KUNINGAN (MASS) – Ketua PB Persatuan Guru Madrasa (PGM) Heri Purnama menyoroti gonjang-ganjing isu berita amoralitas ASN di ruang lingkup Kabupaten Kuningan. Menurutnya, persoalan amoralitas ini merupakan persoalan serius.
“Saya pribadi mendengar gonjang-ganjing berita itu ASN selingkuh, bahkan Pejabat selingkuh atau amoral, saya kira itu persoalan serius, bukan main-main Apalagi dihubungkan Kuningan Kabupaten Agamis, Kuningan MAJU (Mandiri Agamis Pinunjul Berbasis Desa),” ujarnya, Selasa (2/11/2021) sore.
Konsekuensi sebagai kabupaten yang menamakan diri agamis itu, berarti semua SKPD-nya harus memiliki moral yang baik sebagai pembantu Bupati untuk merealisasikan Kuningan MAJU.
“Apalagi ASn itu pejabat publik, garda erdepan pelayanan publik termasuk contoh dan edukasi, jika secara pribadi tidak memiliki moral, ini jadi persoalan serius,” sebutnya.
Adapun, belakangan memang isu amoralitas ASN mencuat setelah sebelumnya diisukan menimpa pejabat setingkat eselon 2 (Kadis). Belakangan, ada juga laporan ASN dan THL.
“Kalo mislanya ketahuan ada buktinya, kita eksekusi, kalo gak ada bukti bisa jadi fitnah yang bersangkutan harus klarifikasi atau class action, kalo tidak publik akan meng-generalisir benar. Kalo kesan publik sudah seperti itu, Bupati harus tindak tegas,” ucapnya.
Menurutnya, saat pejabat tidak klarifikasi secara clear, makanharus ditegaskan pejabat diatasnya. Bisa sekda atau langsung Bupati.
“Kalo lihat tradisi barat, kalo terkena isu korupsi atau moral, mereka mundur. Itu konsekuensi logis dari jabatan publik. Pejabat publik bukan milik dia, milik rakyat Kuningan bukan pribadi. Kalo publik mengesankan begitu (isu amoral) ya harus diclearkan terlebih dahulu,”imbuhnya.
Harusnya, kata Heri, segera dibuat langkah-lagkah yang menentukan ini terbukti atau tidak. Harus ditanggapi serius dan jangan sampai jadi hola liat tidak tahu ujungnya.
“Ini jadi cemoohan publik. Sudah banyak sekali saya bertemu temen-temen yang mengolok-olok ini. Bupati dan wabup tanggapannya normatif, tidak menyelesaikan. Yang bersangkutan harus klarifikasi, kalo benar ya harus save karena ini kabupaten agamis.
Kalo gak bener, harus ada class action siapa yang pertama kali nyebar isu ini. Kan mencemarkan nama baik,” tegasnya.
Secara pribadi, terlepas dari percaya atau tidak, Heri sendiri mengaku tidak percaya.
Heri berfikir, pejabat yang bersangkutan tidak berbuat demikian karena punya kehormatan yang harus dijaga. Meski begitu, harusnya di-clearkan dulu.
Kala ditanya perihal beda sikap BKPSDM soal dua kasus amorali antara ASN-THl dan Eselon 2, Heri mengaku tidak tahu persis soal mekanismenya.
“Kalo yang ASN biasa kan emang dilaporkan istrinya, (eselon 2 ini) adakah yang melaporkan ? Ini harus dibuktikan terbukti atau tidak, jangan sampai ini jadi isu murahan,” ujarnya.
Meski tidak tahu persis mekanismenya, Heri juga mempertanyakan balik, apakah memang nunggu laporan dulu ? Padahal sudah berkembang isunya, bukankah harusnya mengambil langkah ?
“Tapi saya tidak tahu, prosedurnya harus laporan dulu baru dipanggil atau tidak. (Isu amoral) ini sudah kemana-mana, telinga saya sampe panas. Sudah jadi olok-olok. Ini bukan hanya menyangkut marwah kepala dinasnya, tapi juga Bupati ketika ada anak buahnya melanggar moral,” tegasnya.
PGM Soroti Kadisporapar ‘Tukang Ribut’
Dalam kesempatan yang sama, Heri Purnama juga menyoroti secara khusus Kadisporapar dan segala kontroversi dan ‘ribut-ribut’nya.
“Saya pesan, pejabat publik ini jangan berdebat di media. Jangan diramaikan Disporapar vs wabup, Disporapar vs Sekda. Apa gak bisa bicara di luar atau di dalam mereka sendiri, jangan masuk wilayah publik,” pesannya.
Rakyat biasa, kata Heri, sebenarnya tidak mau tau urusan mereka sendiri.
“Kan kita malu, pejabat silih tembal di media. Harusnya tabbayun. Kadis ke wabup atau ke sekda kan atasannya. Atau wabup/sekda panggil kadisnya. Jangan dua-duanya adu di media,” terangnya.
Kala ditanya, apakah tidak adanya tabayyun belakang layar merupakan bentuk merasa setara, Heri tersenyum lebar sembari kembali berkomentar.
“Ngerasa setara ? Kan jabatan publik itu tidak pake perasaan, pakenya aturan. Mau merasa setara ya gak bisa. Bawahan ya bawahan , atasa-atasan. Hierarkis kan berlaku di ASN, siapapun bekingnya tetep dia adalah bawahan,” ucapnya lugas.
Sebagai pejabat publik, tegas Heri, tidak bisa memimpin dengan perasaan. Harus memakai nurani, dna petunjuk kebenaran. Tidak boleh mengambil keputusan karena suka atau tidak. (eki)