JAKARTA (MASS) – Hasil survei nasional bertajuk “Evaluasi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran”, yang mencatat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah berada di angka 69,5 persen atau kategori moderat.
Dilakukaan oleh Algoritma Research and Consulting yang merupakan lembaga riset independen dengan fokus pada survei opini publik, penelitian elektoral, dan kajian kebijakan publik. Sejak berdiri, Algoritma telah menjadi mitra strategis bagi lembaga pemerintah, partai politik, dan organisasi masyarakat sipil dalam menyediakan data berbasis evidensi untuk pengambilan keputusan.
Survei, dilakukan terhadap 1.219 responden di 38 provinsi pada 22 September–2 Oktober 2025, dengan margin of error ±2,81% dan tingkat kepercayaan 95%, menggunakan wawancara tatap muka berstruktur.
Hasil survey tersebut juga mengungkap kesenjangan tajam di kalangan masyarakat terdidik dan berpengetahuan tinggi (well informed person) dengan tingkat kepuasan hanya 44,7 persen. Temuan itu menunjukkan adanya sikap kritis dari kelompok berpendidikan yang menuntut bukti konkret atas janji politik pemerintahan Prabowo–Gibran.
Menurut Aditya Perdana, Direktur Eksekutif Algoritma, hasil itu menandakan pemerintahan masih menghadapi tantangan dalam meyakinkan kelompok kritis.
“Publik masih memberi waktu bagi pemerintahan Prabowo–Gibran untuk membuktikan kinerjanya. Namun kalangan terdidik lebih berhati-hati dan menunggu bukti nyata, bukan sekadar retorika,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Menurut Algoritma, tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran merupakan fase konsolidasi dan pengujian legitimasi publik. Pemerintah dinilai berhasil menjaga stabilitas politik dan memperkenalkan program populer, namun masih ditantang untuk membuktikan efektivitas kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan nyata.
“Pemerintah perlu menyeimbangkan antara politik populisme dan tata kelola berbasis hasil. Publik tidak menolak kebijakan populis, tetapi mereka ingin melihat dampak nyatanya,” kata Aditya.
Dari seluruh program prioritas, Makan Bergizi Gratis (MBG) muncul sebagai program paling dikenal publik dengan tingkat popularitas 63,2 persen, jauh melampaui program Koperasi Merah Putih (27,9 persen) dan Sekolah Rakyat (22,5 persen).
Meski begitu, tingginya ekspos media terhadap MBG juga dibarengi dengan munculnya pemberitaan negatif, seperti kasus keracunan, pengelolaan dapur yang buruk, serta penolakan sejumlah sekolah dan orang tua siswa terhadap pelaksanaannya.
Fajar Nursahid, Direktur Riset dan Program Algoritma, menilai MBG menjadi simbol paling kuat dari pemerintahan Prabowo–Gibran sekaligus tantangan terbesar dalam menjaga legitimasi publik.
“Program populis masih efektif menarik perhatian, tetapi pelaksanaannya harus dikawal ketat agar tidak menjadi beban politik di masa depan. Popularitas tinggi tidak otomatis bermakna keberhasilan. Pemerintah perlu memastikan kualitas pelaksanaan di lapangan dan membangun kepercayaan public,” terangnya.
Pada aspek ekonomi, pengangguran (49 persen) masih menjadi persoalan utama masyarakat, disusul ketimpangan upah (27,2 persen) dan pajak tinggi (15,3 persen). Keluhan terbesar warga, yaitu mahalnya harga sembako (62,1 persen) dan pupuk (22,8 persen).
Sementara dalam sektor tata kelola, publik menempatkan pemberantasan korupsi (36,4 persen) sebagai prioritas utama, diikuti isu tebang pilih penegakan hukum (17,7 persen).
Aditya Perdana menegaskan, temuan itu menunjukkan ekspektasi publik yang tinggi terhadap perbaikan struktural, bukan hanya pada program populis.
“Jika pemerintah gagal menjawab isu pengangguran dan korupsi secara konsisten, kepuasan publik bisa menurun cepat pada tahun-tahun berikutnya,” tuturnya. (argi)
