KUNINGAN (MASS) – Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kuningan Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) telah disahkan hampir satu dekade lalu. Namun, hingga saat ini, masih muncul pertanyaan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan mengenai sejauh mana implementasi aturan ini berjalan di lapangan. Apakah lahan pertanian benar-benar terlindungi? Apakah kebijakan ini mampu menekan alih fungsi lahan yang semakin marak?
Salah satu tujuan utama Perda ini adalah mencegah alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan nonpertanian, seperti pemukiman dan industri. Namun, di beberapa wilayah Kabupaten Kuningan, masih ditemukan indikasi bahwa lahan pertanian produktif berkurang akibat konversi lahan yang tidak terkendali.
Pemerintah daerah memang telah menetapkan LP2B sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), tetapi apakah pengawasan terhadap pelanggaran alih fungsi lahan sudah berjalan efektif? Jika aturan ini diterapkan dengan ketat, seharusnya tidak ada lagi lahan pertanian yang berubah fungsi tanpa prosedur yang jelas dan lahan pengganti yang sesuai.
Perda ini menjanjikan insentif bagi petani, seperti, Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bantuan infrastruktur pertanian, Kemudahan akses modal dan teknologi pertanian. Namun, sejauh ini, banyak petani yang belum merasakan dampak nyata dari kebijakan ini. Apakah insentif ini benar-benar sudah tersalurkan? Apakah ada pengawasan dalam pendistribusiannya? Jika insentif tidak diberikan dengan optimal, maka semakin sulit bagi petani untuk bertahan di sektor pertanian dan risiko menjual lahannya akan semakin besar.
Perda ini mengatur bahwa setiap pelanggaran terhadap alih fungsi lahan bisa dikenakan sanksi berupa kurungan hingga 6 bulan atau denda Rp50 juta. Namun, hingga kini belum terdengar adanya tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar aturan ini. Jika tidak ada penegakan hukum yang serius, maka aturan ini hanya akan menjadi formalitas tanpa dampak nyata.
Dalam aturan ini, masyarakat diberikan peran untuk ikut serta dalam pengawasan dan pelaporan jika terjadi pelanggaran terhadap LP2B. Namun, apakah masyarakat sudah benar-benar diberi ruang dan akses untuk melaporkan kasus alih fungsi lahan? Apakah laporan mereka ditindaklanjuti dengan serius? Jika tidak ada mekanisme yang jelas dan transparan, maka peran serta masyarakat akan sulit berjalan secara efektif.
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2015 seharusnya menjadi instrumen kuat untuk melindungi lahan pertanian dan memastikan kesejahteraan petani di Kabupaten Kuningan. Namun, tanpa implementasi yang serius, pengawasan yang ketat, serta keterbukaan dalam evaluasi program, aturan ini berisiko hanya menjadi teks hukum yang tidak berdampak nyata.
Pemerintah Kabupaten Kuningan perlu segera melakukan evaluasi dan memberikan laporan transparan mengenai sejauh mana aturan ini telah diterapkan. Masyarakat berhak tahu, apakah lahan pertanian di Kuningan benar-benar terlindungi, atau justru semakin terancam oleh kepentingan lain?
Oleh: Enjel Luciana Alfy (Kabid HPKP IMM UM Kuningan)
