KUNINGAN (MASS) – Indonesia merupakan negara yang menganut sistem politik demokrasi, sebagai sebuah negara demokrasi melakukan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sebuah konsekuensi yang harus dilakukan. Tujuan daripada diselenggarakannya Pemilu adalah untuk menciptakan sirkulasi elit dalam kekuasaan politik yang diselenggarakan secara demokratis sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh rakyat sebagai esensi daripada prinsip dan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Berbicara mengenai politik dan birokrasi merupakan dua hal yang berbeda namun keduanya memiliki keterkaitan yang tidak dapat untuk dipisahkan sebagai sebuah entitas dalam bernegara. Esensinya politik adalah sebuah metode dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, sedangkan pemerintah (birokrasi) merupakan sebuah entitas yang akan menjadi eksekutor dan implementator kebijakan dalam memberikan pelayanan publik.
Birokrasi memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan secara imperatif terhadap masyarakat, artinya pelayanan yang dilakukan untuk menciptakan kepatuhan dan urgensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Mengingat birokrasi memiliki peranan penting dan strategis menjadikan birokrasi bukanlah suatu hal yang bebas nilai, sehingga kedudukan dan perannya akan selalu dikelilingi oleh kepentingan-kepentingan politik yang berusaha untuk mempengaruhi segala bentuk peran, fungsi dan kebijakan untuk kepentingan politik tertentu.
Politisasi terhadap birokrasi kerap terjadi menjelang akan diselenggarakannya Pemilu baik pada tataran politik lokal maupun nasional yang berusaha untuk mempengaruhi birokrasi untuk kepentingan politik baik memperoleh atau mempertahankan kekuasaan.
Menjelang pelaksanaan Pemilu tahun 2024 baik mengenai pelaksanaan Pilpres, Pileg dan Pilkada tentu kental syarat akan kepentingan politik. Berdasarkan data pengawasan netralitas ASN pada Tahun 2019 dan 2020 oleh KASN dan Bawaslu mencatat terdapat 412 pengaduan yang diterima, dimana terdapat 528 ASN yang melanggar dimana terdapat 366 masuk dalam proses yang telah menjadi rekomendasi KASN.
Selain itu, Bawaslu menerima 351 pengaduan sampai tanggal 15 Juni 2020 terdapat 243 pengaduan tersebut yang telah diterima KASN. Masih buruknya tata kelola birokrasi pemerintahan di Indonesia berimplikasi dijadikannya birokrasi sebagai alat kekuasaan untuk kepentingan politik dan kehilangan daripada esensinya sebagai lembaga pelayan publik.
Buruknya birokrasi di Indonesia diperkuat dengan adanya survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) pada tahun 2010 yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan birokrasi terburuk kedua di Asia setelah India dengan Skor 8,59 (tempo.co, 2010).
Buruknya kinerja birokrasi di Indonesia tentunya dipengaruhi oleh berbagai macam variabel, penulis menganalisis bahwa buruknya birokrasi di Indonesia karena banyaknya kepentingan politik yang berusaha untuk mempengaruhi kedudukan birokrasi sebagai pelayan publik.
Iklim birokrasi sangat berlandasarkan atas kepatuhan terhadap atasan yang secara hierarkis dapat mempengaruhi jaringan-jaringan hingga tingkat yang paling rendah. Politisasi birokrasi kerap dan marak terjadi serta sering nampak pada pelaksanaan Pilkada, biasanya para pejabat birokrat tidak lagi bersikap netral atas kontestasi politik lokal dimana mereka biasanya memberikan dukungan dan bahkan menggunakan lembaga birokrasi yang dipimpinnya dalam memobilisasi dukungan terhadap pasangan calon tertentu.
Fenomena-fenomena seperti ini tentu telah keluar daripada esensi peran dan fungsi birokrasi itu sendiri, dinamika yang terjadi dalam tubuh internal lembaga birokrasi akan menciptakan konflik kepentingan antar aktor yang membuat para aktor berusaha untuk memanfaatkan sumber daya yang ada demi kepentingan aktor politik tertentu.
Tujuannya adalah tentu promosi jabatan, biasanya para birokrat yang tidak netral dan mendukung pasangan calon tertentu dijanjikan sebuah jabatan tertentu pada lembaga birokrasi apabila pasangan calon yang didukung dapat memenangkan kontestasi politik elektoral.
Tentunya hal seperti ini telah menghilangkan peran dan fungsi birokrasi sebagai lembaga pelayan publik, para aktor tertentu sibuk mengerahkan sumber daya yang untuk kepentingan politik tertentu, bukan untuk kepentingan masyarakat dalam memberikan pelayanan publik. Politik bukanlah ruang hampa tanpa kepentingan, selalu akan ada kepentingan dibalik narasi-narasi normatif yang dibangun demi kepentingan kekuasaan tertentu tentunya.
Walaupun telah ada landasan hukum yang mengatur mengenai ASN harus bersikap netral dalam setiap kontestasi politik elektoral, karena kurangnya ketegasan sikap dalam memberikan sanksi tindakan-tindakan seperti itu masih saja kerap terjadi.
Selama tidak adanya batasan-batasan dan domain yang jelas antara kekuasaan politik dan birokrasi dalam menjalankan peran dan fungsinya serta komitmen dari berbagai elemen dalam menjalankan aturan sebagai legitimasi hukum perilaku dan tindakan dalam melakukan politisasi terhadap birokrasi tetap akan terjadi. Tentu demokrasi hadir sebagai sebuah sistem yang dianggap ideal saat ini, proses pelaksanaan Pemilu yang demokratis seharusnya dapat menciptakan tata kelola pemerintahan yang demokratis juga.
Masyarakat sebagai entitas politik yang penting dan fundamental dalam demokrasi perlu ditingkatkan perannya dalam mengawasi jalannya tata kelola pemerintahan baik ditingkat lokal maupun nasional. Karena bukan tidak lain dan tidak mungkin politisasi terhadap birokrasi akan terjadi menjelang penyelenggaraan Pemilu tahun 2024, ketidaknetralan ASN dalam ikut serta pada kontestasi politik elektoral untuk memobilisasi dukungan sangat mungkin terjadi.
Lord Acton “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely”
Penulis : Farhan Miftahudin
Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP, Universitas Padjadjaran