KUNINGAN (MASS) – Setiap tanggal 23 Juli secara nasional Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Hari anak menjadi momentum tersendiri untuk dapat memperhatikan hak-hak anak.
Hak anak yang dapat menjadi perhatian khusus diantaranya hak mendapat pelayanan kesehatan, hak pendidikan, hak menyatakan pendapat, hak mendapat perlindungan dari perlakuan kekerasan, diskriminasi, kekejaman, ketidakadilan, penganiayaan dan hak bantuan hukum.
Hak ini harus bisa didapatkan oleh setiap individu yang masuk dalam kategori usia anak. Defini anak sendiri menurut UU No 23 tahun 2002 adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Mengutip data dari benangmerah.co.id kabupaten Kuningan mendapat penghargaan sebagai kabupaten layak anak di tahun 2019. Penghargaan ini merupakan keempat kalinya Kuningan dianugrahi sebagai kabupaten layak anak.
Bukan tanpa alasan Kuningan mendapat penghargaan tersebut, penghargaan ini merupakan apresiasi atas jerih payah bupati dalam upaya memenuhi amanat konstitusi.
Menurut data yang terlampir Kuningan telah memenuhi beberapa prinsip, seperti minimnya anak diskriminasi, kepentingan anak terpenuhi dan mendengar pandangan anak dan hak keberlangsungan hidup.
Penghargaan yang diterima sebagai kabupaten layak anak menjadi indikasi bahwa Kuningan merupakan kota yang aman dan ramah terhadap anak. Pemunuhan hak-hak anak setidaknya telah merata menjangkau berbagai lapisan elemen masyarakat.
Namun apakah benar Kuningan hingga hari ini masih bisa dikatakan sebagai kabupaten layak anak ?
Menurut data yang yang dirilias Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak yang terjadi pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020.
Melihat tingginya angka tersebut hal menjadi perhatian serius khususnya untuk kabupaten kuningan sendiri. Apakah hari ini pemenuhan hak-hak anak khususnya hak mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi terpenuhi.
Di Tahun 2019 – 2021 tercatat adanya tindak kekerasan secara seksual yang dialami anak-anak di Kuningan. Kasus-kasus diantaranya :
1.Ketua Osis MTS (13) dipaksa sodomi gurunya di desa Karang Kencana Kuningan (2019)
2.AYN (34) menyodomi 8 anak rentang usia 12-17 tahun di Cilimus, Kuningan (2020)
3.WS (17) dan 3 temannya perkosa gadis usia 13 tahun di Cibingbin, Kuningan (2020)
4.AJ (54) mencabuli 2 anak di Purwawinangun (2021)
5.Duda asal Cirebon cabuli anak usia 13 tahun di Kuningan (2021)
Melihat data di atas ini adalah segelintir kasus yang terangkat oleh media. Kekerasan terhadap anak berbasis kekerasan seksual merupakan sebuah femonema gunung es.
Ada namun tidak banyak terekspos untuk dimunculkan di ruang publik, hal ini dikarenakan adanya stigma-stigma negatif terhadap korban maupun keluarga sehingga tak banyak dari mereka yang berani bersuara.
Rilisan data yang diterbitkan oleh Humas STIKKU menyebutkan selama tahun 2020 terdapat 49 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Diantaranya 40 kasus kekerasan anak dan 9 kasus kekerasan perempuan.
Selain kekerasan yang dialami anak-anak Kuningan. Selama pandemi terjadi peningkatan angka usia pernikahan dini. Hal ini disampaikan oleh Dedi Ahimsa saat diwawancarai oleh Kuningan mass pada februari lalu.
Di Kecamatan Cigugur dalam januari terdapat enam pasangan di bawah umur untuk mengajukan dispensasi pernikahan ke Pengadilan Agama.
Menurutnya selain menyalahi aturan perundang-undangan yang mengharuskan menikah diusia 19 tahun. Pernikahan dini dirasakan riskan dilaksanakan karena kurangnya kesiapan mental pasangan dalam mendidik anak.
Pun sistem reproduksi terutama perempuan belum matang secara biologis sehingga dikhawatirkan terjadi komflikasi saat mengandung, melahirkan dan pasca melahirkan.
Pelaksanaan pernikahan dini setidaknya telah merenggut beberapa hak anak, diantaranya hak mendapat pendidikan dan hak standar kesehatan.
Melihat prestasi kabupaten Kuningan yang sudah sering mendapatkan gelar sebagai Kabupaten layak anak.
Data-data di atas memunculkan sebuah tanda tanya, apakah kuningan layak mendapat gelar tersebut ?
Terlebih gelar tersebut disematkan sebanyak 4 kali sampai tahun 2019. Data-data di atas menjadi indikasi bahwa Kuningan hingga saat ini sedang tidak baik-baik saja dan tidak layak anak.
Apakah gelar tersebut pantas diraih kembali di tahun berikutnya ?.
Selamat hari anak untuk Indonesia
Selamat hari anak untuk anak-anak Kuningan
Penulis : Sri Melynda Hartini
Ketua Korps PMII Puteri Cabang Kuningan periode 2021-2022