KUNINGAN (MASS)- Seorang cendikiawan Muslim, Nurcholish Madjid, atau Cak Nur sebagai sapaan akrabnya. Beliau merupakan tokoh pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia yang memberi penekanan pada kehidupan agama di masa depan yang berorientasi pada pendidikan dan keislaman plural.
Pengakuan atas perannya dalam kancah pemikiran keislaman di Indonesia itu tampak pada pemikirannya yang dijadikan sebagai bahan beberapa disertasi doktoral.
Kini permasalahan semakin terikat kuat, seperti adanya propaganda disetiap permasalahan yang ada, namun pada kenyataannya kerap kali setiap musibah dan wabah yang menipa masyarakat Indonesia selalu dijadikan sebagai mekanisme saling mengadu domba antara kubu kiri dan kanan, ironisnya seperti itu.
Sekarang, kita sedang dilanda wabah yang menggelitik emosional semua kalangan, dengan hadirnya wabah yang baru dan mematikan ini suatu hal yang harus cepat diselesaikan karena menyangkut nyawa.
Sebagai umat Islam, sudah seharusnya sadar bahwa permasalahan yang sedang terjadi kini bukan semata musibah yang Tuhan berikan, akan tetapi bagaimana kita melakukan usaha-usaha untuk menghindari dan mencegah wabah tersebut.
Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah merupakan upaya pencegahan bagi individu dan individu lainnya, tetapi ada sifat manusia yang suka terlena akan hal itu, yaitu kemanusiaan. Dengan adanya permasalahn yang menggelisahkan umat manusia akbiat virus Covid-19, kiranya relevan bila ditinjau dari ide dan pemikiran Cak Nur.
Sudah lalu lalang pandemi Covid-19 ini meresahkan segala aspek kehidupan, baik itu dari aspek krisis ekonomi, sosial dan lain-lain. Dilansir dari kompas.com, Sabtu (11/4), data covid-19 di Indonesia kini kian terus meningkat setiap harinya.
Data menunjukan terkonfirmasi 3.229 (dirawat), 327 (meninggal), dan 286 (sembuh), total kasus Covid-19 sejumlah 3.842, dari update data tersebut DKI Jakarta masih terbilang banyak dari yang lain. Sedangkan yang diingkan atau diharapkan oleh seluruh warga negara Indonesia kurva tersebut landai kebawah.
Dalam buku Cak Nur yang berjudul Islam, kemoderenan dan keindonesiaan (1987), menyinggung perihal sosial-keagamaan kini menjadi akut untuk cepat tanggap dalam merespon permasalahan baru. Saat wabah Covid-19 datang menghadiri Indoneisa, banyak yang mengabaikan virus tersebut bahkan dijadikannya sebuah parodi.
Dan pemerintah kurang cepat dalam menangani wabah ini, padahal sudah tahu akan hebatnya penularan dan resiko dari virus tersebut. Anjuran demi anjuran dari pusat pemerintahan sudah diterapkan untuk mencegah penyebaran, yaitu salah satunya Social Distancing atau tidak berkerumun dengan orang lain.
Namun banyak diantara kita yang mengabaikan anjuran dari pemerintah. Permasalahan semakin rumit, ketika dilarangnya sholat berjamaah di Masjid, penutupan ka’bah sementara waktu. Seperti terjadinya polarisasi dikalangan umat Islam, dimana kubu ini tidak setuju dengan aturan pemerintahan yang diterapakan karna itu merupakan tipu daya musuh Islam.
Kubu yang lain mengumpat terhadap mereka yang mencaci pemerintah. Wabah ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, lantas kenapa ketika berlangsungnya wabah selalu ada masalah lain, dan kenapa selalu mengaitkan masalah ini dengan masalah yang seharusnya tidak disertakan ? hal-hal lain tersebut belum tentu benar kebenarannya, ironis.
Uniknya, dalam bukunya mengenai ‘Prospek Sosialisme’ Indonesia itu sudah jelas berideologi Pancasila yang dimana didalamnya terdapat 5 poin yang amat penting bagi kesejahtraan dan keadilan masyarakat, serta yang merupakan tujuan kita bernegara.
Menurut Bung Karno, pancasila mempunyai kelebihan sosialisme dan ketuhanan yang maha esa. Sosialisme menjadi tidak hanya merupakan komitmen kemanusiaan, tetapi juga ketuhanan. Sambung dengan Bung Karno, dalam menerangkan bentuk kesalinghubungan antar-sila dalam pancasila, senantiasa menegaskan bahwa sila ketuhanan merupakan sila yang menyinari sila-sila lainnya, merupakan dasar moral yang kuat untuk mewujudkan cita-cita kenegaraan dari kemasyarakatan kita.
Kita sebagai warga negara Indonesia seharusnya sudah mengerti akan pengamalan pancasila dan lugas dalam merespon suatu masalah. Lebih uniknya lagi, kita patut apresiasi bagi mereka garda terdepan, tenaga medis siap melayani terhadap pasien yang terjangkit virus corona, mereka berikan jasa, akan tetapi kita tidak menerima jasadnya (yang terjangkit corona), rasa kemanusiaannya dimana?.
Dilansir dari muslimpro.com, bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terbesar didunia dan lebih dari 87% penduduknya adalah umat muslim. Dengan demikian Inodensia merupakan penganut agama Islam terbesar.
Sudah seharusnya sebagai seorang muslim memberikan pelajaran tentang kebenaran dan kebaikan, guna mendorong kompetisi menuju kebaikan. Pendidikan tidak diukur dengan tingginya bersekolah formal, akan tetapi ilmu pengetahuan yang didapati itu bisa diaplikasikan dengan memberikan edukasi yang baik kepada seluruh kalangan masyarakat.
Apalagi sedang wabah pandemi ini, edukasi kesehatan dan pencegahan penyakit atau virus itu suatu hal krusial bagi keberlangsungan hidup, bukan malah melontarkan ujaran kebencian. Kalo tidak bisa memberikan pelajaran yang baik, patuhi aturan pemimpin yang diberlakukan, jika tidak suguhkan suatu yang solutif. Hal ini bukan hanya takdir Allah semata, tapi ada ruang ikhtiar yang harus dijalankan.
Dicatatkan dalam karya Cak Nur tentang Modernisasi Tinjauan Islam, ilmu pengetahuan merupakan, tidak lain ialah hasil pemahaman manusia terhadap hukum-hukum objektif didalamnya terdapat alam, ideal dan material, sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis.
Orang yang bertindak menurut ilmu pengetahuan berarti bertindak menurut hukum alam yang berlaku. Dalam Q.S. Yunus : 101 dijelaskan, yang artinya “Manusia diperintah oleh Allah untuk mengamati dan menelaah hukum-hukum yang ada dalam ciptaan-Nya”.
Banyak diantara seorang Muslim yang kerap kali memaksakan kehendak untuk berkerumun di Masjid, mengadakan majelis, waktu yang akan datang siapa yang tahu dan siapa yang akan bertanggung jawab atas terjadi ODP/PDP. Sikap yang diekpresikan seolah-olah golongan yang akan menghalangi modernisasi itu ialah umat islam, masih terkesan konservatif.
Semestinya dari kerelatifan manusia harus bersedia lapang dada menerima dan mendengarkan suatu pandangan baru dari orang lain. Dengan demikian, terjadilah proses kemajuan yang terus-menerus.
Dengan demikian, kita sebagai umat Islam sekaligus warga negara Indonesia harus saling melengkapi, demi mewujudkan rakyat dan pemerintah bersinergi dalam mencapai tujuan. Pandemi ini tidak hanya menyita waktu dan tenaga, tetapi juga menyita nyawa, sudah sepatutnya saling bahu-membahu dan memberikan semangat optimisme kepada pemerintah dalam menangani wabah virus Covid-19 ini.
Dengan mematuhi peraturan-peraturan yang diberlakukan dan tidak melanggar atas kebijakan yang ditetapkan, melakukan langkah preventif, serta pemerintah juga memberikan subsidi atau bantuan kepada mereka yang mematuhi Social Distancing.
Bangsa Indonesia harus bisa keluar dari jeratan kebodohan dan konflik sosial. Bagi umat Islam hendaknya bisa mengatur emosional, agar tidak melontarkan narasi kebencian. Cak Nur berpesan lewat tulisannya, masa depan merupakan semangat yang perlu dikembangkan kembali dalam diskursus pemikiran islam dan dialog peradaban.***
Iif Abdul Rouf
Penulis adalah Mahasiswa UIN Jakarta
Jurusan Bahasa dan Sastra Arab
sekaligus Badan Pengurus Harian IPPMK Jadetabek.