KUNINGAN (MASS) – Dalam kehidupan masyarakat digital dewasa ini, berbagai informasi begitu mudah diakses. Meskipun demikian, kemudahan itu tidak hanya memberikan dampak positif, melainkan juga negatif. Ketika tidak siap, masyarakat pada akhirnya digiring untuk menjadi masyarakat refleks karena informasi sepenggal-sepenggal, provokatif, atau bahkan hoaks.
Hal itulah yang menjadi alasan terbentuknya Ruang Publik Agora. Komunitas yang diinisiasi Candrika dan rekan-rekan itu, menganggap apa yang diperlukan oleh masyarakat hari ini adalah rem untuk bisa mengubah kemungkinan masyarakat refleks tadi menjadi masyarakat refleksi, yakni yang mau dengan jernih dan tidak emosional dalam membincangkan permasalahan sosial.
Bukan hanya sekedar ide, pada Jumat (8/4/2023) kemarin, Ruang Publik Agora membuka first gathering untuk menjadi bagian dari kelompok yang hendak bergerak untuk mempertahankan “nalar publik” melalui ruangan diskusi yang diperlukan.
“Kita mencoba membuka ruangan untuk berdialog, membahas masalah-masalah sosial. Selain itu, program di Agora bukan cuma diskusi, tapi ada juga penelitian, publikasi, dan lain-lain,” ujar Candrika.
Ruang Publik Agora sendiri memang berfokus pada pengkajian humaniora, yakni berbagai disiplin seperti sosial, budaya, ekonomi, politik, gender, seni, dan lain-lain. Anggota yang hadir dalam fisrt gathering itu pun memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari pengamat politik, seniman, pendongeng, fotografer, penulis, mahasiswa, dan lain-lain.
“Harapan, atau mungkin target kami adalah ke depan Ruang Publik Agora ini bisa menjadi ruangan untuk mendalami berbagai masalah sosial-humaniora di Kabupaten Kuningan, tetapi bukan berarti kami hanya akan berbicara tentang Kuningan. Kita coba untuk menjadi universal juga, dan melakukan upaya compare dari lokal ke global,” lanjut Candrika.
hal senada juga disamaikan koordinator Bidang Advokasi Ricky Bramantyo. Ia mengatakan, Ruang Publik Agora berupaya menciptakan ruang fisik dan virtual di mana publik dapat terlibat dalam percakapan, pembelajaran, dan refleksi tentang isu dan gagasan.
Proyek humaniora yang dikajinya, kata lelaki yang akrab disapa Bram, meliputi beberapa aspek dan program yang berkaitan dengan sejarah, ekonomi, budaya material, seni publik, warisan budaya, politik, bahkan pendidikan, dan kebijakan publik di masyarakat.
“Berbicara ranah, skalanya daerah, khususnya di Kuningan dan sekitarnya. Saya pikir Ruang Publik Agora ini sangat diperlukan sebagai ruang alternatif untuk komunikasi dan informasi di masyarakat,” sebut Bram. (eki)