KUNINGAN (MASS) – Utang BPJS yang nilainya fantastis, kini sudah mulai diketahui secara luas oleh masyarakat Kuningan. Setelah muncul desakan untuk dibentuk Pansus Utang BPJS, kini salah satu elemen masyarakat melancarkan aksi pemasangan spanduk.
Seperti yang terlihat Selasa (22/5/2018), satu spanduk terpasang di depan gedung DPRD Kuningan. Bunyinya “Kamanakeun Duit BPJS??? 86 Milyar!!!”. Pada bagian bawah kanan tertulis By Anak Rimba selaku elemen yang memasangnya.
“Ya kami sengaja memasang spanduk ini karena masih menyimpan pertanyaan besar, dikemanakan uang BPJS yang angkanya mencapai Rp89 milyar itu,” kata Yaya Cahyadi, koordinator Anak Rimba.
Sebetulnya, ungkap Yaya, spanduk berisi pesan yang sama sudah dipasang sehari sebelumnya. Namun keesokan harinya sudah hilang. Bahkan, pemasangan spanduk dilakukan pula di depan kejaksaan.
“Tapi baru juga sebentar dipasang sudah langsung hilang. Entah siapa yang mencopotnya. Akhirnya Selasa kita pasang lagi. Kalau di kejaksaan kami gak diperbolehkan masang, gak tahu alasannya apa. Begitu juga di polres, katanya mau lidik (penyelidikan) saja,” ucapnya.
Terhadap utang BPJS ini, Yaya merasa heran kenapa pemerintah punya utang sebesar itu. Utang bertahun-tahun lamanya, tiba-tiba harus dibayarkan sekarang dengan memangkas anggaran di tiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
“Jelas merugikan rakyat. Ada kegiatan pembangunan jalan yang seharusnya dilaksanakan malah dicoret gara-gara untuk bayar utang BPJS,” ketus mantan kades Cijemit Ciniru itu.
Anehnya, pemangkasan anggaran tersebut tanpa melewati mekanisme paripurna. Padahal dulu APBD 2018 yang telah menjadi Perda (Peraturan Daerah) ditetapkan melalui rapat paripurna. Lebih aneh lagi, dana pokir (pokok-pokok pikiran) anggota dewan di tiap SKPD tidak ada satu pun yang dicoret.
“Dana pokir itu sakti mandraguna. Gak ada yang dicoret satupun. Mungkin sebagai bargainingnya,” duga Yaya.
Pemangkasan anggaran yang dilakukan secara mendadak, menurut dia, telah melanggar undang-undang. Sebab APBD 2018 telah ditetapkan menjadi perda lewat forum sakral rapat paripurna. Ketika melakukan pelanggaran aturan maka menurutnya masuk tindak pidana.
“Selain itu, saya gak habis pikir gimana nanti LPj-nya. Karena kegiatan yang sekarang itu sudah ditetapkan pada APBD murni. Sedangkan kalau mau merubah, ya harus nunggu Perubahan APBD nanti Juli gak tau Agustus,” ujarnya.
Ia mencontohkan, ketika APBD sudah menganggarkan dana untuk membeli tahu atau tempe, tidak bisa nanti secara tiba-tiba dirubah untuk bayar utang BPJS. Penganggaran itu, sambung Yaya, sudah fix tiap dinasnya lewat pembahasan yang cukup alot. (deden)