KUNINGAN (MASS) – Munculnya pendapat hukum kaitan dengan artikel opini yang ditulis Dadang Abdullah, membuat seorang pengacara senior, Hamid SH MH angkat bicara.
“Maaf disini kami tidak masuk pokok persoalan, hanya meluruskan atas legal opinion/pendapat hukum (salah satu LBH),” ujarnya mengawali pernyataan, Kamis (8/6/2023).
Disitu disebutkan bupati selaku tertuduh disarankan untuk melakukan klarifikasi ke KPK. Ia mempertanyakan dasar hukum (basic theori) Bupati Kuningan Acep Purnama sebagai tertuduh disarankan untuk melakukan klarifikasi ke KPK.
“Seolah-olah persoalan ini sudah dilaporkan ke KPK, ada bahasa bupati sebagai tertuduh atau terdakwa,” jelas Hamid.
Begitu juga soal ‘bupati merasa difitnah’ yang berakibat pada munculnya niatan bupati hendak melaporkan Dadang ke polisi.
Hamid menjelaskan, tindak pidana Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP tergolong tindak pidana delik aduan (Klacht delict). Delik selaku korban sudah membuat laporan polisi melaporkan orang yang diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Bab XVI Pasal 310, dan atau Pasal 311 KUHP ke pihak kepolisian Negara RI.
“Dalam sistem peradilan pidana (Criminal justice system) terdapat alur hukum tindak penyelidikan dan tindak penyidikan oleh Kepolisian Negara Repuplik Indonesia. Kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal 110 ayat (4) KUHAP penyidikan dianggap telah selesai dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau sudah P.21 (istilah di kejaksaan),” paparnya.
Jika sudah P.21, sambung Hamid, maka penyidik menyerahkan berkas perkara dan barang bukti berikut tersangkanya. Kemudian Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan (Pasal 143 KUHAP), dan melimpahkan perkaranya ke Pengadilan untuk diperiksa dan diadili.
“Agenda sidang pertama Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaan. Didalam persidangan orang yang didakwa diduga melakukan tidak pidana, Legal Standingnya sebagai Terdakwa bukan sebagai Tertuduh (Pasal 1 angka 24 KUHAP),” jelasnya. (deden)