KUNINGAN (MASS) – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali untuk memutus penyebaran SARS-CoV-2, virus penyebab penyakit Covid-19 sudah berlangsung dua pekan lebih. Di lapangan, pelaksanaan kebijakan ini justru memunculkan masalah baru, karena membuat sebagian besar masyarakat merasa kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Pada kenyataannya, PPKM Darurat tidak membuat jumlah kasus infeksi turun, bahkan trennya justru terlihat terus meningkat. Data dari Satgas Penanganan Covid-19 pada Sabtu, 17 Juli 2021, penambahan infeksi di Indonesia mencapai 51.952 kasus, ini jauh lebih tinggi daripada awal dimulainya PPKM Darurat, 3 Juli 2021, yang jumlahnya 27.913 kasus. Artinya, kebijakan ini tidak berhasil.
Selain itu, selama pelaksanaannya, masyarakat diminta di rumah saja tanpa diperhatikan bagaimana mereka yang hidupnya dari pendapatan harian. Penjual makanan dan minuman sudah seperti pemilik barang haram, digeruduk gabungan pihak berwajib berpuluh-puluh orang, dan didenda jutaan rupiah. Sudah jatuh karena pandemi, tertimpa tangga pula karena denda. Tindakan ini justru tidak mencerminkan kebijakan yang katanya untuk kepentingan rakyat.
Hanya satu tujuan PPKM Darurat yaitu menekan mobilitas masyarakat, tanpa memikirkan bagaimana masyarakat hidup. Istilah PPKM ini juga membuat pemerintah terkesan menghindari kewajibannya terhadap rakyat. Belum lagi anak-anak sekolah yang dipaksa belajar dari rumah, tanpa diperhatikan kesehatan mentalnya.
Di tengah semakin krisisnya situasi, sudah saatnya pemerintah membuat keputusan untuk menerapkan Karantina Wilayah yang sudah diatur di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Dalam aturan itu disebutkan pemerintah berwenang melakukan pembatasan sosial, dan dengan saat bersamaan wajib memberi makan rakyatnya yang sedang dikarantina.
Dengan begitu, masyarakat akan lebih tertib di rumah saja dengan tenang serta aman, karena makan ditanggung negara, dan pandemi Covid-19 pun bisa segera berakhir. Tak ada lagi rakyat yang membandel dan tak taat aturan. Adil bukan?
Tapi, jika pemerintah belum mampu mencukupi kebutuhan dasar rakyatnya dalam pelaksanaan PPKM Darurat, coba berfikir lebih jauh, buatlah kebijakan yang mampu menekan mobilitas masyarakat tanpa menyulitkan kehidupannya. Misal, untuk para pedagang makanan maupun minuman tetap bisa beroperasi tanpa aturan jam, asal protokol kesehatan tetap dipakai. Masih banyak lagi contoh yang lainnya, silahkan dipikirkan sendiri wahai pemerintah.
Pada intinya, bagaimana pun kebijakannya, seketat apapun, jika tidak ada ketegasan dari pemerintah, masyarakat akan terus bekerja keras sendiri mencari makan. Merek bukan termasuk kategori pekerja esensial dan kritikal yang masih bisa duduk manis dan terima gaji bulanan. Semoga kita semua terus diberi kesehatan, dan bisa melanjutkan hidup.
Penulis : Arif Sam (Masyarakat Kuningan)