KUNINGAN (MASS) – Pada umumnya, bila manusia dan lingkungannya berada dalam keadaan seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan sehat. Tetapi karena sesuatu sebab sehingga keseimbangan ini tergangggu atau mungkin tidak dapat tercapai, maka dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan.
Kehadiran limbah yang menimbulkan dampak negatif bagi manusia maupun lingkungan, maka perlu dilakukan penanganan terhadap limbah tersebut. Berdasarkan UU No. 32/2009 “ Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, dan PP No. 18/1999 Jo. PP No. 85/1999 “Pengelolaan Limbah B3” Pengertian limbah adalah “sisa suatu usaha atau kegiatan”.
Sedangkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, disingkat Limbah B3 adalah “sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat konsentrasinya dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusakkan lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain”.
Sementara definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah “setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia”.
Agar peristiwa serupa tidak terulang di belahan Indonesia lainnya, rasanya, masyarakat perlu mendapatkan edukasi tentang pengelolaan limbah medis yang benar. ’’Limbah medis bisa jadi merupakan bekas dari suatu penyakit. Kalau tidak diolah dengan baik, nanti bisa ditemukan orang-orang yang tidak tahu,’’
Limbah medis sendiri tergolong sebagai bahan berbahaya dan beracun alias B3. Jarum suntik, masker, maupun sarung tangan memiliki catatan yang tidak higienis setelah dipakai. Sangat mungkin benda-benda tersebut menjadi sarang penyakit yang bisa menular dan membahayakan jika tidak diolah dengan benar.
Namun, apakah penggunaan masker dibarengi dengan pembuangannya yang baik dan benar? Ini masih belum diketahui. Tapi yang pasti, masker tidak boleh dibuang secara sembarangan karena dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat
Para ahli berspekulasi, ketika masker kotor dibuang secara terbuka, maka virus, kuman, dan bakteri di dalamnya bisa bertahan selama berjam-jam, atau bahkan berhari-hari.
Lingkungan akan lebih baik jika semua orang sadar dan bertanggungjawab akan kebersihan lingkungan, karena hal itu harus ditanamkan sejak dini, di sekolah pun kita diajarkan untuk selalu hidup bersih.
Di agama Islam pun kita di ajarkan untuk selalu hidup bersih, karena kebersihan adalah sebagaian dari iman.
Selain hal yang disampaikan diatas kita juga harus saling mendukung agar tercapainya tujuan kita dalam menjaga kesehatan lingkungan bersama, agar tidak terjadi penyakit ataupun hal-hal yang tidak diinginkan dimasa mendatang, serta agar lingkungan kita tetap bias dinikmati hingga anak cucu kita kelak.
Menurut The Guardian, limbah klinis dibagi menjadi empat kategori: limbah medis infeksius, tajam, redundan, dan anatomi. Itu harus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam wadah yang terpisah. Biasanya sampah itu dimasukan ke dalam wadah plastik terpisah, kemudian ditempatkan di tempat sampah terpisah dan aman.
Tempat sampah ini biasanya memiliki nomor yang sesuai dengan klasifikasi PBB untuk transportasi jalan, yang, kata Mick Fanning, memberi tahu layanan darurat bahwa itu adalah limbah medis.
Masyarakat harus membuang masker habis pakai di tempat sampah tertutup sehingga tidak berpotensi menyebarkan kuman penyakit. “Yang penting jangan terbuka tapi mesti di dalam tempat sampah yang tertutup dan tidak mudah tersebar ke tempat lain karena sekali lagi ini infeksius”. (agus)