KUNINGAN (MASS) – Di zaman modern ini, terutama dikalangan perempuan, kita sering mendengar kata “self-love” atau mencintai dan menghargai diri sendiri. Seruan ini bisa menjadi semangat positif bagi kaum perempuan untuk menjaga diri dari hal-hal yang merusak fisik maupun mental. Akan tetapi, jika tidak dilakukan dengan bijak, tren ini dapat mengarahkan kepada sikap egois, sombong, bahkan narsistik.
Lalu bagaimana Islam memandang self-love dan di mana batasnya agar tidak berubah menjadi sifat yang buruk? Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin dan seimbang. Agama Islam mengajarkan kita untuk mencintai diri sendiri, akan tetapi bukan dengan cara mengagungkan diri. Islam memuliakan manusia sebagai mahkluk ciptaan terbaik. “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Qs. Attin:4).
Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki nilai dan kehormatan yang disyukuri. Maka, sikap self-ove yang benar dalam Islam mencakup:
- Menghargai ciptaan Allah : Yaitu menerima diri dengan segala kelebihan dan kekurangan tanpa merasa hina dan rendah diri.
- Menjaga fisik dan mental : Menjaga hati dari dari penyakit-penyakit hati seperti sombong atau dengki, merawat tubuh dan menjaga kesehatan.
- Menjahui maksiat dan hal yang merendahkan martabat: Sebab mencintai diri sejatinya adalah menjaga diri dari hal-hal yang mengundang murka Allah.
Sayangnya, ‘banyak yang memahami self-love sebagai kebebasan mutlak untuk menjadi apapun yang kita mau’, tanpa peduli dengan nilai agama dan adab. Bahkan, ada yang menjadikan prinsip ini untuk membenarkan sikap egois, haus pujian, merasa paling benar, serta ingin menjadi pusat perhatian. Kita perlu mengetahui tanda-tanda narsisme, antara lain tidak suka dikritik, perasaan iri, tidak memiliki empati, dan merasa lebih baik daripada orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan walau sebesar biji sawi.” (HR. Muslim).
Dari sini dapat kita pahami bahwa mencintai diri bukan berarti mengikuti semua keinginan diri. Dalam Islam, mencintai diri berarti mengenal jati diri sebagai hamba Allah, menjauhkan diri dari pelaku tercela, serta menjadikan diri sebagai ladang amal dan ibadah. Sedangkan narsisme adalah cinta diri yang kehilangan arah, menjauh dari syukur dan keikhlasan, serta mengarah pada kesombongan. Oleh karena itu, marilah kita menjadikan self-love sebagai jalan menuju cinta Allah, bukan sekadar cinta diri yang menyesatkan.
Penulis: Siti Maisaroh, Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah, STISHK