KUNINGAN (MAS) – Klaim pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kuningan sebesar 10,4 persen pada Triwulan II 2025 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bukanlah angka yang keliru, melainkan hasil penghitungan berbasis metodologi resmi nasional yang digunakan secara seragam di seluruh Indonesia.
Pertumbuhan tinggi tersebut mencerminkan proses pemulihan ekonomi pasca pandemi dan efek percepatan proyek-proyek produktif yang berdampak langsung pada peningkatan output ekonomi daerah.
Perlu ditegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak diukur berdasarkan persepsi kesejahteraan atau kondisi pasar harian, melainkan berdasarkan kenaikan nilai tambah dari seluruh sektor ekonomi (pertanian, industri, perdagangan, jasa, konstruksi, dll.) yang dihimpun dalam data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
BPS menghitung pertumbuhan ekonomi dengan rumus:

Rumus pertumbuhan ekonomi.
Perhitungan ini menggunakan harga konstan agar tidak terpengaruh inflasi, sehingga benar-benar mencerminkan peningkatan volume produksi barang dan jasa di wilayah Kuningan.
Beberapa sektor utama yang mencatat kenaikan signifikan antara lain,
Konstruksi dan infrastruktur publik, seiring percepatan proyek strategis daerah dan pembangunan jalan antar kecamatan.
Sektor perdagangan dan jasa yang pulih cepat setelah tahun pemulihan pascapandemi dan meningkatnya kegiatan lainnya
Sinergi antarsektor inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi secara agregat melonjak tajam, tanpa berarti harus diartikan bahwa seluruh indikator sosial langsung naik secara seketika.
Penting dipahami bahwa pertumbuhan ekonomi adalah indikator makro, bukan cerminan instan dari daya beli atau kesejahteraan rumah tangga.
Kesejahteraan rakyat memang perlu waktu untuk mengejar laju pertumbuhan produksi.
Namun, pertumbuhan 10,4% menandakan fondasi ekonomi daerah sedang menguat, daya serap tenaga kerja meningkat, dan potensi penerimaan daerah bertambah.
Pemkab bersama DPRD tentunya berperan memastikan agar pertumbuhan ini lebih inklusif, melalui kebijakan subsidi, bantuan sosial, dan pengendalian harga bahan pokok.
BPS dan Pemkab Kuningan menyatakan bahwa tidak ada data yang “SALAH” atau “DISULAP”. Yang ada hanyalah perbedaan perspektif antara data makro (produksi) dan realitas mikro (daya beli masyarakat).
Keduanya bisa berjalan bersamaan, ekonomi tumbuh tinggi, namun kesejahteraan butuh waktu untuk menyusul.
Sinkronisasi data dan komunikasi publik memang perlu ditingkatkan agar masyarakat memahami konteks pertumbuhan secara utuh, tidak menilai dari angka semata.
Pertumbuhan ekonomi 10,4% hendaknya dilihat bukan sebagai euforia statistik, tetapi momentum untuk memperkuat transformasi ekonomi lokal.
Pemerintah daerah diharapkan terus mendorong:
-Investasi padat karya dan berbasis UMKM
-Pengembangan pariwisata berkelanjutan
-Pengendalian harga pangan dan energi
-Peningkatan kualitas SDM dan daya saing daerah
Dengan langkah-langkah tersebut, pertumbuhan yang tinggi akan bermakna nyata bagi seluruh masyarakat Kuningan.
Pertumbuhan ekonomi 10,4% bukan angka tanpa makna. Itu adalah hasil kerja kolektif masyarakat dan pemerintah dalam memulihkan aktivitas ekonomi pasca pandemi. Yang perlu kita lakukan bukan meragukannya, tetapi memastikan pertumbuhan ini terus berlanjut dan memberi manfaat nyata bagi rakyat Kuningan.
Oleh: Yaya SE, anggota DPRD Kuningan, F-PKS





