KUNINGAN (MASS) – Total Factor Productivity (TFP) adalah faktor utama yang menentukan seberapa efisien suatu negara dalam mengkonversi input produksi menjadi output ekonomi.
Dalam konteks Indonesia, TFP menjadi semakin relevan mengingat Bank Indonesia (BI) menghitung bahwa kontribusi produktivitas ini harus meningkat rata-rata menjadi 3,61% dari hanya 1,37% pada periode 2011-2019 agar ekonomi bisa tumbuh 8%.
Ini adalah tantangan besar karena sejarah pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima dekade terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan sering kali lebih banyak didorong oleh ekspansi modal dan tenaga kerja daripada oleh peningkatan efisiensi dan inovasi.
Indonesia telah menikmati pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam beberapa dekade terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 5% per tahun.
Namun, untuk mencapai 8% pada 2029, pemerintah harus melakukan reformasi struktural besar-besaran guna meningkatkan produktivitas di semua sektor ekonomi.
Tanpa dorongan signifikan terhadap TFP, target ini akan sulit dicapai, karena pertumbuhan berbasis ekspansi modal dan tenaga kerja saja tidak cukup untuk menopang laju ekonomi yang lebih cepat.
Apakah Pertumbuhan 8% Realistis pada 2029?
Jika kita melihat tren historis, mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun ke depan adalah target yang sangat ambisius.
Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia belum pernah secara konsisten mencapai angka tersebut, kecuali dalam beberapa periode ketika didorong oleh faktor eksternal seperti booming komoditas.
Dalam kondisi saat ini, terdapat beberapa faktor penghambat yang membuat target ini sulit dicapai.
Pertama, tren perlambatan produktivitas global juga mempengaruhi Indonesia.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, banyak negara menghadapi tantangan dalam meningkatkan efisiensi dan inovasi.
Indonesia tidak terkecuali, terutama dengan ketergantungannya pada komoditas dan industri berbasis tenaga kerja murah.
Kedua, daya saing industri manufaktur Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.
Padahal, industri manufaktur adalah salah satu sektor yang dapat mendorong produktivitas tinggi dan meningkatkan nilai tambah dalam perekonomian.
Tanpa peningkatan signifikan dalam adopsi teknologi dan efisiensi produksi, sulit bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Ketiga, investasi dalam riset dan pengembangan (R&D) masih sangat rendah.
Negara-negara yang berhasil meningkatkan produktivitas, seperti Korea Selatan dan China, berinvestasi besar-besaran dalam R&D dan inovasi teknologi.
Indonesia, sebaliknya, masih tertinggal dalam hal ini, baik dari segi anggaran negara maupun insentif bagi sektor swasta untuk melakukan inovasi.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 hanya akan bisa tercapai jika pemerintah secara serius melakukan reformasi kebijakan yang berfokus pada peningkatan TFP.
Tanpa reformasi tersebut, target ini berisiko menjadi sekadar ambisi tanpa realisasi yang nyata.
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah untuk Meningkatkan Produktivitas
Meningkatkan TFP bukanlah tugas yang mudah, tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil.
Pemerintah memiliki peran krusial dalam menciptakan ekosistem yang memungkinkan produktivitas meningkat.
Ada beberapa langkah penting yang bisa dilakukan untuk mencapai hal ini.
Pertama, reformasi sistem pendidikan dan pelatihan tenaga kerja harus menjadi prioritas utama.
Kualitas tenaga kerja yang rendah menjadi salah satu faktor utama rendahnya produktivitas di Indonesia.
Pemerintah harus memastikan bahwa sistem pendidikan tidak hanya menghasilkan lulusan dengan ijazah, tetapi juga tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri modern.
Vokasi perlu diberikan kepada mereka yang meskipun sudah melampaui usia sekolah harus tetap diberikan secara massal.
Kedua, adopsi teknologi dan digitalisasi di sektor industri harus dipercepat.
Revolusi Industri 4.0 telah mengubah cara dunia bekerja, dan Indonesia tidak boleh tertinggal. Pemerintah harus mendorong penggunaan teknologi di sektor manufaktur, pertanian, dan jasa untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.
Insentif fiskal bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi baru bisa menjadi salah satu cara untuk mempercepat transformasi ini.
Ketiga, perbaikan dalam birokrasi dan regulasi sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi bisnis.
Indonesia masih dikenal sebagai negara dengan regulasi yang kompleks dan birokrasi yang lambat.
Proses perizinan yang panjang, ketidakpastian hukum, serta hambatan dalam berbisnis menjadi penghalang bagi produktivitas.
Reformasi kebijakan yang mempermudah perizinan usaha, mempercepat investasi, dan mengurangi beban regulasi yang tidak perlu harus menjadi prioritas utama pemerintah.
Keempat, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan harus terus dilakukan.
Infrastruktur yang buruk sering kali menjadi penyebab rendahnya produktivitas, terutama dalam sektor logistik dan manufaktur.
Meskipun Indonesia telah mengalami kemajuan dalam pembangunan jalan tol, pelabuhan, dan bandara, masih banyak daerah yang belum terhubung dengan baik.
Peningkatan infrastruktur digital juga menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa seluruh wilayah dapat mengakses teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas.
Kelima, kebijakan yang mendukung inovasi dan riset harus diperkuat.
Negara-negara yang berhasil meningkatkan TFP selalu memiliki kebijakan yang mendukung investasi dalam riset dan pengembangan.
Pemerintah harus memberikan insentif bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam inovasi, baik melalui skema insentif pajak, kemudahan perizinan, maupun kemitraan strategis dengan universitas dan lembaga penelitian.
Indikator yang Harus Dicapai untuk Mendorong Ekonomi 8%
Agar ekonomi dapat tumbuh 8% pada 2029, beberapa indikator kunci harus dicapai.
Pertama, kontribusi TFP harus meningkat secara signifikan menjadi setidaknya 3,61%, seperti yang dihitung oleh BI.
Ini hanya bisa terjadi jika sektor-sektor produktif mengalami peningkatan efisiensi yang nyata.
Kedua, tingkat investasi dalam riset dan pengembangan harus meningkat secara drastis.
Saat ini, Indonesia hanya mengalokasikan sekitar 0,3% dari PDB untuk R&D, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara seperti Korea Selatan yang mencapai lebih dari 4%.
Untuk meningkatkan inovasi dan produktivitas, investasi ini harus meningkat setidaknya menjadi 1,5-2% dari PDB dalam lima tahun ke depan.
Ketiga, pertumbuhan industri manufaktur harus mencapai tingkat yang lebih tinggi.
Sektor manufaktur adalah salah satu pendorong utama produktivitas.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, kontribusi manufaktur terhadap PDB harus meningkat dari sekitar 20% saat ini menjadi setidaknya 25-30% dalam lima tahun ke depan.
Keempat, daya saing tenaga kerja harus ditingkatkan dengan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta meningkatkan keterampilan berbasis teknologi.
Jika saat ini mayoritas tenaga kerja masih berada dalam sektor informal dan memiliki keterampilan rendah, maka peningkatan keterampilan tenaga kerja harus menjadi fokus utama.
Kelima, investasi asing langsung (FDI) harus meningkat secara signifikan.
Untuk meningkatkan produktivitas, Indonesia harus menarik lebih banyak investasi berkualitas yang membawa teknologi dan keahlian baru.
Reformasi kebijakan investasi yang lebih ramah terhadap investor asing harus dilakukan untuk memastikan bahwa aliran modal yang masuk dapat berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas.
Yang Perlu Diutamakan
Meningkatkan TFP adalah satu-satunya jalan bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan.
Jika produktivitas tidak mengalami peningkatan signifikan, maka pertumbuhan ekonomi akan terus terjebak di angka 5% dan target 8% pada 2029 akan sulit tercapai.
Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkret, mulai dari reformasi pendidikan, percepatan digitalisasi industri, penyederhanaan regulasi, hingga peningkatan investasi dalam riset dan pengembangan.
Tanpa langkah-langkah ini, Indonesia berisiko kehilangan momentum dan tertinggal dari negara-negara lain yang lebih cepat dalam meningkatkan produktivitasnya.
Oleh karena itu, kebijakan berbasis produktivitas harus menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional ke depan.***
Achmad Nur Hidayat Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ