KUNINGAN (MASS) – Sudah tinggal 21 tahun lagi, Indonesia menghadapi bonus demografi dan mencanangkan di tahun 2045 sebagai “Indonesia Emas”. Indonesia Emas tertuang dalam Rencana pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 sebagai negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur.
Guna mewujudkan cita-cita Indonesia Emas. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi unsur paling penting dalam pondasi tersebut. Salah satu diantaranya Sumber Daya Manusia (SDM) tingkat Desa/Kelurahan. Menurut data BPS yang mendominasi petani di Indonesia oleh generasi X, rata-rata umur 55 tahun. Sedangkan generasi Z masih dapat dihitung jari. Artinya, kekhawatiran dalam melanjutkan estafet pertanian di Indonesia masih sangat tinggi. Kecemasan untuk 15-20 tahun ke depan seberapa banyak generasi Z yang memilih profesi menjadi petani?
Seperti yang terjadi di Desa Padamatang, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Pelaku usaha tani komoditas padi sawah, baik generasi Z maupun generasi Milenial tidak ada satu orang pun yang memilih profesi sebagai petani. Hal ini menjadikan kegelisahan 10-15 tahun mendatang. Membangunan kesadaran SDM dalam menghadapi persoalan ini, harus menjadi perhatian penting bagi semua elemen. Baik itu masyarakat, pemerintah desa, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat.
Berbagai gagasan untuk meningkatkan kesadaran generasi milenial sudah marak di lakukan, seperti yang di selenggarakan oleh pemerintah Jawa barat yaitu “PETANI MILENIAL”. Namun, pada pelaksanaannya masih banyak tantangan dan rintangan. Salah satunya seperti sosialisasi kepada masyarakat sampai dengan pembinaan yang belum secara masif di selenggarakan dengan baik.
Problematika dalam pertanian masih sangat banyak, mulai dari modal pokok produksi yang besar di karena kan harga pupuk non subsidi yang sangat mahal, sampai harga jual dari petani ke tengkulak yang cenderung rendah. Hal ini merupakan pokok persoalan yang membuat para generasi Milenial maupun generasi Z tidak tertarik memilih profesi pertanian.
Gagasan petani mandiri menjadi solusi yang tepat dalam menghadapi persoalan seperti ini. Melalui konsep “back to nature” kembali ke alam atau kembali ke bahan-bahan organik, menjadi jawaban dalam persoalan pupuk kimia yang sangat mahal.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mendorong pertanian organik, karena harga jual hasil pertanian organik yang lebih tinggi dibandingkan hasil pertanian non organik, tentu hal ini akan menjadi ketertarikan. Keadaan di lapangan komoditas pertanian padi, harga jual padi non organik hanya sekitar 4-6 ribu rupiah per kilogram sedangkan harga beras sekitar 9-12 ribu rupiah per kilogram. Sementara, untuk harga beras padi non organik sekitar 10-12 ribu rupiah dan harga beras padi organik sekitar 25-30 ribu per kilogram.
Gagasan ini diperkuat hasil diskusi dengan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan Dr. Wahyu Hidayah, M.S.i,. Selasa 25 Juni kemarin, di kantor Diskatan Kabupaten Kunjungan. Diskusi ini berawal dari tulisan opini yang berjudul “Ratap Tangis Para Petani” yang mempersoalkan tentang adanya uang tebusan terhadap bibit padi bantuan. Dalam diskusi yang dihadiri beberapa elemen salah satunya ada perwakilan dari perangkat desa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pembagian bibit padi.
Persoalan uang tebusan yang diperuntukkan bibit padi gratis tersebut di klarifikasi oleh perwakilan perangkat desa, yang mana uang tebusan itu sebagai uang kas untuk kelompok tani. Nantinya akan di proyeksikan untuk keberlangsungan kelompok tani tersebut, seperti renovasi irigasi dan lain-lain. Tidak ada sangkut paut dengan diiskatan kuningan. Hal ini merupakan suatu kemandirian dari para petani terhadap keberlangsungan pertanian di daerahnya, namun pengawalan harus tetap masif di pantau guna memastikan penyaluran dana kas kelompok tersebut.
Setelah klarifikasi selesai, perbincangan akan adanya gagasan petani mandiri mulai di diskusikan. Diskusi tersebut menghasilkan lampu hijau dari Kadiskatan. Yang mana Kadiskatan Wahyu Hidayah sangat membenarkan gagasan tersebut sebagai jawaban atas persoalan keadaan pertanian sekarang. Walaupun dalam pelaksanaannya butuh waktu 5-10 tahun, gagasan ini harus di perjuangkan dengan semestinya. Secara kolektif kolegial antara pemerintah dan masyarakat, insyaallah gagasan petani mandiri akan terealisasikan.
Tanpa adanya perjuangan gagasan hanyalah bualan semata, maka dari itu mari kita bersama-sama mewujudkan gagasan petani mandiri, membawa kembali marwah kesejatian para petani. Bagi siapa pun yang mau bergabung dalam komunitas mewujudkan gagasan petani mandiri bisa langsung menghubungi nomor kontak di bawah ini.
Penulis : Muhamad chaerul Rahman
Aktivis pertanian Kuningan Utara
Anak Macan Telaga (082115801456)