Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Semua Berawal dari Lisan

KUNINGAN (MASS) – Suatu hari ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi SAW, kemudian bertanya kepada beliau tentang sesuatu. “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang sangat terkenal karena banyak shalat, puasa dan sedekah. Namun, dia selalu menyakiti tetangganya dengan lisannya. Bagaimana dengan wanita tersebut?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia di neraka tempatnya!”

Kemudian laki-laki itu bertanya lagi, “Ada seorang wanita lain yang menjadi bahan omongan orang karena sedikit shalat (sunah), puasa (sunah) dan dia bersedekah beberapa potong roti saja. Namun, dia tidak pernah menyakiti tetangganya dengan lisannya. Bagaimana wanita tersebut?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia di surga tempatnya!”

Kisah di atas memperingatkan kepada kita terutama pejabat publik terkait pentingnya menjaga lisan. Banyaknya amal ibadah tidak menjamin seseorang selamat dari api neraka jika lisannya diumbar. Sebaliknya, meskipun amal ibadah seseorang biasa-biasa saja, namun jika dapat mengendalikan lisan dari menyakiti orang lain maka berhak untuk mendapatkan surga.

Semua berawal dari lisan. Jika seseorang tidak dapat menjaga lisannya dari perkataan yang tidak bermanfaat apalagi yang menyangkut sara. Maka, selain menimbulkan kegaduhan, juga dapat mengancam pelakunya dari sanksi di dunia dan di akhirat kelak.

Rasulullah SAW menjamin seseorang masuk surga jika ia dapat menjaga dua lubang miliknya yaitu lisan dan kemaluan. Dalam sabdanya, “Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di antara dua paha (kemaluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam surga.” (HR Bukhari).

Advertisement. Scroll to continue reading.

DR Musthafa Dieb Al-Bugha dalam kitabnya Al-Wafi Fi Syarhil Arba’in An-Nawawiyah memberikan panduan praktis dalam upaya mengendalikan lisan dari perkataan yang dapat menjerumuskan pelakunya masuk neraka.

Pertama, seorang muslim hendaknya senantiasa berusaha membicarakan hal-hal yang mendatangkan manfaat dan tidak mengucapkan ucapan yang tidak diperbolehkan. Perkataan yang tidak bermanfaat tersebut di antaranya ghibah, namimah, dan merendahkan orang lain.

Kedua, tidak banyak berbicara. Karena dengan banyak bicara, meskipun dalam hal yang diperbolehkan dapat menjerumuskan kepada hal yang dilarang ataupun makruh. Sabda Nabi SAW, ”Janganlah kalian banyak bicara yang bukan dzikir kepada Allah. Karena banyak bicara yang bukan dzikir kepada Allah akan membuat hati keras. Dan manusia yang paling jauh dari Tuhannya adalah yang hatinya keras.” (HR Tirmidzi).

Ketiga, wajib berbicara ketika diperlukan, terutama untuk menjelaskan kebenaran dan amar makruf nahi munkar. Ini sikap mulia yang jika ditinggalkan termasuk pelanggaran dan berdosa, karena orang yang mendiamkan kebenaran pada dasarnya adalah setan bisu.

Jika setiap kita terutama bagi pejabat publik dapat menjaga lisan dari perkataan yang mengandung unsur kebatilan, seperti umpatan, hardikan, penghinaan, ejekan, olok-olokan, adu-domba, dan hasutan niscaya tidak akan ada kegaduhan di tengah masyarakat. Semoga.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Imam Nur Suharno
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement