KUNINGAN (MASS)- Sudah menjadi tradisi setiap lebaran selalu digelar hajatan, baik itu syukuran anak disunat atau pun menikah.
Pada kondisi tengah pandemi corona seperti itu banyak warga mengeluh karena harus banyak pengeluarkan. Sedangkan ekonomi belum stabil.
Saking banyaknya yang hajatan dalam satu hari bisa ada tujuh orang yang menggelar hajatan. Seperti yang terjadi di Desa Cijemit Kecamatan Ciniru.
“Nanti hari Senin yang menggelar hajatan ada 7 orang. Semua senin karena itu hasil perhitungan orang “pintar”,” ujar Iman salah seorang warga yang akan syukuran anak pertamanya disunat, Kamis (13/5/2021).
Ia menerangkan, sudah menjadi tradisi ketika akan hajatan harus bertanya kepada sesepuh atau yang dituankan. Meski beda “pananyaaan” tapi hasilnya sama harus hari Senin.
“Saya mengundang tidak banyak hanya 400 orang dari luar. Sedangkan, tetangga satu desa hamper semua,” jelasnya.
Terpisah, Nding Masku salah seorang Budayawan Kuningan menerangkan, hajatan yang saat ini selalu digelar oleh warga adalah hasil perumusan dua tradisi.
Tradisi itu adalah tradisi penanggalan jawa yang merupakan hasil peninggalan Hindu Budha. Sedangkan yang kedua adalah penanggalan Islam.
“Pada abad 14 ada perubahan dari jasanya para wali, dimana bulan baik untuk hajat yakni Syawal, Mulud dan Rayagung. Maka, sejak itu berulang sampai sekarang,” jelas Nding.
Sementara, Pengamat Sosial Budaya Dedi Ahimas mengaku, terlepas ada tradisi dari dulu. Hajatan pasca lebaran itu memang lebih realistis digelar oleh warga.
“Pasalnya, setiap beres lebaran sanak saudara selalu datang, maka hajatan akan lebih meriah. Dan terpenting uang masih ada karena tiap lebaran warga pasti punya uang,” jelasnya. (agus)