KUNINGAN (MASS) – Tingkat partisipasi masyarakat yang cenderung turun drastis dalam Pilkada Kuningan bukan kesalahan Komisi Pemilihan Umum (KPU) semata. Ada banyak faktor yang menimbulkannya antara lain peran partai politik dan individu para pemilih.
Memilih untuk tidak menentukan pilihan adalah hak warga negara. Hal ini sama dengan memilih untuk menyalurkan pilihannya. Bagi mereka yang tidak memilih, beberapa alasannya disebabkan oleh beberapa hal yaitu gangguan teknis, politis, ideologis, dan pragmatis.
Tidak memilih karena alasan teknis berhubungan dengan sebab-sebab tertentu masyarakat berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau keliru dalam mencoblos. Alasan berhalangan hadir ke TPS ini sejalan dengan kondisi masyarakat Kuningan yang 7 – 10 persennya berstatus perantauan. Jumlah ini, ditambah kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja memungkinkan para pemilih untuk lebih memilih tetap berusaha atau bekerja daripada pulang kampung hanya untuk ke TPS.
Tidak memilih karena alasan politis berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap calon-calon yang berkompetisi. Semakin banyak yang memilih tidak ke TPS, dapat disimpulkan peran partai politik dalam meyakinkan masyarakat untuk memilih jagoan-jagoannya tidak maksimal. Macetnya mesin partai ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain ada keterpaksaan koalisi, kandidat yang didukung atau diusungnya bukan kader partai, atau ada keterbatasan logistik.
Adapun kemungkinan lainnya, kepercayaan masyarakat terhadap partai politik pendukung atau pengusung masing-masing calon semakin menurun. Kondisi masyarakat yang mulai tidak percaya ke partai politik ini akan berdampak pada ketidakpercayaannya terhadap calon yang didukung atau diusungnya. Karena hal ini masyarakat memilih tidak ke TPS.
Kondisi seperti ini kemudian melahirkan alasan lain kenapa tidak ke TPS. Kondisi ini disebut alasan pragmatis karena datang atau tidaknya ke TPS ditentukan berdasar pada nilai manfaat langsung yang didapatnya secara individu. Politik uang bisa menjadi salah satu faktor untuk mengindentifikasi alasan ini. Jika partisipasi menurun karena alasan pragmatis, bisa disimpulkan politik uang tidak semasif pada Pemilu silam.
Sedangkan mereka yang ideologis, alasan tidak datang ke TPS karena anti terhadap sistem pemilihan umum yang menjadi ciri khas Indonesia sebagai negara demokrasi. Kelompok ini saya kira cukup kecil bahkan nyaris tidak ada di Kabupaten Kuningan.
Berdasar alasan-alasan itu, menurunnya tingkat partisipasi masyarakat Kuningan dalam Pilkada bukan semata kesalahan KPU. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak kalah dominan, yaitu daya kritis masyarakat yang meningkat sehingga secara rasional dapat menentukan sikapnya untuk datang atau tidak ke TPS, atau kegagalan partai politik dalam memobilisasi masa untuk memilih kandidat yang dijagokannya.
Untuk meningkatkan partisipasi butuh kerjasama semua pihak, baik dari sisi penyelenggara, partai politik, dan para pemimpin negeri . Penyelenggara harus lebih masif dalam melaksanakan sosialisasi, partai politik harus memperkuat pendidikan politik, dan para pemimpin negeri harus memberikan contoh baik, mengurangi janji-janji manis tanpa bukti, tidak korup, dan mengindari tindakan merugikan lainnya supaya tumbuh optimisme masyarakat dalam memilih para pemimpinnya. []
Sopandi || Dosen Unisa Kuningan