KUNINGAN (MASS)- Komisi XI DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR-RI dengan perwakilan Kemenkeu, DPRD Provinsi Jawa Barat, Pemprov Jabar, Pemkab/kota serta sivitas akademika dalam membahas Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD). (05/11/2021) di Bandung, Jawa Barat
Bertindak sebagai narasumber adalah Anggota Komisi XI DPR RI Ela Siti Nuryamah. Menurutnya, ada beberapa kluster yang menjadi high issued dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD).
Pertama, terkait dengan pajak dan retribusi daerah (PDRB). Kedua, terkait dengan dana transfer ke daerah. Serta optimalisasi belanja daerah, juga dana abadi daerah dan sebagainya yang ada dalam undang-undang sebelumnya, yang dinilai belum tercantum dengan jelas.
Sementara ,Yosa Octora Santono selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Fraksi Partai Demokrat dalam diskusi menilai, selama ini melihat belanja daerah belum maksimal atau belum optimal.
“Oleh karena itu perlu menguatkan kembali pengawasan terkhusus pengawasan oleh kita sebagai DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota sampai tingkat desa (BPD Desa) serta dalam aturan-aturan atau undang-undang yang ada tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah ini,’ ujarnya.
Sehingga belanja daerah bisa optimal, dan terjadi pemerataan serta keadilan fiskal, yang pada akhirnya tentu untuk menyejahterakan seluruh masyarakat termasuk yang berada di desa-desa atau di pelosok negeri.
Dikatakan, Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) merupakan dukungan dan penguatan atas pelaksanaan desentralisasi fiskal yang berorientasi pada peningkatan kualitas belanja daerah.
Selanjutnya, optimalisasi pencapaian kinerja daerah dalam meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat melalui sinergi kolaborasi mendukung pembangunan nasional, dan peningkatan kapasitas perpajakan daerah.
Diterangkan RUU HKPD nantinya mengatur secara komprehensif terkait peningkatan local taxing power, penyesuaian objek pajak daerah, pemberian opsi retribusi tambahan, pemberian insentif bagi pelaku usaha ultra mikro, reformulasi transfer ke daerah yang lebih berkeadilan, sekaligus akan memuat pengaturan yang menjembatani sinergi kebijakan fiskal pusat dengan kebijakan fiskal daerah.
RUU HKPD kedepan akan di butuhkan untuk menjaga kesinambungan fiskal dan perekonomian Nasional di tengah perekenomoian Dunia yang tidak pasti, agar ada satu skema fiskal yang adil antara semua daerah. yang merupakan bentuk pengintegrasian dan penyempurnaan atas UU 33 tahun 2004 dan UU 28 tahun 2009 serta evaluasi kembali Perpres 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
RUU HKPD juga memberikan manfaat pembangunan daerah baik dari sisi Dana Transfer baik DBH, DAU, dan DAK, termasuk adanya opsen pajak agar pemungutan bisa lebih terintegrasi sehingga mengurangi permasalahan keterlambatan bagi hasil pajak provinsi ke kabupaten/kota
“Dengan ini nanti nya tidak ada lagi permasalahan keterlambatan bagi hasil pajak Provinsi ke Kabupaten/Kota dan juga dapat memberikan pemanfaatan untuk pembangunan di Daerah,” ungkapnya
RUU HKPD di harapkan dapat mengurangi ketimpangan baik secara vertikal maupun horizontal, mampu memperkuat peningkatan kemandirian daerah, serta dapat memberikan perbaikan yang signifikan terhadap pemerataan pelayanan publik yang memadai dan kesejahteraan masyarakat.
“RUU HKPD diharapkan dapat meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia. RUU HKPD ini diharapkan dapat menurunkan ketimpangan vertikal dan horisontal yang menurun, adanya peningkatan kualitas belanja daerah, dan penguatan local taxing power, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah,” tegas Yosa. (agus)