KUNINGAN (MASS) – Penyelenggaraan Pilkada 2024 di Kabupaten Kuningan hampir rampung. Meski secara substansial berjalan sesuai prosedur demokrasi, tingkat partisipasi masyarakat menjadi isu yang mengemuka.
Hingga saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan belum mengeluarkan data resmi mengenai partisipasi pemilih. Namun, beberapa pihak menilai partisipasi masyarakat mengalami penurunan.
Hal tersebut dikatakan langsung oleh Manarul Hidayat selaku Sekretaris PC PMII Kuningan. Menurutnya, isu tersebut yang menyatakan bahwa rendahnya partisipasi masyarakat tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja.
“Kampanye pasangan calon (Paslon) memegang peran penting dalam menarik minat masyarakat untuk hadir di hari pencoblosan,” ujarnya, Rabu (4/12/2024).
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab meningkatkan partisipasi masyarakat adalah tugas bersama, baik penyelenggara, pengawas, peserta Pilkada, pemerintah setempat, maupun elemen masyarakat. Salah satu faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi adalah banyaknya warga Kuningan yang merantau untuk bekerja atau menempuh pendidikan.
Meskipun pemerintah telah menetapkan hari pencoblosan sebagai hari libur nasional, banyak perantau yang merasa sulit untuk pulang hanya demi menggunakan hak pilihnya. Faktor biaya dan jarak menjadi pertimbangan utama, demikian lanjutnya, terutama dengan keharusan kembali bekerja keesokan harinya. Hal itu tergambar dalam komentar-komentar di media sosial.
“Golput itu ada alasannya. Rabu disuruh nyoblos, Kamis sudah harus kerja lagi. Ongkos sudah habis karena akhir bulan. Logikanya, siapa yang mau bela-belain pulang cuma sehari kalau tidak diongkosi? Komentar ini menjadi cerminan realitas yang dihadapi banyak perantau,” terangnya.
Menurutnya, KPU Kabupaten Kuningan terus berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat, salah satunya dengan mengajak organisasi kepemudaan (OKP) untuk membantu sosialisasi hingga H-1 pencoblosan. Manarul menegaskan, pihak KPU telah berkomunikasi dengan beberapa OKP seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) untuk berpartisipasi.
“Saya sudah menghubungi mereka via WhatsApp, dan mereka menyatakan kesiapannya untuk terlibat dalam sosialisasi Pilkada,” ungkapnya.
Manarul juga membantah klaim bahwa Pilkada 2024 di Kuningan merupakan yang terburuk sepanjang sejarah. Ia membandingkan partisipasi masyarakat saat ini dengan Pilkada 2013 sebelumnya, yang hanya mencapai 64%.
“Faktanya, tingkat partisipasi Pilkada 2024 lebih tinggi dibandingkan 2013. Selain itu, ada sembilan kabupaten/kota di Jawa Barat yang tingkat partisipasinya lebih rendah dari Kuningan, bahkan ada yang hanya mencapai 55%,” jelasnya.
Meski demikian, Manarul mengakui rendahnya partisipasi masyarakat tetap menjadi catatan penting. Ia menekankan perlunya evaluasi dari semua pihak, termasuk penyelenggara, pengawas, peserta Pilkada, pemerintah, dan masyarakat.
Pilkada 2024 di Kabupaten Kuningan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Kolaborasi lintas elemen masyarakat diharapkan mampu meningkatkan partisipasi pemilih di masa mendatang demi memperkuat demokrasi di daerah.
“Semua elemen, terutama mahasiswa, harus mengambil peran aktif untuk menyukseskan pemilihan-pemilihan selanjutnya. Jangan hanya ramai mengkritik tanpa kontribusi nyata,” pungkasnya. (argi)