KUNINGAN (MASS) – Banyak yang tidak menyadari pemilih pada Pilkada Kuningan tahun 2024 ternyata didominasi kaum perempuan. Hal tersebut terlihat dari data hasil rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang berlangsung di 32 kecamatan se-kabupaten Kuningan, pada 29 hingga 30 November 2024.
Fakta itu diungkapkan mantan ketua KPU Kuningan periode 2018-2023, Asep Z. Fauzi, Selasa (3/12/2024). Asep mengatakan, dari total 441.958 pemilih perempuan yang masuk daftar pemilih tetap (DPT) terdapat 330.529 pemilih perempuan yang menggunakan hak pilihnya atau sekitar 74,78%.
Sedangkan untuk pemilih laki-laki dari total 450.002 yang masuk DPT hanya 253.404 saja yang menggunakan hak pilihnya atau sekitar 56,71%. Jika dihitung secara rinci, pemilih perempuan yang hadir ke TPS lebih banyak daripada pemilih laki-laki dengan selisih 77.125 pemilih.
Dikatakan Asep, tanda-tanda bakal munculnya dominasi pemilih perempuan sudah terihat sejak masa kampanye. Setiap jadwal kampanye berupa pertemuan terbatas maupun pertemuan tatap muka, pesertanya mayoritas kaum perempuan.
Terlebih, kata Asep, kehadirian sosok Tuti Andriani sebagi satu-satunya kontestan perempuan telah menjadi magnet tersendiri. Dia tampil sebagai sosok perempuan yang supel dan energik, mendampingi Bupati terpilih yang kenyang pengalaman di dunia birokrat, Dian Rachmat Yanuar.
“Jadi harus dicatat, the power of emak-emak sudah menunjukkan tajinya. Padahal di DPT pemilih laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Faktanya, pemilih perempuan jauh lebih antusias datang ke TPS daripada laki-laki. Harus diakui, meski tim sukses mayoritas laki-laki, tapi pemilih perempuan telah tampil sebagai pelaku utama yang melegitimasi nilai elektoral di Pilkada Kuningan,” ujarnya.
Mantan Ketua KPU Kuningan yang biasa dipanggil Asfa ini memprediksi, jika dilihat secara keseluruhan tingkat kehadiran pemilih pada pilkada Kuningan tahun ini di kisaran 65%, menurun jika dibanding pilkada tahun 2018 yang mencapai 71,40%. Namun ternyata jika merunut ke belakang tingkat partisipasi pemilih pilkada sekarang malah lebih baik dibanding pilkada tahun 2013 dan tahun 2008.
“Pada Pilkada tahun 2013, tingkat kehadiran pemilih di TPS hanya 64,09%. Sedangkan pada Pilkada 2008 hanya 63,04%,” ungkanya.
Ditegaskan Asep, data yang ia ambil dari form model D.Hasil Kecamatan-KWK Bupati/Walikota se-Kabupaten Kuningan itu menarik untuk dianalisis. Pasalnya, ada banyak faktor yang menyebabkan turunnya angka partisipasi pemilih, mulai dari faktor administratif, teknis, politis, hingga ideologis.
Namun di sisi lain, hari H pencoblosan di tanggal tua sangat tidak menguntungkan bagi kaum laki-laki. Mereka sulit hadir ke TPS karena harus banting tulang mencari nafkah untuk keluarga di tanah rantau.
“Orang Kuningan banyak perantau. Mereka nyari nafkah untuk menghidupi keluarga, sementara jadwal nyoblos di TPS di tanggal tua. Padahal umumnya uang penghasilan baru diterima di awal bulan. Mereka mau tidak mau haru berhitung ekonomis, sebab untuk bisa mudik dari luar kota di akhir bulan itu memang berat,” ujarnya.
Pada sisi yang lain, dia juga tidak membantah jika peran KPU beserta jajarannya sangat menentukan dalam melakukan sosiasasi dan pendidikan politik kepada pemilih. Terlebih anggaran untuk itu sudah disediakan.
Namun dalam pandangannya, KPU saat ini terlalu sibuk dengan urusan diluar tahapan teknis elektoral. Mulai dari urusan ‘sisir’ dan ‘parfum’ hingga urusan lain yang menurutnya tidak substantif.
“Setelah tahapan Pilkada selesai, KPU Kuningan harus segera melakukan evaluasi secara komprehensif. Sampaikan kepada KPU RI, ke depan hari H pencoblosan itu jangan di akhir bulan, di awal bulan saja supaya perantau di luar kota punya bekal untuk pulang,” pesannya. (eki)