KUNINGAN (MASS)- Artis, Narkoba, dan Industri Televisi rasanya kita sudah tidak asing dengan pemberitaan akan kasus tersebut di media.
Baru saja kita dihebohkan dengan kabar Jefri Nichol pemain sinetron dan film yang sedang naik daun ketahuan pake narkoba, kita dikejutkan lagi dengan Ardhito Pramono seorang penyanyi yang juga terjerat bahan haram ini.
Terlintas dalam pikiran saya kenapa sih banyak sekali aktor/artis/pelawak tertangkap karena narkoba? Apakah memang mereka ingin memakainya untuk kesenangan sendiri, atau “dipaksa” oleh keadaan?
Dan menariknya, setelah saya perhatikan kebanyakan dari artis artis yang kena kasus ini, tertangkap karena kepemilikan sabu.
Doyok, Polo, Alm. Gogon, Tessy, sampe yang baru-baru ini Jamal pemain “Preman Pensiun”, semuanya memakai sabu. Banyak yang beralasan bahwa itu untuk menjaga stamina mereka.
Nyatanya, sabu-sabu atau metamfetamin memang bisa meningkatkan stamina, akan tetapi sifatnya hanya semantara dan penggunaan berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan tidur.
Selain itu, hilangnya nafsu makan, tekanan darah meningkat, paranoid, agresi, pikiran kacau, perubahan suasana hati yang ekstrem, dan halusinasi.
Lebih jelasnya, metamfetamin atau sabu-sabu ini digunakan untuk mengobati ADHD dan narkolepsi (gangguan tidur).
Nah, sampe sini agak masuk akal. Beban kerja artis Indonesia itu bisa dibilang udah ada di level gak wajar.
“Paginya sinetron, sorenya taping, malamnya (siaran) live.” Saya mengutip dari wawancara Nunung dengan tvOne yang saat itu diwawancarai ketika terjerat kasus narkoba.
Apalagi acara TV Indonesia itu kebanyakan tayang stripping dan tiap hari. Gak kebayang kan capeknya? Kalau saya pun, akan tepar dalam beberapa hari kalo dipaksa kerja seperti itu.
Dan yang ingin saya soroti disini adalah alasan mereka yg rata-rata sama. Mereka menyalahgunakan barang itu karena mereka harus bekerja tiap hari tanpa jeda.
Sehingga, mereka terpaksa menggunakan cara instan untuk memperkuat staminanya dengan menyalahgunakan Narkoba yang mana tentu itu sangat membahayakan kesehatanya. Dari situ saya menyadari, ada yang salah dengan industri hiburan indonesia.
TV Indonesia sekarang benar-benar “menuhankan” rating. Berkat lembaga rating tunggal bernama “AGB Nielsen”, kualitas tayangan indonesia anjlok turun kebawah.
Ya, seluruh stasiun TV di dunia pasti memang mengejar rating. Tapi TV Indonesia ini sudah dilevel “memprihatinkan”.
Tidak percaya? Kenapa Cinta Fitri bisa bertahan 7 season ditambah season Ramadhan? Kenapa Tukang Bubur naik haji the series bisa menelurkan episode sampe lebih dari 2000 lebih?
Kenapa makin hari cerita sinetron dan FTV Indonesia makin gak masuk akal? Yah, itu semua demi rating!
Cerita yang dipaksakan demi mempertahankan rating, cerita azab yang malah jadi bahan meme. Bukannya jadi bahan introspeksi, acara pencarian bakat yang justru orientasinya bukan ke bakat itu sendiri, sudah menjadi bukti nyata betapa menyedihkannya kualitas program TV kita.
Selama stasiun TV kita tidak memperdulikan nasib artis dan staff produksinya. Selama stasiun TV hanya memproduksi acara demi rating saja tanpa mempertimbangkan kualitas, jangan harap kualitas tayangan kita akan membaik.
Dan yah, kita akan terus menemukan berita artis-artis lain yang terjerat kasus narkoba. Ibarat ini sudah menjadi “rantai setan” yang tidak akan pernah putus.
Selain itu lebih mirisnya lagi, kebanyakan kita masih banyak yang nyalahin pengguna sepenuhnya.
Perlu digaris bawahi bahwa mereka yang tertangkap itu adalah “korban”. Mereka semua tidak bisa disalahkan 100%.
Apalagi alasan mereka hampir semuanya seragam, terpaksa karena pekerjaan mereka.
Yang mana, industri hiburan ini menjadi sasaran empuk bagi bandar narkoba untuk mengedarkan ‘produknya’. Jadi yang harus dipangkas dan dituntas habiskan adalah bandarnya.
Korbanya berhak mendapatkan rehabilitasi sesuai dengan ketentuan UUD Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, menentukan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani Rehabilitasi medis dan sosial.
Kalau kata Kepala BNNK Kuningan AKBP AKBP Yaya Satyanagara, SH, hukum upaya terakhir, upaya pertama adalah menyelamatkan anak bangsa.
Diakhir tulisan ini, menurut saya sudah saatnya kita semua mempunyai kesamaan persepsi terhadap pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika bahwa mereka itu adalah korban dan bukan penjahat sehingga harus diobati dan bukan dipenjarakan.
Oh iya, saya juga mau menyarankan bagi warga Kabupaten Kuningan atau sekitarnya sebuah platform edukasi tentunya sangat bermanfaat untuk lebih jauh mengenal tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) melalui akun instagram, Facebook, twitter, blog official BNNK Kuningan di @infobnn_kabkuningan.***
Penulis Dahana Fitriani SE
Staf IT/Humas BNNK Kuningan