KUNINGAN (MASS) – Merunut hasil Survei Jamparing Institut, bahwa Indeks Kepuasan terhadap Pelayanan Pendidikan di Kabupaten Kuningan mengalami peningkatan dari semester awal di 2024 ke semester ke 2 di 2024. Hal ini dibuktikan dengan angka 94,3% Tingkat kepuasan pelayanan Pendidikan menyusul setelah infrastuktur dan pariwisata (https://kuninganmass.com/rapor-layanan-pendidikan-kuningan-943-warga-puas-hasil-survey-jamparing/). Kondisi ini menjadi modal startegis dalam upaya peningkatan pelayanan Pendidikan di masa-masa mendatang di Kabupaten Kuningan.
Terlebih juga, Kabupaten Kuningan akan menghadapi pemilukada yang tentunya akan menghasilkan kepemimpinan baru. Kebijakan Pendidikan pada pemerintahan baru akan mengalami perubahan sesuai perspektif dan style pemimpin nanti. Akankah Pendidikan menjadi prioritas dan catatan hari ini akan dijadikan baseline sebagai penopang sustainability program di lima tahun ke depan ataukah ada framework baru sebagai langkah distingsi dalam konteks pemimpin baru nanti. Semua akan tergantung kepala politik kebijakan di level eksekutif sana.
Akan tetapi, setidaknya, penulis ingin menyampaikan catatan-catatan penting dalam merespon era perubahan di lima tahun ke depan.
Isu Pendidikan secara makro tentu akan berdampak pada level mikro. Secara internasional, sebagai turunan dari isu 17 isu strategis Sustainable Development Goals (SDGs), Quality Education menempati posisi keempat sebagai isu krusial. Hal ini di-declaree ke dalam peta jalan Pendidikan Nasional dalam ekplanasi Indikator Kinerja Utama baik level Pendidikan Dasar, menengah maupun Pendidikan Tinggi.
Peran dari Indikator itu mengerucut pada 3 kategori besar yakni Kurikulum, kualitas pengajar dan kompetensi lulusan. Dari ketiga kategori besar itu, tentu perlu disikapi dengan strategi adaptif dan inovatif agar kurva Pendidikan kita terus mengalami peningkatan tidak sekedar catatan normative, akan tetapi konteks realitas public pun terasa. Maka, dari catatan ini, kita harus merespon segala perubahan di masa mendatang itu dengan penuh kesiapan.
Secara global, tantangan Pendidikan di masa mendatang itu tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi, dinamika sosial, dan kebutuhan pasar kerja yang berubah. Tentunya, ketiga tantangan ini lahir dari isu-isu Pendidikan yang dibahas dalam Kebijakan Internasional baik itu UNESCO maupun Forum-forum Akademik Dunia, Kebijakan Pendidikan Nasional yang hari ini sedang nge-trend yaitu Merdeka Belajar, dan juga berkaitan dengan tren dan isu Pendidikan di era digital. Ketiga tantangan ini berkelindan dalam konteks yang kuat dan saling memengaruhi. Adapun ketiga tantangan itu dapat diturunkan kepada beberapa isu-isu Pendidikan berikutnya.
Transformasi Digital dan Teknologi Pendidikan. Pesatnya perkembangan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Big Data, dan Virtual Reality (VR) memaksa pendidikan untuk beradaptasi. Institusi pendidikan perlu mengintegrasikan teknologi ini ke dalam kurikulum agar siswa memiliki keterampilan digital yang relevan. Tentu, tantangan yang akan muncul juga adalah kesenjangan digital antara sekolah yang memiliki akses teknologi dan yang tidak. Implementasi teknologi juga membutuhkan infrastruktur, pendanaan, dan kompetensi digital yang memadai bagi guru dan siswa.
Personalized Learning. Pendidikan harus beralih dari model satu ukuran untuk semua menjadi model yang lebih personal yang memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat siswa secara individual. Tantangan dalam kontek ini adalah menerapkan model pembelajaran yang dipersonalisasi di skala besar tidak mudah karena membutuhkan data yang akurat dan strategi pembelajaran yang fleksibel serta ketersediaan sumber daya yang memadai.
Pembelajaran Sepanjang Hayat (Lifelong Learning). Perubahan cepat di dunia kerja memaksa semua orang, termasuk tenaga pendidik dan siswa, untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan baru. Tantangan dalam konteks ini tentunya berkaitan dengan pertumbuhan budaya belajar sepanjang hayat di masyarakat serta mendesain ulang kurikulum agar mendukung keterampilan yang dibutuhkan di masa depan, seperti pemikiran kritis, kolaborasi, dan kreativitas.
Pendidikan Karakter dan Soft Skills. Selain kecakapan akademis, dunia kerja semakin menuntut soft skills seperti komunikasi, empati, kerja tim, dan etika. Pendidikan harus menemukan keseimbangan antara keterampilan teknis dan non-teknis. Dari sini kita dapat menghadapi berbagai tantangan yang harus dipecahkan yaitu bagaimana merancang kurikulum yang mampu mengembangkan karakter, kepribadian, dan soft skills tanpa mengurangi fokus pada akademik.
Kesenjangan Kualitas Pendidikan. Disparitas dalam kualitas pendidikan masih menjadi masalah, baik di negara maju maupun berkembang. Perbedaan dalam hal akses, kualitas fasilitas, dan sumber daya manusia menjadi penghambat utama. Tentu, tantangan yang akan dihadapi dalam konteks ini adalah mengatasi kesenjangan akses dan kualitas pendidikan di daerah terpencil, meningkatkan pelatihan untuk guru, dan menyediakan fasilitas yang setara bagi semua siswa.
Pendidikan yang Inklusif. Pendidikan masa depan harus lebih inklusif untuk semua kelompok, termasuk penyandang disabilitas, minoritas, dan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Maka untuk menciptakan Pendidikan yang inklusif kita mesti mendesain lingkungan pembelajaran yang inklusif dan responsif terhadap keragaman, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan yang setara.
Pengembangan Kurikulum yang Adaptif. Kurikulum harus dirancang ulang agar fleksibel, adaptif, dan responsif terhadap perubahan tren industri dan perkembangan sosial. Maka dalam implementasinya, kurikulum yang dicipatakan tidak hanya berbasis konten, tetapi juga berbasis kompetensi dan pembelajaran praktis, serta mampu berevolusi sesuai kebutuhan masa depan.
Pengaruh Globalisasi. Globalisasi memengaruhi ekspektasi terhadap pendidikan yang kompetitif di tingkat internasional. Standar pendidikan nasional perlu diadaptasi agar siswa siap bersaing di pasar global. Berangkat dari fenomena ini, maka langkah penyelarasan kurikulum dengan standar internasional tanpa mengorbankan identitas lokal dan nasional harus dilakukan.
Peran Guru di Era Digital. Guru tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi juga fasilitator dan mentor dalam proses pembelajaran. Pendidikan masa depan menuntut transformasi peran guru dengan kompetensi digital yang lebih tinggi. Jembatan penghubung dalam implementasi semua itu maka harus diadakan pelatihan berkelanjutan bagi guru, mengubah mindset, serta merancang ulang peran guru dalam konteks pembelajaran hybrid atau daring.
Pembiayaan dan Kebijakan Pendidikan. Pendidikan masa depan membutuhkan investasi yang signifikan untuk infrastruktur, pelatihan, dan pengembangan kurikulum. Isu terakhir ini menjadi sesuatu yang the last but not least, karena berbicara program apapun jika tidak ada topangan dari segi budgeting policy maka akan mengalami kendala. Merancang kebijakan pendidikan yang inovatif, memastikan pendanaan yang memadai, serta menciptakan kerangka kerja yang mendukung pendidikan berkualitas dan berkelanjutan.
Dari 10 isu strategis ini, setidaknya kita proaktif dalam mempersiapakan Pendidikan masa depan. Pendidikan masa depan memerlukan kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dunia usaha, media, dan masyarakat untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan menciptakan sistem pendidikan yang lebih responsif, inklusif, dan siap menghadapi perubahan tak menentu. Program pentaheliks sangat inline dalam implementasi Pendidikan masa depan yang bernilai ini.
Kolaborasi yang utuh mesti dibangun berdasarkan kepentingan public demi keberlanjutan generasi yang berkualitas. Indonesia Emas di tahun 2045 bukanlah nanti tinggal menikmati tapi sedini mungkin strategi harus kita cari. Langkah visioner adalah mencetak resilient generation, sebuah simbol sikap individu yang mampu beradaptasi atas ketangguhan atau ketahanan psikologis yang dimilikinya dengan modal kompetensi dan skill yang terus ditingkatkan.
Oleh : Nanan Abdul Manan
Akademisi Universitas Muhammadiyah Kuningan, Ketua ICMI ORDA Kabupaten Kuningan