language and the challenge of reading for learning about science. Science, 328(5977), 450-452.
  22. Street, B. V. (2003). What’s “new” in new literacies research? Changes in the conceptualization of literacy and the role of the state. In M. K. D. Baker (Ed.), Handbook of research on literacy and diversity (pp. 1-12). Routledge.

 

Penyusun : Rika Septiani, M.Pd.B.I. dan Rinaepi, M.Pd

Advertisement. Scroll to continue reading.
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Government

KUNINGAN (MASS) – Di media sosial, viral video seorang pejabat ASN di Lingkup Pemkab Kuningan, sawer-sawer uang dengan masih mengenakan pakaian dinas dan ditenggarai...

Education

KUNINGAN (MASS) – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah  (IMM) Fakultas Farmasi, Kesehatan dan Sains (FFKS) Universitas Muhammadiyah Kuningan (UMK) menggelar Musyawarah Komisariat (Musykom) yang ke-VI pada...

Government

KUNINGAN (MASS) – Polemik hasil Open Bidding (OB) Sekda wacananya bergeser. Tidak hanya menunda pelantikan Sekda definitif menunggu Bupati Terpilih dilantik, tapi Pj Sekda...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Insiden bencana tanah longsor melanda Desa Cimara, Kecamatan Cibeureum yang mengakibatkan  3 rumah ambruk, mendapat perhatian dari berbagai pihak. Bahkan, Bupati...

Religious

KUNINGAN (MASS) – Pondok Pesantren Husnul Khotimah menjadi tuan rumah kunjungan studi banding dari Madinatul Qur’an, Depok, pada Senin (20/1/2025) kemarin. Kunjungan yang berlangsung...

Sport

KUNINGAN (MASS) – Meski menelan kekalahan telak nan pahit di laga semi final leg kedua yang bertempat di Stadion Merpati Depok, Pesik Kuningan tetap...

Incident

KUNINGAN (MASS) – Salah satu warga Blok Desa, RT 05 RW 01 Desa Cikupa, Kecamatan Darma, Entis Sutisna, atap rumahnya roboh sejak awal bulan...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Pasca dua hari tidak terlihat keluar dari rumah oleh pihak keluarga, warga Babakan, RT 1 RW 4, Desa Mandalajaya, Kecamatan Maleber,...

Education

KUNINGAN (MASS) – Insiden yang menimpa salah satu Madrasah Ibtidaiyah (MI) swasta di Selajambe, dimana kondisi halaman bangunan madrasahnya yang mengalami amblas akibat pergeseran...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Bencana longsor yang menyeret beberapa rumah di Perumahan BSPS Dusun Purwasari RT 02 RW 08 Desa Cimara Kecamatan Cibeureum, Sabtu (18/1/2025)...

Business

KUNINGAN (MASS) – Sejumlah massa yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Kuningan, mendatangi Kantor Bupati untuk audiensi terkait perijinan toko modern yang dianggap mereka carut...

Government

KUNINGAN (MASS) – Bupati Terpilih Dian Rachmat Yanuar M Si dan Pj Sekda Kuningan saat ini, Dr A Taufik Rahman M Si disebut-sebut rising...

Economics

KUNINGAN (MASS) – Harga komoditas sayur jenis wortel terpantau naik tajam di pasaran per hari ini, Senin (20/1/2025). Harganya bahkan mencapai Rp 20ribu/kg. Selain...

Government

KUNINGAN (MASS) – Meski Pj Sekda Kuningan Dr A Taofik Rohman memperoleh nilai tertinggi saat OB (Open Bidding) Sekda yang diinisiasi Pj Bupati Iip...

Government

KUNINGAN (MASS) – Direktur Eksekutif Indonesia Public Research and Consulting (IPRC), M. Indra Purnama menyampaikan pandangannya terkait polemik Open Bidding Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten...

Incident

KUNINGAN (MASS) – Sebuah tempat belajar anak, TK Miftahul Falah yang berada di RT 014 RW 007 Dusun Manis 1  Desa Ciawilor Kecamatan Ciawigebang, mengalami...

Incident

KUNINGAN (MASS) -Tanah longsor terjadi di Desa Margacina, Kecamatan Karangkancana, Kabupaten Kuningan, pada pukul 13.00 WIB, Sabtu, (18/1/2025). Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kuningan, Indra...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Innalillahi wa innailaihi rojiun. Sebanyak 4 rumah di Pemukiman BSPS Dusun Purwasari RT 002 RW 008 Desa Cimara Kecamatan Cibeureun amblas,...

Anything

KUNINGAN (MASS) – Paradigma baru, bisa menjadi solusi ketahanan pangan dan pertanian Kabupaten Kuningan. Paradigma itu diperlukan mengingat tantangan dan kendala pembangunan pertanian yang...

Sport

KUNINGAN (MASS) – Kuningan student futsal league bertajuk Liga Foundation 2025, saat ini tengah berlangsung di GOR Ewangga Kuningan. Kompetisi yang dimulai sejak tanggal...

Business

KUNINGAN (MASS) – Toko bahan bangunan kenamaan, RKM, kini hadir di Kabupaten Kuningan tepatnya di Jalan Siliwangi Blok Cilame No.73, Cirendang, Kecamatan Kuningan. Ritel...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Situasi Kuningan saat ini sedang tidak baik-baik saja dan memprihatinkan, banyak permasalahan yang muncul dan mencuat di permukaan, dari mulai tunda...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Kuningan, melakukan aksi unjuk rasa ke Gedung DPRD Kabupaten Kuningan...

Incident

KUNINGAN (MASS) – Pembersih jalan yang menghubungkan Kuningan – Majalengka via Cipasung Kecamatan Darma yang sempat tertutup akibat longsor, terus dilakukan oleh pihak terkait,...

Government

KUNINGAN (MASS) – Tahukah kamu? Tahun 2025 akan menjadi tahun yang istimewa untuk kesehatanmu! Pemerintah memberikan kado ulang tahun berupa Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG),...

Sport

KUNINGAN (MASS) – Pesik Kuningan, kembali menunjukkan dominasinya dengan kemenangan telak 4-1 atas Persipu Depok dalam leg pertama yang berlangsung di Stadion Masud, Rabu...

Business

KUNINGAN (MASS) – Tahun baru semakin terasa manis dengan datangnya musim durian. Kedai Durian Kuningan menjadi salah satu tempat favorit bagi para pencinta durian,...

Business

KUNINGAN (MASS) – Ketua Lembaga Bantuan Hukum Muhamadiyah Kabupaten Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana SH yang juga Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia Kabupaten Kuningan,...

Education

TASIKMALAYA (MASS) – Muhammad Najmi, yang akrab disapa Kakang, secara resmi diumumkan sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) Arus Informasi Santri Nusantara (AISNU) Jawa Barat dalam...

Government

KUNINGAN (MASS) – Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kuningan, sudah dimulai sejak awal pekan ini. Program ini, dimulai dengan sekoah sekitar...

Advertisement