KUNINGAN (MASS) – Berpacaran merupakan langkah untuk dapat saling mengenal pasangannya sebelum menuju jenjang yang lebih serius yaitu menikah. Salah satu permasalahannya yang ditimbulkan dari hubungan ini yaitu adanya tindak kekerasan terhadap pasangan.
Kekerasan dalam berpacaran ini bisa di klasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu kekerasan dalam bentuk Fisik dan kekerasan dalam bentuk Psikis. Contoh dari kekerasan Fisik seperti pemukulan, penyiksaan, penganiayaan atau tindakan lain yang bisa menimbulkan luka pada bagian tubuh. Sedangkan kekerasan psikis yaitu tindakan yang bisa menyebabkan trauma pada pasangan, seperti dikhianati, ingkar janji, tindakan penipuan dan sebagainya. Dalam hal ini biasanya perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam berpacaran.
Berbeda dengan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam berpacaran ini jarang menjadi sorotan. Dikarenakan pandangan masyarakat yang menyatakan jika tindak kekerasan itu terjadi akibat ulah dari berpacaran dan pola hidup pergaulan bebas. Sehingga bila tindakan kekerasan terjadi dimaknai dengan hal wajar. Padahal jika dilihat dengan seksama, kekerasan dalam berpacaran ini sama-sama memberi efek negatif terhadap korban yaitu rasa trauma mendalam pada korban dan juga luka fisik permanen jika kekerasan terjadi.
Hal ini dapat membuat tekanan batin dan memudarnya rasa percaya diri untuk dapat berbaur dengan lingkungan sosial. Menutup diri dari banyak orang biasanya cara mereka melupakan hal negatif yang terjadi.
Menurut CATAHU (Catatan Tahunan) Komnas Perempuan Tahun 2019, dalam ranah privat/personal menunjukan tren yang penting. Berdasarkan laporan kekerasan yang diterima mitra pengada layanan, terdapat angka kekerasan dalam berpacaran yang meningkat dan cukup besar yaitu sebanyak 2.703 Kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yaitu 5.114 Kasus.
Dalam ranah privat/personal ini, presentasi tertinggi adalah kekerasan fisik 41% (3.951) kasus. Diikuti kekerasan seksual 31% (2.988) kasus, kekerasan psikis 17% (1.638) kasus dan kekerasan ekonomi 11% (1.060) kasus.
Dari data yang telah tertera diatas maka dapat disimpulkan jika tindakan kekerasan dalam berpacaran ini tidak dapat disepelekan, perlu adanya penanganan lebih lanjut agar kekerasan seperti ini tidak mengalami peningkatan pada tahun selanjutnya.***
Penulis: Sri Melynda
Mahasiswa Universitas Islam Kuningan