KUNINGAN (MASS) – Rencana Pemkab Kuningan menggelar open bidding pada jabatan tinggi pratama untuk jabatan sekda dan beberapa jabatan eselon 2 berpotensi memicu kegaduhan di kalangan ASN, terutama ditengah situasi politik yang semakin menghangat.
Pernyataan tersebut dilontarkan Anggota Fraksi Golkar DPRD Kuningan, Saw Tresna Septiani, Minggu (6/10/2024).
“Rencana open bidding yang diinisiasi Pj Bupati saat ini tidak tepat, meskipun ada kekosongan di sejumlah posisi dan memungkinkan secara aturan,” ujarnya.
Diterangkan, dalam Permendagri No 4 Tahun 2023 Tentang Pejabat Gubernur, Pejabat Bupati dan Pejabat Walikota; pasal 15 (2) mengatur larangan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh Pj Gubernur, Pj Bupati dan Pj Wali Kota dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu larangannya yaitu tercantum pada huruf a yaitu dilarang melakukan mutasi ASN.
Tresna menduga, Pj Bupati memanfaatkan Pasal 15 (3) sebagai dasar legitimasi untuk melakukan mutasi. Memang, imbuhnya, pasal tersebut memungkinkan untuk dilakukan mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu ‘Dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri’.
“Namun jika tidak ada kondisi sangat krusial maka tidak harus melakukan open bidding. Biarlah hal tersebut dilakukan oleh Bupati Definitif. Tugas utama Pj Bupati adalah menjaga kondusivitas jelang pilkada, bukan melakukan open bidding jabatan,” tandasnya.
Ia melanjutkan, Pj Bupati sifatnya sementara, hanya bertugas sampai pelantikan bupati terpilih usai pilkada. Mengambil kebijakan open bidding saat ini, menurutnya sangat tidak tepat untuk menjaga stabilitas politik selama proses pilkada.
Untuk menjaga kondusifitas pilkada, sambung Tresna, seorang Pj Bupati seharusnya fokus mengayomi seluruh pemangku kepentingan, baik itu masyarakat umum maupun ASN.
“Cukup perpanjang lagi jabatan sekda dan cukup tunjuk Plt untuk posisi yang kosong. Jangan ada kebijakan definitif yang justru bisa membuat para ASN nanti bekerja tidak nyaman setelah pilkada,” pintanya.
Pj Bupati disarankan olehnya agar berhati-hati terhadap masukan bawahannya. Ia berharap Pj Bupati mempertimbangkan kembali rencananya dan lebih fokus menjaga kondusivitas menjelang Pilkada 2024.
Sebaiknya, tambah Tresna, Pj Bupati mempertimbangkan dari segi lainnya. Dari segi etika pemerintahan yang harus dijunjung tinggi, pelaksanaan open bidding yang berbarengan dengan situasi pilkada tentunya tidak elok dilaksanakan.
“Masih banyak tugas PJ yang lain, dan dalam kesempatan ini pun saya mengingatkan Sdr. PJ Bupati, pada saat melantik PJ Sekda tanggal 9 Agustus 2024, beliau memberikan 7 tugas penting kepada PJ Sekda, sudah sejauh mana 7 tugas penting tersebut dilaksanakan terutama tugas dalam merumuskan dan memformulasikan program kegiatan yang realistis dan berorientasi pada penyehatan APBD Kabupaten Kuningan. Jangan sampai kondisi Kuningan yang sekarang gagal bayar malah menjadi gagal total,” tandasnya.
Selain itu biaya open bidding juga menurutnya besar, berkisaran di angka 200 sampai 300 jutaan. Sebab tim pengujinya harus yang bersertifikat A. Ia mengatakan, lebih baik uangnya dipakai untuk kepentingan lain yang lebih krusial.
Terlebih rencana open bidding ini membuat gaduh eselon II, memunculkan kecurigaan calonnya sudah dipersiapkan. “Saya mendoakan semoga PJ Bupati tidak terjebak pada situasi yang pragmatis,” ucapnya.
Jadi, tegas Tresna, yang ia sampaikan ini adalah terkait etika, nurani dan penghargaan pada bupati dan wakil bupati yang akan terpilih nanti, siapapun itu yang menjadi pilihan rakyat.
“Sdr Pj bupati kan setelah ada bupati dan wakil bupati definitif akan pulang meninggalkan Kuningan. Jadi jangan sampai ada kesan open bidding “dipaksakan” selanjutnya menimbulkan persepsi lain, yang pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan/bom waktu bagi bupati dan wakill bupati terpilih nantinya,” pungkas Tresna. (deden)