KUNINGAN (MASS) – Akademisi asal Maleber yang mengenyam pendidikan di Universitas Gunadarma, Balaguna, mengatakan adanya degradasi proses demokrasi era Jokowi.
Hal itu, kata Balaguna, terlihat dar perbagai laporan dan analisis dari lembaga pemantau demokrasi, menunjukan penurunan indeks kebebasan di Indonesia.
“Kondisi bangsa ini sekarang mengkhawatirkan tentang pembatasan kebebasan sipil dan penegakan hukum yang cenderung diskriminatif. Sangat perlu, adanya refleksi serius terhadap hal tersebut,” ujarnya, Sabtu (3/2/2024).
Ia kemudian menyoroti integritas pemilu dan degredasi demokrasi yang saat ini disorot masyarakat luas. Persepsi publik terhadap peluang kecurangan yang mungkin terjadi semakin berkembang, yang dapat mengikis kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi dan legitimasi pemerintah.
“Belum lagi, artikel yang diterbitkan oleh The New York Times, The Guardian, dan The West Australian beberapa pekan lalu, hal ini karena menyoroti perkembangan demokrasi di indonesia. Sebab, Media luar khawatir dengan fenomena demokrasi di indonesia yang terjadi akhir-akhir ini,” ujarnya.
Ia juga kemudian mengulas soal politik dinasti pada era Jokowi yang dianggap sangat berdampak terhadap proses demokrasi di indonesia, terlebih soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memicu kontroversial dari berbagai pihak, khususnya kalangan masyarakat bawah.
Ia mengungkapkan keprihatinan serius ini mengenai soal krisis nya konstitusi yang tengah melanda indonesia saat ini. Balaguna meyakini bahwa politik dinasti yang di lakukan Jokowi ini semata-mata untuk melanjutkan pemerintahan-nya melalui anggota keluarganya sendiri, sehingga ini menjadi potensi besar atas merusaknya landasan demokrasi bangsa ini kedepan.
Dikatakan, perhatian ini muncul setelah di terima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atas Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 yang di anggap sarat dengan praktik Nepotisme.
“Dalam konteks ini, sudah jelas bahwa Jokowi di duga kuat terlibat dalam putusan tersebut, sehingga memicu kontroversi. Yang semakin meyakinkan nya lagi adalah keterlibatan salah satu hakim konstitusi, Anwar Usman, yang memiliki hubungan kekerabatan/keluarga dengan Jokowi,” sebutnya.
Hal ini, lanjutnya, membuat muncul dugaan dari berbagai stake holder, atas dugaan kuat bahwa putusan MK tersebut ditujukan untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan dalam pilpres 2024.
Balaguna mengungkapkan dampak serius ini akan terus timbul apabila situasi seperti ni dibiarkan terus berlarut. Ini bisa beresiko hancurnya prinsip demokrasi yang berlandaskan atas dasar rasionalitas bangsa kedepannya.
Menurutnya, demokrasi seharusnya dibangun berdasarkan pertimbangan rasionalitas, bukan semata-mata hubungan kekeluargaan atau keturunan.
Dalam sistem saat ini sangat memungkinkan bahwa pengambilan keputusan terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka didasarkan pada ikatan keluarga, bukan berdasarkan pertimbangan kompetensi dan kualifikasi yang rasional.
Dengan perdebatan terkait Politik Dinasti dan Degredasi-nya Proses Demokrasi pada Era Jokowi yang semakin memanas, kata Balaguna, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga prinnsip demokrasi rasional dan menjalankan proses Pemilu yang jujur dan adil (Jurdil).
Balaguna menegaskan, apa yang terjadi saat ini di Indonesia adalah politik dinasti, dimana para elit bergerak semata-mata demi kepentingan pribadi mereka, tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat secara menyeluruh dan dampaknya pada politik masa depan.
“Sebab, langkah-langkah politik yang akan di ambil akan sangat memengaruhi masa depan demokrasi di Indonesia,” tururnya. (eki)