Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Hukum Menggabungkan Niat Puasa Arofah dan Puasa Qadha’ Ramadhan Secara Bersamaan

KUNINGAN (MASS) – Berdasarkan informasi edaran pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama Republik Indonesia Nomor 668 Tahun 2022 bahwa hari arofah di Indonesia untuk tahun sekarang jatuh pada hari Sabtu 9 Juli 2022 dan hari raya besar Idul Adha untuk umat muslim di Indonesia jatuh pada hari Ahad 10 Juli 2022.

Hari Arofah adalah hari dimana dianjurkan berbagai macam ibadah seperti puasa, sedekah, berdzikir dsb. Sementara itu kerap terjadi disebagian umat muslim menunda qadla puasa ramadhan agar dikerjakan pada hari yang bertepatan dengan puasa sunah semisalnya puasa hari Arafah, Asyura, Senin, dan Kamis. Tentu motivasinya adalah menginginkan pahala yang berlipat-lipat ganda dengan mengerjakan keduanya dalam satu waktu yang bersamaan.

Dalam menyikapi hal ini, para ulama berselisih pendapat (ikhtilaf) tentang apakah seseorang tersebut mendapatkan pahala atau tidak, jika mengqadha puasa ramadan yang diniati berbarengan dengan puasa hari Arafah atau puasa sunah yang lainnya.

Ulama yang membolehkan menggabung puasa Sunnah Arofah dengan qadla ramadhan diantaranya adalah Imam Ramli. Beliau menuturkan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, serta dikuatkan oleh fatwa ulama dalam kitab I’anatut Thalibin, yang artinya “seseorang itu mendapatkan pahala puasa sunah baik diniati (puasa sunnah seperti Asyura) maupun tidak.

Berikut ibarotnya:

وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال و الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا. وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة يوم الخميس. إه

“Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna al-Mathalib demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa (seperti puasa Arofah) secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan. Dalam kitab al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila bertepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis”. (Lihat Syekh Abu Bakr bin Syatha, Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Maktabah As-Salam, juz 2, halaman 336-337).

Masih dalam kitab yang sama (I’anatuth Thalibin), fatwa dari ulama mutaakhirin memperkuat pendapat ulama yang memperbolehkan niat puasa Sunnah dengan qadla ramadhan.

(فَرْعٌ) أَفْتَى جَمْعٌ مُتَأَخِّرُوْنَ بِحُصُوْلِ ثَوَابِ عَرَفَةَ وَمَا بَعْدَهُ بِوُقُوْعِ صَوْمِ فَرْضٍ

“Segolongan Ulama mutaakhirin berfatwa, bahwa pahala puasa Arofah dan seterusnya bisa dihasilkan bersamaan dengan melakukan puasa fardlu (qadla atau nadzar).”

Pendapat (fatwa) diatas bertentangan dengan keterangan yang ada dalam kitab al-Majmu’ karya Imam Nawawi yang diikuti oleh Imam Al-Asnawi sebagaimana yang ia katakan; “jika puasa fardlu dan puasa Sunnah diniatkan bersama, maka kedua-duanya tidak akan berhasil”.

قَالَ شَيْخُنَا كَشَيْخِهِ وَالَّذِيْ يُتَّجَهُ أَنَّ الْقَصْدَ وُجُوْدُ صَوْمٍ فِيْهَا فَهِيَ كَالتَّحِيَّةِ فَإِنْ نَوَى التَّطَوُّعَ أَيْضًا حَصَلاَ وَإِلاَّ سَقَطَ عَنْهُ الطَّلَبُ

Guru kita (Syaikh Ibnu Hajar) mengatakan (dalam Fathul Jawad) sebagaimana yang dikatakan guru beliau (Syaikh Zakaria al-Anshori), menurut pendapat yang berbobot, bahwa jika di dalam puasa-puasa tersebut (puasa Arofah dan lainnya) diniati, maka puasa itu sama seperti halnya sholat Tahiyatul Masjid, artinya jika seseorang juga berniat puasa sunnah, maka berhasilkah puasa kedua-duanya (fardlu dan sunnah), jika dia tidak berniat puasa sunnah (hanya niat puasa fardlu), maka gugurlah tuntutan kesunahannya (sebab dia telah masuk menjalankan puasa fardlu)” (Lihat Syekh Abu Bakr bin Syatha, Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Maktabah As-Salam, juz 2, halaman 406-407).


Kasus ini seperti halnya ketika seseorang hendak melakukan puasa Sunnah Syawal sedangkan ia memiliki tanggungan hutang (qadla) puasa wajib ramadhan. Masalah ini pernah disinggung oleh pengarang kitab Bughyah al-Mustarsyidin yakni al-Habib Abdurrahman al-Masyhur:

(مسألة: ك): ظاهر حديث: «وأتبعه ستاً من شوّال» وغيره من الأحاديث عدم حصول الست إذا نواها مع قضاء رمضان، لكن صرح ابن حجر بحصول أصل الثواب لإكماله إذا نواها كغيرها من عرفة وعاشوراء، بل رجح (م ر) حصول أصل ثواب سائر التطوعات مع الفرض وإن لم ينوها، ما لم يصرفه عنها صارف، كأن قضى رمضان في شوّال، وقصد قضاء الست من ذي القعدة، ويسنّ صوم الست وإن أفطر رمضان اهـ.

Bila melihat zhahirnya hadits seolah memberi pengertian tidak terjadinya kesunahan 6 hari bulan syawal saat ia niati bersamaan dengan qadha ramadhan, namun Ibn Hajar menjelaskan akan mendapatkan kesunahan dan pahalanya bila ia niati sama seperti puasa-puasa sunah lainnya seperti puasa hari arafah dan asyura, bahkan Imam Romli mengunggulkan pendapat terjadinya pahala ibadah-ibadah sunah lainnya yang dilakukan bersamaan ibadah fardhu meskipun tidak ia niati, selama tidak terbelokkan arah ibadahnya seperti ia niat puasa qadha ramadhan dibulan syawal dan ia niati sekalian puasa qadha 6 hari dibulan dzil hijjah maka tidak ia dapati kesunahan puasa syawalnya. (Bughyah al-Mustarsyidiin, halaman 113-114).

Sementara diantara ulama yang memiliki pendirian tidak akan mendapatkan pahala puasa qadla bersamaan dengan puasa Sunnah adalah Syaikh Abu Makhromah, sebagaimana yang dituturkan masih dalam kitab yang sama Bughyah Al-Mustarsyidin.

قلت: واعتمد أبو مخرمة تبعاً للسمهودي عدم حصول واحد منهما إذا نواهما معاً، كما لو نوى الظهر وسنتها، بل رجح أبو مخرمة عدم صحة صوم الست لمن عليه قضاء رمضان مطلقاً.

Syaikh Abu Makhromah dengan mengikuti pendapat al-Samanhudi berkeyakinan tidak dapatnya pahala keduanya bila ia niati keduanya bersamaan seperti saat ia niat shalat dhuhur dan shalat sunah dhuhur bahkan Abu Makhromah menyatakan tidak sahnya puasa 6 hari bulan syawal bagi yang memiliki tanggungan Qadha puasa ramadhan secara muthlak. (Bughyah al-Mustarsyidiin, halaman 113-114).

Demikian penjelasan berkaitan dengan hukum menggabungkan niat puasa Rajab dan qadha Ramadhan. Semoga bermanfaat dan dipahami dengan baik. Wallahu a’lam.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Penulis : AC Millah, MWC NU Cipicung/Forum Kiai dan Qori Kabupaten Kuningan/ FKQK

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement