KUNINGAN (MASS) – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kuningan mengaku heran pada temuan LHP BPK di tahun 2019 lalu. Pasalnya, organisasi yang kini dipimpin Toto Sunarto itu menerangkan, dari temuan LHP BPK itu, Pemkab Kuningan sempat ngutang 15 Milyar di tahun 2019.
Pinjaman daerah senilai 15 Milyar itu, dilakukan ke BJB untuk pembayaran THR dan pembayaran gaji ke-13 serta TPP ke-13 dan ke-14. Padahal, kata Toto Sunarto, THR dan gaji ke-13 sudah dianggarkan di APBD melalui DAU.
Disamping itu, lanjutnya, pada periode pengajuan hingga pelunasan peminjaman, posisi keuangan pada rekening kas daerah sedang surplus dan posisi kasda/RKUD diantara Rp 4.341.234.624 – Rp 125.855.873.047 . Kemudian ditambah lagi pemerintah daerah tidak segera melunasi pinjaman disaat kondisi keuangan tidak menujukan adanya kekurangan pada rekening kas umum daerah yang mengakibatkan bunga bank menumpuk 3 bulan yaitu sebesar Rp 473.958.337.
Sehingga dengan pinjaman tersebut pemerintah daerah realisasi belanja bunga, provisi dan biaya notaris seluruhnya sebesar Rp. 593.958.337. Toto merinci, realisasi belanja yang seharusnya dibayar pada tahun 2019 ini malah nunggak dan baru dibayar tahun 2020 sehingga terjadi pemborosan anggaran.
“Padahal jika melihat kondisi saat itu 2 tahun berturut-turut keuangan daerah mengalami surplus yaitu SiLPA pada tahun 2018 Rp 34.423.696.301 dan mengalami peningkatan di tahun 2019 Rp. 54.604.199.504. Kami menilai ini adalah sebuah pencapaian prestasi yang sangat luar biasa. Tapi ironisnya kenapa Pemkab Kuningan melakukan pinjaman daerah jenis jangka pendek tersebut? apakah ada hal yang diurgensikan?” tanya Toto Sunarto, Selasa (15/3/2022).
Lebih lanjut, Toto menerangkan bahwa sangat jelas kondisi tersebut tidak sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah pasal 12 “bahwa pinjaman jangka pendek yang menyatakan antara lain : A. pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan 1 tahun anggaran dengan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman bunga dan biaya lainnya yang seluruhnya harus dilunasi dalam tahun berjalan. B. pinjaman jangka pendek sebagaimana dimagsud dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas”
Kondisi itu juga, lanjut Toto, menyalahi PP nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah yang mana pada pasal 3 ayat 1 “pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib efesien ekonomis efektif transfaran dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang undangan”.
Berdasarkan itu, kata Toto, HMI Kuningan mengingatkan dan mendorong Pemkab Kuningan untuk beberapa hal, diantaranya :
1). Untuk memperhatikan prioritas pembangunan dan kesejahteraan serta kepentingan rakyat dalam melaksanakan kebijakan dan pengelolaan Anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2). Kemudian, lanjutnya, Pemkab Kuningan harus lebih hati-hati dalam melaksanakan kebijakan dengan melihat kondisi keuangan daerah terutama dalam pinjaman daerah sesuai dengan PP No 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah Pasal 2 ayat (3).
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup:
a. defisit APBD;
b. pengeluaran pembiayaan; dan/atau
c. kekurangan arus kas.
Pasal 3 Pengelolaan Pinjaman Daerah harus memenuhi prinsip:
a. taat pada peraturan perundang-undangan;
b. transparan;
c. akuntabel;
d. efisien dan efektif; dan
e. kehati-hatian.
3). Memaksimalkan pendapatan daerah di sektor-sektor strategis , BUMD dan BLUD serta pariwisata Kuningan yang punya potensi besar agar tercapai kemandirian daerah.
4). Untuk DPRD Kabupaten Kuningan yang merupakan representasi dari masyarakat yang mempunyai Fungsi controlling dan budgeting harus lebih optimal dan serius dalam menjalankan tugas dan fungsinya karena mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat.
5). Aparat penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan untuk menindak tegas jika ada indikasi penyelewengan keuangan negara.
“HMI sebagai bagian dari masyarakat yang mempunyai fungsi kontrol sosial mendorong pemerinintah daerah harus lebih memperhatikan aspek keadilan,kepatutan,kemanfaatan serta ketaatan terhadap regulasi guna mewujudkan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntable demi terwujudnya good governace,” tegas Toto di akhir. (eki)