KUNINGAN (MASS) – Ramadhan, bulan yang senantiasa dirindukan kehadirannya sudah hadir di tengah-tengah kita. Mengapa selalu dirindukan, karena Allah memanjakan hamba-hamba-Nya dengan limpahan pahala yang dijanjikan. Maka, tidak salah jika bulan Ramadhan disebut sebagai bulan panen raya.
Hal ini seperti ungkapan dari Abu Bakr al-Warraq al-Balkhi yang mengatakan: “Rajab adalah bulan untuk menanam, Syakban bulan untuk mengairi, dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.”
Oleh karena itu, sungguh merugi manusia yang bertemu (bahkan selalu bertemu setiap tahunnya) dengan bulan Ramadhan, namun tidak dapat memanen pahala, lantaran ia tidak menanam pohon-pohon kebaikan. Apa sebabnya Ramadhan disebut sebagai bulan panen raya (pahala)?
Pertama, pahala puasa Ramadhan nilainya tidak terbatas. Hal ini karena Allah-lah yang menyerahkan secara langsung pahalanya kepada orang yang berpuasa. Rasulullah SAW bersabda, ”Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Karena, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan langsung membalasnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, pahala ibadah di Ramadhan dilipatgandakan. Rasulullah SAW bersabda, ”Semua amalan anak Adam akan dilipatgandakan (balasannya): satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat.” (HR Muslim).
Ketiga, bulan penuh berkah. Rasulullah SAW bersabda, ”Telah tiba kepada kalian bulan penuh berkah. Allah mewajibkan kalian berpuasa di bulan ini.” (HR An-Nasai). Salah satu keberkahan Ramadhan itu, karyawan mendapatkan bonus atau tunjangan hari raya (THR); ustadz banyak menerima panggilan berceramah; anak dibelikan pakaian lebaran; dan tidak ketinggalan artis pun kebanjiran untuk manggung.
Dan, rezeki orang-orang beriman ditambah. Nabi SAW bersabda, ”Ramadhan adalah bulan solidaritas (syahrul muwasah), dan bulan ditambahkan rezeki bagi orang beriman …” (HR al-’Uqaili, Ibnu Khuzaimah, Baihaki, Al-Khatib, dan al-Asbahani).
Keempat, terdapat malam seribu bulan. Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam lailatul qadar itu? Malam lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS al-Qadar [97]: 1-3).
Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang shalat pada malam lailatul qadar, niscaya akan diampuni dosa-dosanya.” (Muttafaq alaih).
Karena itu, pantas jika Rasulullah SAW bersabda: ”Sekiranya umatku mengetahui keutamaan yang ada di bulan Ramadhan, niscaya mereka menghendaki agar sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan.” (HR Ibnu Majah).
Agar sepanjang tahun suasana Ramadhan, Rasulullah memberikan solusi dengan berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Dari Abu Ayyub al-Anshari RA, Nabi SAW bersabda, “Bangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian meneruskan puasanya enam hari di bulan Syawal, maka ia seakan-akan puasa selama setahun.” (HR Muslim).
Dalam hadis yang lain, “Barangsiapa yang berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa mengerjakan satu kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat.” (HR Ibnu Majah).
Semoga Allah memberikan kesehatan, kekuatan dan kemampuan kepada kita kaum Muslimin memaksimalkan amalan ibadah di bulan Ramadhan agar dapat memanen pahala yang dijanjikan, serta berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Amin.
KH. Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI
Penulis Buku Kurma (Kuliah Ramadhan), dan Pembina Majelis Taklim di Kuningan, Jawa Barat