KUNINGAN (MASS) – Anggota Polhukam BEM Universitas Muhammadiyah Kuningan, Muhamad Daud Akbar, menyoroti menurunnya integritas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di sejumlah desa di Kabupaten Kuningan. Lembaga yang seharusnya menjadi pilar pengawasan dan penyalur aspirasi masyarakat itu dinilai kini tengah menghadapi krisis peran dan moralitas.
Menurut Daud, BPD yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sejatinya memiliki peran strategis dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintahan desa. Namun kenyataannya, banyak BPD yang kehilangan wibawa serta keberanian untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kebijakan kepala desa.
“BPD seharusnya menjadi benteng rakyat, bukan bagian dari kekuasaan yang diam saat terjadi penyimpangan. Ketika lembaga pengawas ikut larut dalam kekuasaan, sistem demokrasi di tingkat desa menjadi rusak,” ujar Daud, Jumat (7/11/2025).
Daud menjelaskan, di lapangan terlihat kecenderungan BPD menjadi pasif dan tidak kritis terhadap kebijakan pemerintahan desa. Akibatnya, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap lembaga yang seharusnya memperjuangkan kepentingan mereka. Kritik yang mestinya menjadi sarana perbaikan berubah menjadi basa-basi politik, dan demokrasi desa kehilangan arah.
Ia menyoroti tiga faktor utama penyebab melemahnya fungsi BPD di Kabupaten Kuningan. Pertama, kurangnya pemahaman terhadap tugas dan wewenang, di mana banyak anggota BPD belum memahami isi Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD.
“Hal ini membuat pengawasan terhadap kebijakan dan penggunaan dana desa tidak berjalan maksimal,” tuturnya.
Kedua, kedekatan emosional dengan kepala desa yang menimbulkan konflik kepentingan. Kritik sering dianggap serangan pribadi, bukan tanggung jawab moral. Dan ketiga, krisis moral dan integritas, di mana sebagian anggota BPD justru menikmati fasilitas kekuasaan dan mengabaikan peran pengawasan.
Menurutnya, dampak lemahnya BPD terebut sangat serius terhadap tata kelola pemerintahan desa. Pengawasan terhadap penggunaan anggaran menjadi longgar, aspirasi masyarakat sering tidak tersalurkan, dan kualitas pembangunan desa menurun.
“Kondisi ini juga berpotensi membuka ruang bagi praktik penyimpangan dana desa,” tegas Daud.
Sebagai solusi, Daud menyerukan pentingnya mengembalikan marwah BPD agar kembali memiliki kredibilitas di mata masyarakat. Ia menawarkan empat langkah diantaranya, peningkatan kapasitas dan kompetensi melalui pelatihan rutin mengenai tata kelola, pengawasan keuangan, dan etika pemerintahan bagi anggota BPD.
Selain itu, penerapan kode etik dan penegakan moralitas, di mana setiap anggota harus menandatangani komitmen integritas dan menjauhi praktik kolusi. Transparansi dan pelibatan masyarakat, dengan memastikan setiap hasil musyawarah desa diumumkan secara terbuka agar publik dapat turut mengawasi jalannya pemerintahan desa.
Serta, revitalisasi nilai moral dan kesadaran amanah, agar anggota BPD kembali menyadari jabatan yang mereka emban merupakan amanah rakyat, bukan sarana mencari keuntungan pribadi.
Daud menegaskan pembenahan BPD adalah langkah krusial untuk menyelamatkan demokrasi di tingkat desa.
“Diharapkan BPD Kabupaten Kuningan dapat kembali berfungsi sebagaimana mestinya, menjadi lembaga yang kuat, berintegritas, dan benar-benar berpihak kepada kepentingan masyarakat desa,” tutupnya. (didin)



















