KUNINGAN (MASS) – Usianya sudah lebih dari 76 tahun, rambutnya memutih meski tak terlalu nampak karena tertutup topi. Seusianya, mungkin yang ada di pikiran kebanyakan orang adalah renta, tapi tidak dengan Kakek Warpan (76). Hampir setiap hari ia masih harus jalan kaki berjam-jam dengan beban belasan sampai puluhan kilo di pundaknya.
Nampaknya bukan karena mengisi luang semata, lebih ke tuntutan ekonomi dan harus bertahan hidup mandiri. Warpan, kesehariannya adalah berjalan kaki menjajakan jajanan bandros dari Benda Kecamatan Luragung. Biasanya, ia berjalan sampai ke Oleced, naik angkot, dan jalan lagi di sekitaran Sindangagung – Ancaran, bahkan sampai Kasturi.
“Tilu jam, sok dugi Oleced, megat mobil Ciawi, da ai ti Luragung mah teu aya angkot ka Ancaran (Tiga jam jalan kaki sampai Oleced, nyari angkot ke Ancaran),” kata Warpan kala bercerita ke Kuninganmass.com baru-baru ini,
Dari Benda, ia biasanya berangkat menjelang Subuh. Seharian ia menjajakan bandros dari pemukiman ke pemukiman. Warpan bercerita, biasanya ia selesai berjualan sekitar pukul 5 atau 6 sore, dan tiba di rumah sekitar pukul 8 malam.
Dalam sehari, kata Warpan, untung bersih jualan bandros yang dibawanya ke rumah sekitar Rp 15 – 25 ribuan saja. Sangat kecil jika dibanding tenaga yang sudah keluar. Uang hasil jualannya itu, kini memang hanya dirasakan oleh diri sendiri. Warpan tak punya keluarga, istri sudah meninggal sejak tahun 2004 lalu.
Tidak hanya tak punya keluarga, Warpan juga mengaku tak punya harta lain. Gubug yang ditempatinya, kata Warpan, adalah bangunan yang dibuatkan oleh desa.
Soal moment lebaran yang baru saja dilewatinya, lelaki 76 tahun itu mengaku tak bisa menikmatinya seperti yang lain. Kadang ia menangis, tak ada keluarga hangat yang membersamainya saat hari raya. Meski begitu, ia bersyukur diberi umur panjang dan kesehatan serta kekuatan sampai saat ini.
“Saleresna sangsara, ngan dipasih kanikmatan sehat wungkul, sanes bobohongan lah sanes ngawonkeun. Tapi najan
sangsara, kana shalat mah, shalat. Shalat hajat, shalat duha, mudah-mudahan sangsara di alam dunia, bagja di akhirat. (Sebetulnya mah kondisi hidup sengsara, tapi diberi kesehatan. Meski sengsara, insya allah shalat terjaga, mudah-mudahan sengsara di dunia bisa bahagia di akhirat),” kata Warpan.
Selama menjajakan bandros, ia mengaku banyak yang berbaik hati padanya. Entah makanan atau lainnya, kadang ada saja orang yang memberikan pada Warpan secara percuma.
Di akhir obrolan yang cukup lama itu, Warpan disinggung bantuan pemerintah seperti bansos dan lain sebagainya. Ia mengaku bukan penerima, meskipun ia berharap mendapatkannya. (eki)
