KUNINGAN (MASS) – Di era modern seperti saat ini dimana arus teknologi semakin maju dan canggih, bidang pertanian semakin sepi peminat terutama dari kalangan generasi millenial hingga generasi Z. Bukan tanpa alasan, karena memang faktanya kehidupan petani tampak tak kunjung membaik.
Seperti yang diungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar), yang menyatakan bahwa pertanian di Jabar kini menghadapi tantangan serius mulai dari kesejahteraan petani hingga alih fungsi lahan.
Padahal, bidang pertanian merupakan faktor penting yang menentukan maju tidaknya suatu negeri karena kaitannya dengan ketahanan pangan. Bila bidang pertaniannya bermasalah maka hal ini akan berpengaruh buruk terhadap ketahanan pangan nasional.
Seharusnya masalah yang dihadapi petani menjadi masalah yang harus segera ditangani dengan cepat dan tepat. Berbagai masalah yang dihadapi para petani mulai dari kesenjangan ekonomi, tingkat kesejahteraan, hingga fenomena para petani terpapar pinjaman online (pinjol) dengan bunga mencekik semakin memberatkan kehidupan para petani.
Sudahlah demikian, saat panen raya tiba harga hasil pertanian acap kali anjlok. Fenomena anjloknya harga-harga komoditas hasil pertanian sering terjadi, alih-alih mendapat untung para petani justru merugi. Bahkan sejumlah petani membagikan atau membuang hasil taninya sebagai bentuk protes.
Harapan bisa sejahtera di negeri yang subur makmur seperti Indonesia ini ternyata hanya tinggal impian. Kebijakan pertanian yang amburadul produk kapitalisme membuktikan pemerintah belum hadir mengelola urusan rakyatnya.
Akibatnya, Indonesia termasuk Jabar yang dikenal sebagai wilayah agraris justru berulang kali dihantui polemik sumber daya pangan, impor, bahkan tidak jarang petani harus rugi dan gigit jari.
Semua kondisi tersebut akan berbeda jika solusinya diterbitkan menurut politik ekonomi Islam. Pengelolaan pertanian dan sumber daya pangan di bawah naungan sistem Islam mengacu pada sabda Rasulullah saw., “Imam/khalifah itu laksana penggembala (ra’in) dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. ” (HR Bukhari dan Muslim) .
Berdasarkan hal ini maka, visi pengelolaan pertanian, sumber daya, dan ketersediaan pangan adalah bagian dari tanggung jawab penguasa.
Negara menetapkan kebijakan berupa peningkatan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi dilakukan dengan cara pemberian modal dan subsidi saprotan agar seluruh lahan yang ada bisa menjadi produktif.
Selanjutnya, ekstensifikasi pertanian ditempuh guna meningkatkan luasan lahan pertanian yang dapat diolah. Untuk itu negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian. Diantaranya, menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan cara menghidupkan tanah mati (ihya’ul mawat) dan pemagaran (tahjîr).
Negara juga dapat memberikan tanah pertanian (iqtha’) yang dimiliki negara kepada individu rakyat yang mampu mengolahnya.
Selain itu, negara bersistem Islam berkepentingan untuk memetakan daerah-daerah tertentu sebagai sentra produksi tanaman pertanian tertentu pula, sesuai dengan karakter lahan dan iklimnya, seperti sentra hortikultura atau lumbung padi.
Disamping itu, negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mencegah proses alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian. Hanya daerah yang kurang subur yang diperbolehkan menjadi area perumahan dan perindustrian.
Negara juga akan membangun infrastruktur pertanian, jalan, dan komunikasi sehingga arus distribusi saprotan kepada petani bisa lancar. Demikian halnya untuk mengangkut dan mendistribusikan hasil panen petani dari ladang ke pasar, konsumen, maupun seluruh rakyat sehingga mereka bisa mendapatkan produk pertanian dengan mudah dan harga terjangkau.
Selain itu, volume impor pangan akan diminimalkan dan tidak terjadi ketergantungan.
Dengan begitu, para petani bisa sejahtera dan menikmati hasil panennya tanpa harus khawatir rugi akibat anjloknya harga. Fenomena petani yang membuang hasil panennya tidak akan jadi langganan. Sektor pertanian di dalam negeri pun akan berkembang dan berdaya sehingga ketersediaan bahan pangan dapat diwujudkan dan kelangkaannya dapat dihindari.
Negara juga bertanggung jawab meningkatkan kesejahteraan rakyat secara individu per individu sehingga mereka memiliki daya beli yang baik untuk memperoleh komoditas pangan menurut standar status kecukupan gizi bagi seluruh anggota keluarganya. Dengan ini, rakyat bisa dijauhkan dari kerawanan pangan dan kelaparan. Demikianlah gambaran langkah serius negara dalam sistem Islam yang sangat peduli akan terpenuhinya kebutuhan rakyat, bahkan selalu berpikir untuk menyejahterakan mereka. Wallahualam bissawab
Penulis : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)