KUNINGAN (MASS) – Memang sangat dilematis dalam penanganan ASN, THL dan Honorer ini sebab disisi satu sangat diperlukan untuk mengerjakan hal-hal tertentu, disisi lain jika tidak efektif maka akan menjadi beban negara.
Jika dijadikan ASN maka akan menjadi beban yang lebih besar sehingga dengan jumlah ASN yang ramping akan lebih baik tapi dituntut untuk bisa lebih efisien. Tapi banyak juga ASN yang tidak punya keahlian dan aji mumpung sehingga diantara mereka banyak yang menyerahkan pekerjaannya kepada tenaga honorer dan THL padahal itu tugasnya.
THL dan Tenaga Kerja Honorer masih diperlukan terutama di bidang-bidang yang kekurangan SDM seperti tenaga pendidik dan kesehatan dan pekerjaan teknis lainnya.
Pemberdayaan THL dan Honorer dipekerjaan public services harus disesuaikan dengan pendapatan daerah. Karena kenyataannya di Kabupaten Kuningan dan banyak Kabupaten lainnya, anggaran belanja pegawai dan operasional mencapai 72% sedangkan untuk pembangunannya sendiri kurang dari 30%. Tentunya hal ini tidak berimbang dan beresiko terhadap mandek/lambatnya pembangunan daerah.
Pemerintah harus mencari sumber-sumber pendanaan lain untuk membiayai THL dan Honorer. Seharusnya pemerintah bisa mengoptimalisasi BUMD untuk bisa menghasilkan pendapatan yang bisa dipergunakan untuk membiayai THL dan Honorer tersebut. Hanya saja BUMD yang ada seperti PDAU belum bisa diandalkan untuk men-generate pendapatan daerah yang signifikan.
Disinilah perlunya kreativitas pemerintah dalam berinovasi dan membuat langkah-langkah strategis dalam mengoptimalisasi BUMD sehingga BUMD bisa menjadi ATM-nya Pemda untuk bisa membiayai THL dan Honorer.
Jika THL dan Honorer dirumahkan maka hal ini pun sangat beresiko meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan. Jika hal ini harus terjadi maka pemerintah harus jauh-jauh hari membuat langkah preventif dengan menciptakan berbagai lapangan kerja yang mampu menyerap mereka sehingga angka pengangguran dan kemiskinan tidak meningkat.
Pemerintah menciptakan banyak lapangan kerja melalui berbagai pelatihan-pelatihan guna mendorong tumbuhnya UMKM dan mengembangkan akses-akses permodalan untuk menciptakan pengusaha-pengusaha UMKM baru. Tentunya hal ini tidak boleh menunggu.
Semua ini akan sulit terwujud jika pejabat-pejabat yang ada tidak berorientasi kepada hasil dan progres yang berkelanjutan, dengan kata lain para pejabat hanya bekerja hanya untuk menggugurkan kewajiban selama menjabat saja tapi semuanya harus memulai dari awal saat pergantian jabatan.***
Penulis : Achmad Nur Hidayat | Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute