Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Education

Sempat Jadi Pedagang Asongan, Profesor Oman Fathurahman Sabet Anugerah Habibie Prize 2023

KUNINGAN (MASS) – Kuningan boleh berbangga atas sosok yang satu ini, Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum. Pasalnya, akademisi asal kota kuda ini berhasil mendapat anugerah penghargaan Habibie Prize 2023 di bidang Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan, yang diselenggarakan oleh BRIN Indonesia.

Dedikasinya dalam mengawal perkembangan dunia Filologi di Indonesia, merupakan hal yang patut diapresiasi. Ikhtiarnya dalam menyingkap khazanah intelektual manuskrip-manuskrip Nusantara juga merupakan sumbangsih besar terhadap bangsa ini.

Prof Oman, mendapat penghargaan Habibie Prize 2023 dalam kegiatan yang digelar di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Jakarta, Jumat (10/11/2023) kemarin. Hadir dalam acara tersebut, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Dewan Pembina Yayasan Sumberdaya Manusia dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SDM IPTEK) Ilham Habibie, Ketua Yayasan SDM IPTEK Wardiman Djojonegoro.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Hadir juga, Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto, Menteri Agama (2014 – 2019) Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, Tokoh Agama Muji Sutrisno, Ekonom Hendri Saparini, dan sejumlah tokoh nasional.

Untuk diketahui, Oman Fathurahman lahir di Kuningan, Jawa Barat, pada 8 Agustus 1969. Lulus dari MAN Cipasung Tasikmalaya pada 1987, Oman “terpaksa” mondok di Pesantren terpencil saat itu di Haurkuning, Salopa karena kendala ekonomi. Setahun kemudian, ia nekat ke Jakarta untuk mengadu nasib demi mengejar cita-cita.

Berbagai pekerjaan ia lakoni agar bisa mengumpulkan biaya kuliah. Mula-mula menjajakan rokok dan permen dengan berjalan kaki dari Kebayoran Lama, Jakarta Selatan hingga Tanah Abang, Jakarta Pusat, ia lalu menjadi buruh kasar di perusahaan percetakan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Baru pada 1990, Oman berkesempatan kuliah setelah diterima di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab pada Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia membiayai sendiri kuliahnya dengan berdagang jam tangan, batik, kacamata, dan mengajar mengaji. Meski begitu, ia aktif berorganisasi bahkan sempat menjabat Ketua Senat Mahasiswa dan Ketua Komisariat HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) di Fakultasnya.

Lulus dengan predikat cumlaude pada 1994, Oman mulai berkenalan dengan manuskrip. Berkolaborasi dengan Chambert-Loir, ia menghasilkan karya pertamanya, berjudul “Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah Indonesia se-Dunia” (Jakarta: EFEO-YOI, 1999). Ini adalah buku babon semacam “mbahnya katalog manuskrip” yang menjadi kajian utama para pengkaji manuskrip Nusantara di seluruh dunia.

Pada 1998, atas beasiswa dari Yayasan Naskah Nusantara (Yanassa), Oman menyelesaikan studi Magister di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Tesisnya diterbitkan dengan judul “Menyoal Wahdatul Wujud” (Bandung: EFEO-Mizan, 1999). Sejak itu, ia menggariskan perjalanan hidupnya dengan manuskrip Nusantara.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Ia mengembara ke kantong-kantong manuskrip seperti di Minangkabau, Aceh, dan Jawa Barat. Bermodal beasiswa dari the Ford Foundation, pada 2003 Oman berhasil meraih gelar doktornya di kampus yang sama. Disertasinya terbit dengan judul “Tarekat Syatariyah di Minangkabau: Teks dan Konteks” (Jakarta: EFEO-Prenada, 2008).

Pada 2010, Oman memperoleh the Chevening Fellowship untuk melakukan riset di Universitas Oxford, Inggris. Pada 2012-2013, giliran para koleganya di Jepang, mengundang Oman sebagai visiting professor di Tokyo University of Foreign Studies (TUFS). Pada periode yang sama, koleganya di Sophia University juga mengajak Oman berkolaborasi melakukan penyelamatan dan penelitian manuskrip Melayu Islam di Marawi City, Mindanao, Filipina Selatan.

Pada 2021, ia mendapat undangan meneliti untuk kedua kalinya di Jepang, yaitu di Universitas Kyoto dan Universitas Osaka. Selain itu, ia menjadi narasumber di Prancis, Belanda, Mesir, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Amerika Serikat, dan sejumlah negara lain.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sejak 2017 hingga kini, Oman memimpin DREAMSEA (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia), upaya penyelamatan manuskrip Asia Tenggara melalui digitalisasi. Program yang bertujuan merawat keragaman agama dan budaya Asia Tenggara melalui digitalisasi manuskrip, ini adalah kerja sama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta dan the Centre for the Study of Manuscript Culture (CSMS) Hamburg University, Jerman, atas dukungan dari the Arcadia Foundation.

Dari sini, sekitar hampir setengah juta halaman manuskrip Asia Tenggara dalam berbagai bahasa dan aksara dapat diakses secara daring. Di PPIM pula, Oman turut mengelola jurnal bereputasi internasional Q1 Studia Islamika.

Oman memanfatkan media sosial dan kanal digital untuk memperkenalkan manuskrip ke publik melalui program Ngariksa (Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara). Setiap Jumat pukul 20.00 dua pekan sekali, ia tampil rutin secara live streaming melalui Facebook sebagai Kang Oman untuk membacakan naskah kuno yang relevan dengan tema-tema kekinian. Selama empat tahun terakhir, Ngariksa telah menghasilkan lebih dari 100 episode yang rekamannya dapat disimak di kanal Youtube Ngariksa TV.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kepiawaian Oman mengkontekstualisasikan konten agama dalam bingkai budaya melalui manuskrip juga mengantarnya sebagai Pejabat Eselon I di Kementerian Agama selama 2017-2021. Di Kementerian terbesar itu, ia tak hanya berkhidmat kepada tiga menteri agama (Lukman Hakim Saifuddin, Fachrul Razi, dan Yaqut Cholil Qoumas), tapi juga mengemban empat jabatan sekaligus: Staf Ahli Menteri, Plt. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Juru Bicara Kementerian Agama, dan Ketua Pokja Moderasi Beragama.

Ia kemudian kembali ke Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, tempat ia pernah menjadi Dekan pada tahun 2014-2015. Selain itu, ia mengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jawa Barat. Pesantren ini didirikan pada 1988 oleh K.H. Achmad Sjaichu.

Pada 8 Agustus 2023, Oman mendapat Penghargaan Pustaka Paripalana dari Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) atas jasanya dalam usaha pelestarian, penelitian, dan pemajuan naskah Nusantara di Indonesia.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Oman bermukim di Ciputat, Tangerang Selatan, bersama sang istri, Husnayah Al Hudayah, dan ketiga putranya: Fadli Husnurrahman, Alif Alfaini Rahman, dan Jiddane Asykura Rahman. Di media sosial, Profesor Omah aktif sebagai @ofathurahman di Twitter dan Instagram serta di Facebook melalui Oman Fathurahman. (eki)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement

You May Also Like

Advertisement