LURAGUNG (MASS) – Warga Desa Cigedang Kecamatan Luragung kompak menolak rencana galian pasir di wilayahnya. Penolakan warga itu bahkan terdokuemntasi dalam video yang menunjukkan deklarasi serentak di aula Balai Desa Cigedang, yang sama-sama menolak galian pasir.
Salah satu tokoh pemuda setempat, Andri atau yang dikenal Bung Jebred, mulanya menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 (3).
“Sejatinya tugas negara adalah memakmurkan rakyatnya, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya mengawali paparan alasan penolakan, Minggu (20/10/2024).
Kondisi ini, kata Andri, ditengarai oleh luasan wilayah yang saat ini dikuasai oleh korporasi-korporasi besar; sektor kehutanan dengan bermunculannya tambang-tambang galian C di Kabupaten Kuningan. Setidaknya rakyat hanya menguasai tidak lebih dengan segala keterbatasan yang ada. D
“engan lahan yang terbatas tersebut, petani dan masyarakat masih harus berjuang dengan berbagai persoalan dan karakteristik yang ada. Di wilayah yang banyak dikuasai oleh izin pertambangan galian C. Misalnya, kasus-kasus pencemaran dan krisis ekologi telah menghilangkan daya dukung lingkungan bagi petani yang disebabkan oleh watak yang terus menghisap sumber daya alam,” sebut Ketua Forum 86 Pemuda Cigedang tersebut.
Andri menjelaskan, tidak heran saat ini banyak komoditi-komoditi lokal yang selama ini menjadi unggulan terus tergerus oleh konsesi (izin) pertambangan. Sebagaimana diketahui, lanjut Andri, keberadaan pertamabangan galian C akan semakin mempercepat kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, dimana lahan pertanian masyarakat merupakan wilayah yang paling rentan tercemar. Seharusnya, tegasnya, alam dan lingkungan setidaknya diperlakukan dengan bijak untuk kepentingan anak cucu kita kedepannya tanpa mementingkan keuntungan semata.
“Maka dari itu kami seluruh warga masyarakat Cigedang menolak dengan tegas galian pasir yang ada di wilayah Cigedang. Gunung teu menang dilebur, lebak teu menang diruksak, buyut teu menang dirobah, geus tandes dina amanat karuhun, sabage pesan keur jaman lintas generasi, pikeun anak incu urang bisa ngarumat jeung ngajaga alam,” ujarnya dibarengi istilah dalam bahasa Sunda, tentang menjaga alam.
Mantan pentolan aktivis GMNi itu juga ingin berkaca dari kerusakan Gunung Sintok yang sudah mencapai 82% kerusakan dari 2 tahun perjalanan. Andri menyinggung kajian aletan incuputu ci taal jeung ci sanggarung, ketika dihitung dengan perhitungan sri- lungguh-dunya-lara-pati, berarti pati teumbeuy.
“Memang cukup miris tapi memang itulah keadaannya, semoga gunung-gunung yg masih lestari, tetap terjaga, dan masih bisa dipertahankan demi keberlangsungan hidup generasi nanti, karena leluhurpun telah berpesan bahwa mulyana kulit lasun di jarian batana raja putra benang ku sakalih (lebih muliya kulit musang di tempat sampah dari pada incuputu yang tidak bisa mempertahankan kabuyutannya). Semoga kita sebagai pangauban Cisanggarung, menjadi pemantik semangat bagi incuputunya untuk berbakti dan menjaga hutan titipan tetap lestari, rahayu sapapanjangna. Cag rampes,” tuturnya. (eki)