KUNINGAN (MASS) – Ada tujuh daerah yang terdampak kekeringan, akibat musim kemarau. Sehingga pertanian dan warga kekurangan air. BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Provinsi Jawa Barat mempersiapkan berbagai langkah pencegahan kekeringan, kebakaran lahan dan hutan yang kerap terjadi di wilayah Provinsi Jabar, seperti dilansir detik.com, 28/08/2024.
Masyarakat dihimbau untuk segera melaporkan kepada pihak berwenang jika wilayahnya susah untuk mendapatkan air bersih akibat kekeringan, serta mengatur jadwal penggunaan air yang masih ada, tutur Hadi Rahmat Hardjasasmita, Pranata Humas Ahli Muda BPBD Provinsi Jawa Barat, jabarprov.go.id, 29/08/2024.
Himbauan untuk melapor bagi yang terdampak kekeringan dan pengaturan jadwal penggunaan air yang masih ada merupakan hal-hal yang bersifat teknis. Padahal yang sangat diperlukan merupakan langkah-langkah yang bisa menjadi solusi untuk meminimalkan kejadian bencana atau mengakhiri bencana kekeringan ini sampai kepada akar permasalahan.
Sistem Sekuler Kapitalistik Penyebabnya
Kita perlu memahami bahwa penyebab kekeringan bukan sekedar dari cuaca kemarau atau cuaca ekstrem lainnya yang bersifat alami. Perubahan iklim (Climate change) di Jabar atau di dunia hari ini dominannya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan lingkungan atau alam, sehingga terjadi kerusakan yang massif dan makin parah.
Penyebab utamanya, yakni akibat masifnya aktivitas industrialisasi dan tingginya laju deforestasi di seluruh dunia yang dilakukan korporasi. Mereka mendapatkan ruang yang subur dari penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik, khususnya melalui penerapan sistem ekonomi neo liberal dan sistem politik machiavellisme.
Penerapan sistem ekonomi neo liberal untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dan konsumerisme yang tinggi maka terjadi eksploitasi sumber daya alam secara besar besaran. Penerapan sistem politik machiavellisme juga menjadi fasilitator bagi kerusakan alam dengan melahirkan berbagai regulasi yang meningkatkan eksploitasi alam oleh para korporasi.
Akibatnya, terjadi perubahan yang sangat drastis terhadap ekosistem, sehingga mengubah keseimbangan alam dan akhirnya berujung kepada terjadinya berbagai macam bencana yang semakin memperparah perubahan iklim yang ada.
Solusi Islam
Upaya teknis saintifik semata yang menggunakan teknologi, tidak bisa diandalkan sebagai solusi kekeringan yang sistemik. Namun, hal paling urgen yang harus dilakukan saat ini adalah mengubah atau mengganti paradigma pembangunan dan tata kelola lingkungan dan sumber daya alam, dari konsep kapitalisme sekuler menjadi penerapan sistem kehidupan Islam menyeluruh (kafah).
Beberapa konsep Islam terkait dengan pengelolaan lingkungan yang mampu mengakhiri deforestasi dan industrialisasi yang massif, diantaranya:
Pertama, Islam memandang bahwa hutan dan sumber daya air tidak diperbolehkan untuk dikuasai oleh individu, karena termasuk kepemilikan umum. Semua izin privatisasi atau konsesi swasta yang mengelola hutan ataupun sumber daya alam lainnya yang berlimpah tidak diperkenankan bahkan harus dicabut.
Kedua, negara yang mengelola kepemilikan umum secara penuh, supaya manfaatnya bisa dirasakan oleh setiap individu rakyat, bisa menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw bahwa imam (pemimpin) ibarat penggembala dan hanya ia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.
Ketiga, negara berkewajiban mendirikan industri air perpipaan dan mendistribusikannya secara merata kepada seluruh individu rakyat. Untuk menjalankan fungsi ri’ayah dalam melayani kebutuhan rakyat, yang bekerja pro aktif memenuhi kebutuhan rakyat bukan pasif menunggu laporan dari rakyat. Pembangun berbagai macam infrastruktur penyediaan air untuk kebutuhan konsumsi keseharian rakyat atau pertanian, misalnya pembangunan bendungan ataupun jaringan irigasi. Walaupun musim kemarau tiba, persedian air tetap mencukupi kebutuhan rakyat.
Hanya dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berdasarkan penerapan syariat Islam kafah (menyeluruh), maka bencana kekeringan bisa diakhiri.
Penulis : Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)