KUNINGAN (MASS) – Beberapa hari kebelakang masyarakat Kuningan dihebohkan dengan curhatan seorang siswi menengah atas yang pernah menjadi korban pelecehan seksual. Cerita tersebut ia bagikan di akun pribadinya, dalam curhatan tersebut ia bercerita bahwa dirinya menjadi korban pelecehan seksual non verbal di dalam angkutan umum berjenis ELF.
Kejadian beberapa minggu lalu ini ternyata terjadi lagi saat ia menggunakan angkutan umum namun kali ini bukan dia yang menjadi korban melainkan perbuatan tersebut dilakukan kepada perempuan lain. Saat itu dia kebingungan apa yang harus dilakukan karena tidak bisa berbuat apa-apa akhirnya kisah tersebut ia bagikan di akun media sosialnya yang kemudian viral dan ramai dibicarakan.
Kisah ini kemudian menjadi viral setelah sebuah akun instagram meng-Up kisah tersebut melalui postingan yang diunggahnya. Postingan tersebut mendapat banyak respon dari masyarakat khususnya perempuan yang pernah mengalami hal serupa ketika menggunakan ELF jurusan Cikijing-Cirebon.
Melalui kolom komentar kita bisa tahu bahwa korban yang mengalami pelecehan seksual diantaranya mengalami trauma untuk menggunakan kendaraan umum. Diketahui pula bahwa aksi pelaku melakukan pelecehan sudah dilakukan sejak lama sekitar 10 tahunan.
Korban pelaku pelecehan di dalam ELF ternyata bukan hanya siswa yang curhatannya viral saja. Setelah kisahnya viral para perempuan yang pernah menjadi korban pelaku diantaranya menceritakan pengalaman serupa melalui DM akun tersebut, dari sana kita bisa mengetahui berbagai kisah perempuan yang mengalami pelecehan seksual yang sebelumnya tidak berani speak-up dikarenakan bingung, takut, khawatir dan tidak sadar bahwa kejadian yang dialaminya merupakan bentuk kekerasan seksual.
Berbicara mengenai pelecehan seksual yang kini menjadi perbincangan warga Kuningan. Setidaknya kita harus mengetahui definisi pelecehan seksual itu sendiri sehingga kita dapat peduli terhadap diri sendiri dan orang lain bila hal tersebut terjadi. Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik, yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang.
Tindakan ini termasuk siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin hingga menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
Merujuk pada pengalaman yang dibagikan para korban tentu sangat jelas hal yang dilakukan pelaku merupakan pelecehan seksual karena adanya kontak fisik yang membuat korban tidak nyaman, khawatir dan rasa takut berujung trauma.
Predator seksual biasanya menyasar kaum perempuan meski tidak bisa dipungkiri bahwa laki-laki sekalipun dapat menjadi korban. Melalui kisah yang saya baca dari beberapa unggahan cerita korban setidaknya ada beberapa poin penting terkait pelecehan non verbal yang terjadi di Kuningan.
Pertama, pelecehan yang dilakukan pelaku sudah terjadi bertahun-tahun dalam hal ini adanya tindakan pemakluman terhadap aksi pelaku sehingga tidak ada yang melaporkan.
Kedua, orang yang menjadi sasaran tindakan pelaku tidak sadar bahwa dirinya telah menjadi korban tindak pelaku pelecehan seksual karena kondisi suasana yang ramai dan berdesakan.
Ketiga tidak ada keberanian bereaksi ketika korban sadar bahwa dirinya sedang dilecehkan, sebagian korban akan membeku atau dikenal dengan istilah “Freeze Respon”. Kondisi tersebut terjadi karena bagian otak yang merespons rasa takut jadi sangat aktif karena ketakutan yang luar biasa. Makanya, korban pelecehan seksual bisa terlihat diam saja dan bikin orang salah kira (dianggap mau). Padahal, sama sekali tidak!
Keempat, Pakaian tidak mempengaruhi seseorang untuk terhindar dari tindakan pelecehan seksual. Dari cerita para korban diantara banyak yang mengatakan bahwa saat terjadi pelecehan ia mengenakan pakaian tertutup, longgar dan berhijab. Disini menjadi penting bawasannya ketika kekerasan dan pelecehan seksual terjadi kita tidak bisa menyalahkan korban karena pakaian yang ia gunakan dan berhenti menyudutkan korban terutama korban perempuan.
Kelima, tidak ada keberanian korban untuk speak-up terhadap pengalaman pelecehan seksual yang dialaminya karena takut terhadap resfon yang akan menyalahkan balik korban entah karena pakaian, dandan dan penampilan.
Pelecehan yang dialami siswi tersebut dan korban lainnya merupakan satu dari sekian banyak fenomena yang akhirnya dapat terekspos melalui media di Kuningan.
Keberanian-nya untuk speak-up menjadi pemicu bahwa korban yang mengalami pelecehan seksual harus berani angkat suara menceritakan yang ia alami.
Pelecehan seksual tidak hanya terjadi di angkutan umum, tetapi bisa saja terjadi dimanapun seperti sekolah, kampus, tempat publik, lingkungan keluarga dan tempat bekerja. Pelecehan seksual berbasis kekerasan gender merupakan sebuah fenomena gunung es yang terlihat dipermukaan namun sebenarnya di dasar terdapat banyak sekali permasalahan yang tidak terkespos oleh media dan tertutupi oleh relasi kekuasaan.
Ketidakberanian korban pelecehan seksual untuk angkat suara menjadi PR bersama bagi organisasi kepemudaan dan keperempuan serta pemerintah Kuningan agar menyediakan ruang aman.
Ruang aman yang dimaksud adalah dengan membuat rumah aman, layanan pengaduan bagi korban kekerasan seksusal berbasis gender.
Layanan pengaduan ini harus benar benar ditangani dengan serius dan disosialisasikan kepada masyarakat bahwa Kuningan peduli terhadap kasus kekerasan seksual berbasis kekerasan gender. Pengedukasian masyarakat mengenai jenis jenis kekerasan seksual, tindakan kekerasan seksual harus diupayakan sampai kepada setiap lapisan masyarakat, instansi dan organisasi kemasyarakatan.
Langkah terakhir yang tidak kalah penting adalah pemerintah Daerah, Jajaran Dewan Daerah bersama masyarakat Kuningan satu suara untuk mendukung upaya pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebagai bentuk ikhtiar untuk memberikan perlindungan secara maksimal bagi korban kekerasan seksual.
Nama Pena : Bunga Bakung
Aktifis yang ingin berjuang lewat tulisan
Nana
22 Januari 2022 at 23:17
Ini udh mershkn bgi rakyat mhon ditindak lnjti lbih lnjt,sya sbgi prmpuan ingin keadilan yang seadil”nya apa lahi ini kasusnya udh bertahun”