KUNINGAN (MASS) – Sebagai politisi PKB, H Yanuar Prihatin MSi banyak “berguru” kepada Presiden RI pertama, Ir Soekarno, lewat tulisan dan pidatonya. Bahkan diakui oleh Yanuar, ia tertarik pada dunia jurnalistik setelah membaca buku otobiografi Bung Karno berjudul ‘Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’ karangan Cindy Adams, wartawan Amerika Serikat.
“Saya baca buku tersebut sewaktu duduk di bangku SMA. Meski banyak buku otobiografi Bung Karno yang saya baca, namun buku karangan Cindy Adams lah yang saya anggap paling menarik. Saya tenggelam masuk ke dalam buku tersebut,” ungkap Yanuar ketika menjadi narsum SW (Sharing Wawasan) PWI Kuningan di Graha Ahmad Bagdja, Sabtu (2/12/2023).
Dari Bung Karno, Yanuar merasa terinspirasi kaitan dengan perspektif tentang hidup. Analoginya, ibarat pondasi sebuah rumah atau akar sebatang pohon. Perspektif tersebut, imbuh Yanuar, setidaknya mencakup 4 hal.
Pertama, sebut Yanuar, bahwa untuk menjadi orang sukses itu harus punya kebiasaan membaca alias doyan baca. Dikatakan, Bung Karno punya kebiasaan itu.
“Kedua, syarat kepemimpinan wajib mempunyai kemampuan menulis. Dulu kalau menjelang peringatan Hari Kemerdekaan, seminggu sebelumnya Bung Karno memokuskan diri untuk menulis naskah pidato. Ia harus menyatu dengan alam semesta dalam menulisnya karena pidatonya nanti bukan hanya akan didengar semua rakyat Indonesia tapi juga para pemimpin dunia,” papar Yanuar.
Ketiga, lanjut wakil ketua Komisi 2 DPR RI tersebut, yaitu berorganisasi. Bung Karno dulu aktif di berbagai organisasi dalam konteks perjuangan kemerdekaan. Ia juga mendirikan sebuah partai yang dinamai PNI (Partai Nasionalis Indonesia).
Keempat, memiliki kemampuan public speaking yang baik. Yanuar mengakui kehebatan Bung Karno dalam hal ini. Bahkan presiden pertama tersebut dijuluki sebagai orator dunia. Dulu jika dirinya pidato, lapangan monas penuh. Rakyat begitu antusias mendengarkan pidato Soekarno.
“Nah keempat ini saling berkaitan dan tak bisa dipisahkan. Untuk mahir berpidato ia harus rajin baca dan menulis. Perlu juga terampil mengorganisir, yaitu teknik atau cara dimana opini pendapat bisa menggelinding menjadi sebuah kekuatan,” tandasnya.
Yanuar mengakui, keempat inspirasi itu bukan kunci sukses melainkan sebagai pondasi untuk terus bertumbuh. Sebab kesuksesan setiap orang punya ukurannya sendiri. Semisal orang yang sakit, ukuran kesuksesannya sembuh. Seorang pengangguran, ukuran suksesnya dapat pekerjaan. Kemudian orang yang punya utang, ukuran kesuksesannya lunas.
Begitu juga ukuran sukses seseorang yang menekuni dunia jurnalistik. Seorang wartawan sukses adalah wartawan yang produktivitas menulisnya tinggi. Kemudian, tulisannya diminati pembaca sehingga muncul istilah jurnalisme favorit.
“Tulisannya enak dibaca, renyah kalau itu diibaratkan makanan. Tulisannya ngalir dan tulisan tersebut mampu mengisi ruang pikiran dan batin pembacanya,” tutur Yanuar.
Seorang wartawan, lanjutnya, memiliki standar memberitakan sesuatu yang terjadi di masyarakat. Wartawan punya tanggungjawab untuk menerangi ruang-ruang gelap. Meski bukan lampu neon, setidaknya mampu menjadi senter kecil yang memancarkan secercah cahaya.
Untuk implementasi jurnalisme, Yanuar mengatakan, itu dikembalikan pada kreativitas masing-masing. Yang jelas, sebagai mantan wartawan, dirinya punya pandangan bahwa tulisan yang menarik itu yaitu tulisan yang membuat pembacanya merasa terinspirasi, tergerak bahkan sebagian merubah perilaku.
“Itulah yang sering kita sebut sebagai ‘The Power of Word’, kekuatan kata-kata. Sebetulnya, kata-kata itu jauh lebih kuat dari pedang. Dengan kata-kata kita bisa menusuk tanpa berdarah. Menangis tanpa harus menderita. Membuat bahagia tanpa menerima harta yang banyak,” terangnya.
Bahkan diakui Yanuar, sebagian perilaku dibangun akibat dari kata-kata. Orang tua kepada anaknya, dosen kepada mahasiswanya, ataupun guru kepada muridnya.
Contoh menarik, seorang tokoh berpengaruh di dunia yaitu Martin Luther King dengan slogannya ‘The Power of Dreams’. Ia banyak menginspirasi warga kulit hitam di Amerika untuk memiliki impian yang sama dengan ras kulit putih. Impian menjadikan imaginasi orang-orang untuk berubah.
“Jadi, kata-kata itu ujung tombak untuk melakukan perubahan. Jembatan kata-kata,” tegas Yanuar Prihatin, caleg incumbent DPR RI dari PKB.
Contoh lain Ahok sewaktu dulu hendak mencalonkan Gubernur DKI Jakarta. Ahok merupakan sosok terkenal, punya duit, punya jaringan kuat dan tokoh nasional. Namun karena kata-kata ia jatuh. Jatuhnya Ahok bukan karena kekurangan baliho.
“Itulah dahsyatnya kata-kata, bisa membangun diri dan juga bisa menenggelamkan. Nah, The Power of Word ini ada di dunia jurnalistik. Jurnalis punya kekuasaan, punya daya jangkau yang unlimited. Seorang politisi daya jangkaunya terbatas,” ungkapnya.
Seorang presiden, gubernur dan bupati menang pemilihan, terang Yanuar, bukan karena lembaga survei. Justru yang terdepan untuk menyukseskan itu adalah jurnalis alias wartawan.
“Jangan-jangan kita wartawannya juga gak menyadari hal itu,” ucap Yanuar sambil tertawa.
Agar pembaca mengakses tulisan wartawan, maka harus dibangun kepercayaan publik. Selanjutnya pembaca akan memberikan atensi dengan membaca ulang. Dari situ muncul peluang bagi pembaca untuk ikut menggemukkan iklan sehingga media jadi besar.
Setelah besar maka media tersebut bisa menjadi media yang berpengaruh pada banyak hal. Bukan hanya kepada pemerintahan atau politisi melainkan pula kepada pengusaha dan banyak hal lainnya. Hingga akhirnya akan menjadi media atau pondasi yang ikut membangun Kuningan.
Mengenai kesejahteraan, Yanuar memunculkan istilah baru yaitu Writerpreuneur. Maknanya, bagaimana berwirausaha dengan basis tulis menulis.
“Lebih sederhananya, bagaimana kemampuan tulis menulis ini menjadikan orang tersebut sukses,” pungkasnya. (deden)