KUNINGAN (MASS) – Anggota DPR RI asal Kuningan M Nurdin turut mengomentari wacana pemekaran Kuningan jadi kabupaten dan kota.
Menurut politikus PDIP itu, pengembangan wilayah sifatnya jangan emosional, karena daerah baru itu tidak mudah.
“Itu maunya siapa? yang tidak kepilih jadi bupati ?,” ujarnya disambung tawa, Senin (27/12/2021).
Nurdin yang melakukan reses di Kuningan itu menyebut, mungkin saja potensial di daerah baru itu banyak.
Tapi baru sebatas itu, potensi, belum menjadi kekuatan. Masih mesti diolah. Apalagi, saat ini masyarakat dalam kondisi yang baik-baik saja.
“Jalan kan udah hampir jadi tuh (jalan lingkar timur) Kertawangunan. Jadi kan orang yang mau ke timur ya ke tengah kota juga,” terangnya.
Dirinya juga membantah wacana pemekaran sebagai solusi dari kemiskinan ekstrem.
Menurutnya, belum tentu juga pemekaran itu solusi atau bukan. Lalu, penduduknya apakah mau atau tidak.
Apalagi, kalau melihat belanja daerah, kata Nurdin, untuk bayar gaji pegawai saja susah.
“Nanti DAU dan DAK dipakai gaji pegawai, pembangunannya gimana ? Jadi yang usul itu, tolong kaji dulu lah,” ucapnya lugas.
Sebut-Sebut Kunci Bersama Aang
Masih dalam kesempatan yang sama, Nurdin juga sempat mencontohkan program yang pernah digagas Bupati terdahulu Aang Hamid Suganda, Kunci Bersama antara daerah-daerah perbatasan. Dan begitu Aangnya lengser, programnya beda lagi.
“Karena ide-ide itu muncul pada waktunya, saat berikutnya mungkin beda lagi,” katanya.
Kala ditanya kembali soal sejarah tentang Kuningan dipimpin dua orang (pemekaran), Nurdin malah menyebut dulu juga ada Belanda. Yang pasti, lanjut Nurdin, mengembangkan daerah tidak mudah, pemerintah daerah juga tidak mudah.
“Pengembangan daerah itu reasoningnya (alasannya) harus jelas. Untuk kesejahteraan memang okey, tapi mana yang mau dikembangkan, barat timur selatan utara ?,” tanyanya.
Menurutnya, daripada memekarkan wilayah, mending bagi zona saja. Dimana wilayah pertanian, wilayah industry, itu saja yang dikembangkan.
“Sekarang cari kuburan aja susah, karena gak diatur,” ucapnya di akhir. (eki/deden)