KUNINGAN (MASS) – Saat itu, tepatnya di Tahun 1990, ketika Saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Pemilu menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Sebuah Pesta demokrasi yang dinanti-nantikan, dan peran pers pun sangat menentukan sebuah kesuksesan didalamnya.
Segaris dengan pesan UU Pers No.40 tahun 1999, UU Pers sendiri dengan tegas menyatakan pers berazaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, supremasi hukum, dan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Yang dimaksud kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara disini adalah, pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Peranan media massa salah satu fungsinya seperti fungsi informasi, fungsi menyalurkan aspirasi rakyat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat dan koreksi yang konstruktif. Dalam artian, pers bebas menghormati peranan tersebut, dengan menolak semua tekanan dari berbagai aspek, seperti pemerintah, pemasang iklan, dan kepentingan kelompok khusus dalam masyarakat atau yang memiliki persekutuan partai politik atau golongan tertentu.
Tidak bisa dipungkiri, efek transformasi digital, masyarakat saat ini sulit membedakan mana media massa, mana media sosial?, bahkan tidak sedikit media massa yang terjebak dengan asyiknya suguhan running teksnya media sosial, lupa kalau itu adalah isu yang harus dikonfirmasi, dan konfirmasi adalah salah satu etika jurnalis yang harus dikedepankan. Mereka terlalu asyik dengan luapan pengunjung yang beruntun karena beritanya berhasil naik di peringkat atas platform digital.
Pemilu adalah zona rawan konflik. Disinilah kerasnya berbagai kepentingan, pemangku kepentingan juga merasa haus dengan media massa, merasa kangen dengan wartawan, mereka akan mencari wartawan, dimanapun wartawan itu berada. Saat dikangenin itulah, sebenarnya peran wartawan diuji, harus menentukan pilihan yang mungkin ‘dilematis’. Penggiringan opini dalam hal tersebut, bisa saja terjadi. Media massa harus bisa tegak lurus dalam prinsip keseimbangan, proporsional dan independent.
Memainkan Peran Pers Itu Sangat penting
Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanudin, Andi Alimudin Unde, Pers seperti media “fit and proper tes” nya para calon legislatif dan calon presiden, karena pers bisa menyuguhkan kualitas calon secara langsung kepada publik. Pers bisa menyuguhkan calon secara utuh, seadanya, tanpa adanya intrik karena kepentingan tertentu, dan semua calon yang manggung mempunyai hak yang sama, karena pers sebagai alat legitimasi yang demokratis.
Salah seorang anggota Dewan Pers yang juga Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur, Atmaji Sapto Anggoro, mengatakan, pers bisa menjadi salah satunya pemeliharaan dan penguatan kohesi sosial nasional ditengah dinamika tahun-tahun politik. Akan tetapi, pilihan politik dalam kontestasi yang sebenarnya wajar dalam upaya menghasilkan pemimpin yang terbaik untuk masa depan, sering terjadi gesekan. Bahkan kenyataannya saat ini menghasilkan polarisasi dalam masyarakat.
Saat zona rawan konflik di kancah Pemilu tiba, Dewan Pers selalu menghimbau dan mengingatkan supaya posisi media massa kembali ke khitah, tidak melupakan ruh yang sebenarnya. Kerap ditegaskan, pers harus bisa menghindari perbenturan kepentingan (conflict of interest) dan pelanggaran prinsip etika jurnalistik. Sejumlah kekhawatiran pun muncul menyangkut kesiapan wartawan, apakah mereka akan ideal membantu menyukseskan Pemilu?, sesuai amanat UU Pers No. 40 Tahun 1999, UUD 1945?, atau apakah mereka justru terjebak dengan permainkan konflik para pemangku kepentingan.
Serangan platform digital saat ini yang menjanjikan rupiah dan dolar ketika rating berita berada diurutan teratas menyebabkan media massa seperti diujung harapan ‘ekonomi’. Tidak sedikit yang menyuguhkan informasinya tidak seimbang, karena kepentingan harapan ekonomi ternyata lebih menggiurkan. Belum lagi kompetitor dari para konten creator yang bisa menyerupai gaya jurnalis. Ini adalah tantangan tersendiri bagi perusahaan media massa untuk membekali jurnalisnya secara kualitas dan kesejahteraannya, supaya para jurnalis pun tetap berada pada garis kepentingan masyarakat di saat Pemilu 2024 ini, dan produk yang dihasilkan oleh jurnalis pun adalah produk literasi yang berkualitas.
Peran media sangat penting dalam menjaga pola hubungan antar anak bangsa. Salah satu yang bisa membantu terciptanya kehidupan demokrasi yang baik dalam menjaga dinamika politik di masyarakat adalah media massa. Ketika media massa memainkan perannya sebagai pemersatu, maka akan bersatu. Begitupula sebaliknya, ketika media massa memerankan dirinya sebagai provokator, maka berpecahbelah-lah suatu bangsa.
Memainkan peran itu sangat penting. Apakah sebagai konsep reporter netral yang mengacu pada gagasan pers sebagai pemberi berita, penapsir dalam hal ini pers menempatkan diri sebagai saluran atau cermin. Kedua, the traditional fourt estate dalam artian pers sebagai wakil publik, pengkritik pemerintah, pendukung kebijakan/pembuat kebijakan?. Posisi ini tidak bisa dimainkan dua-duanya, karena tidak bisa melayani dua majikan.
Ketua Dewan Pers Periode 2022-2025, Nunik Rahayu, mengungkapkan jika kebebasan pers di Indonesia sudah demikian bebasnya, sehingga apa saja bisa diberitakan di media. Saat ini, menurutnya, tidak cukup memperjuangkan pers yang bebas, tetap lebih dari itu, yakni bagaimana menjadi pers yang bertanggungjawab. Karena seorang jurnalis (pers) bukan sekedar mengejar kepuasan sendiri dan kelompok tertentu, namun seorang jurnalis pun harus bisa menjadi seorang yang bertanggungjawab terhadap hal apapun yang dilakukannya.
Selamat Hari Pers Nasional (HPN) 2023, semoga Pers Indonesia tetap berada dalam kebebasan demokrasi yang bermartabat dan bertanggungjawab. ***
Penulis : Nunung N. Khazanah, S.IP (Ketua PWI Kabupaten Kuningan)