KUNINGAN (MASS) – Ketua LPM Cigugur Drs Aang Taufik M Si, mempersoalkan pembagian air 60:40 antara PAM Tirta Kamuning dan warga Cigugur, terutama para petani.
Aang menyebut, hingga saat ini pembagian tersebut tidak jelas pengukuran dan pengawasannya. Menurutnya, hal itu menyebabkan masyarakat jadi lebih sering dirugikan.
“Masyarakat tidak pernah bisa memastikan pembagian air 60% : 40% ini sebenarnya dilakukan oleh PAM Tirta Kamuning atau tidak. Yang pasti setiap menghadapi musim kemarau dipastikan pasokan air untuk masyarakat petani di Cigugur tidak pernah terpenuhi. Akibatnya, sawah-sawah di kelurahan Cigugur mengalami kekeringan dan sudah jauh berkurang. Demikian juga kolam-kolam ikan banyak yang kering,” jelasnya pada wartawan.
Hal itu terungkap dalam pertemuan masyarakat bersama LPM dan pihak kelurahan Cigugur saat menyikapi tindak lanjut kesepakatan untuk dilakukan pengukuran bersama terhadap debit air yang diambil oleh PAM Tirta Kamuning dari tiga mata air di Cigugur, pertemuan dilakukan di aula Kelurahan Cigugur pada Kamis (15/9/2022) lalu.
“Kami sudah tiga empat kali mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak dan selalu menghadirkan pihak PAM Tirta Kamuning untuk menyepakati mencari solusi atas pembagian air yang diduga tidak dilakukan secara benar dan transparan oleh pihak PAM Tirta Kamuning,” jelasnya lagi.
Aang juga mengungkapkan, pertemuan terakhir dilakukan pada tanggal 27 Juli 2022 yang melibatkan multi pihak, seperti LPM, PAM Tirta Kamuning, BBWS, Kelurahan, Kecamatan, PDAU, Dinas Perikanan dan Tanaman Pangan, Disporabud, PUTR, Dinas LH, Polsek Cigugur, Koramil Cigugur dan masyarakat petani pengguna air.
“Dari hasil pertemuan tersebut, kita sepakat pada hari yang sama langsung ditindaklanjuti dengan tinjauan lapangan untuk melakukan pengecekan dan pengukuran bersama atas debit air yang dilakukan oleh BBWS, Dewan Pakar LPM, dan teknisi PAM Tirta Kamuning,” kata Aang.
Pada saat tinjauan lapangan, tim gabungan menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan pengelolaan pengambilan air dari sumber mata air dan pengaturan pembagiannya.
Dewan Pakar LPM Ir Maman Suparman menduga bahwa PAM Tirta Kamuning telah melakukan kebohongan. Hal itu, lanjut Maman, terbukti setelah dilakukan pembukaan ruang vnote untuk menghitung debit air, ternyata vnote sebagai alat untuk menghitung debit air tidak difungsikan.
“Demikian juga setelah dilakukan pembongkaran paksa atas ruang yang menurut pihak PAM Tirta Kamuning sebagai ruang kosong yang tidak berfungsi, ternyata ruang yang berukuran 3,2 x 1,2 x 7 meter itu sudah terendam penuh air,” ujar Maman.
Setelah air yang memenuhi ruang tersebut disedot dan dikosongkan, lanjutnya, ternyata di dasar ruang tersebut ditemukan gate valve sebagai alat untuk mengatur pembagian.
“Jadi, bagaimana mungkin kita bisa mengetahui pembagian air 60% : 40% sudah dilakukan secara benar dan transparan jika kondisi ril di lapangan seperti itu,” tanya Maman.
Ketua LPM Aang, mengatakan bahwa atas temuan itu, pengukuran debit air dan pembagian air secara bersama jelas tidak bisa dilakukan. BBWS menjanjikan akan melakukan pengukuran dua tiga hari lagi. Namun, hingga saat ini setelah 1,5 bulan tidak ada tindak lanjut pengukuran baik dari BBWS maupun PAM Tirta Kamuning.
“Kondisi ini membuat masyarakat mulai resah dan mempertanyakan peran LPM. Wajar masyarakat menilai ada apa dengan LPM. Untuk menjawab keresahan masyarakat LPM akan menindaklanjuti dengan langkah audiensi ke DPRD,” pungkas Aang.
Sementara, menjawab hal itu PAM Tirta Kamuning melalui Kepala Divisi Pelayanan Anto Riyanto ditemani Kepala Divisi Produksi Lis Suparsih.
“Pada dasarnya kami memanfaatkan air dari Cigugur sesuai dengan kapasitas ataupun ijin yang kita miliki. Memang terkait masalah krisis air di Cigugur mungkin ada beberapa hal yang bisa menyebabkan berkurangnya ke sebagian pihak,” ujar Anto memgawali.
Beberapa hal yang bisa menyebabkan hal tersbeut, lanjutnya memang harus ditengahi. Entah itu untuk pertanian ataupun untuk kebutuhan minum agar sama-sama berjalan.
“(Karena) Air adalah kebutuhan pokok baik untuk minum atau pertanian,” imbuhnya.
Adapun, perihal pembagian 40-60 sebenarnya berawal dari 2007 lalu. Pada tahun itu muncul permasalahan, dimana masyarakat tidak memperoleh air.
“Berdasar musyawarah (masyarakat) bersama PAM Tirta Kamuning, disepakatilah pembagian 60:40, itupun (hanya) pada musim tanam Januari-Februari dan Juni-Juli,” ucapnya.
Soal debit air dan kekurangan di masyarakat, disebutkan sudah beberapa kali pertemuan. Dalam pertemuan itu, sebenarnya para petani meminta 110-120 liter/detik.
Sebelumnya, masyarakat tidak peduli berapa yang diambil PAM Kamuning. Apalagi, banyak pipa air yang juga mengambil dari sumber air yang sama, baik itu pribadi, keluarga maupun dari Paseban.
“Jadi kalo permintaan petani, sudah terpenuhi,” terangnya.
Adapun soal desakan LPM, pihaknya juga mengaku ingin mengetahui persis apa yang diinginkan LPM, karena sampai saat ini belum tahu persis, apakah minta debit air dinaikkan, atau dibangun bak atau seperti apa.
Meski begitu, pihak PAM sudah berkomunikasi dengan tokoh Cigugur setempat untuk memperjelas apa yang diinginkan masyarakat. (eki/deden)