KUNINGAN (MASS) – Lelaki yang satu ini bernama Apif Firmansyah. Dikenal sebagai legislator muda asal Gersik Ciawigebang, politisi PKB ini ternyata memiliki latar belakang yang unik, mulai dari jadi ‘tukang pijit’ kyai sewaktu mondok di Buntet, serta berjualan cincin perak di Jakarta selepas lulus kuliah di UIN Jakarta.
Lelaki yang kini duduk di komisi 1 DPRD Kuningan itu, bercerita cukup banyak di segmen podcast Tanpa Kursi-nya Kuninganmass yang sudah tayang di Youtube beberapa waktu lalu. Dalam p[odcast itu, Apif mengatakan bahwa masuk dunia politik adalah pilihannya yang tidak ujug-ujug.
“Selalu ada pilihan dalam hidup. Pilihannya dua, mau sekarang atau nanti ?” sebutnya mantap saat ditanya kenapa terjun ke dunia politik, padahal usianya saat itu belum genap 30 tahun.
Awalnya, Apif banyak bercerita soal masa kecil dan sekolahnya yang notabene ‘produk’ kemenag. Sedari kecil, dirinya masuk di MI Amanah Gersik, lalu MTs Cigugur, MAN Buntet (sembari mondok), lalu ke UIN Jakarta.
“Jadi lulusan madrasah itu, atau lulusan pondok, ruang (dan peluangnya) tidak sempit,” imbuhnya.
Ceritanya di pondok, Apif mengaku sering jadi ‘tukang pijit’nya kyai. Saat memijit itulah, banyak petuah-petuah dari sang guru yang selalu dipegangnya hingga saat ini. Memijit, disebut Apif sering dilakukannya sejak kecil juga orang tuanya. ‘Jangan takut lapar, jangan takut tidak dihormati’. Petuah itulah yang hingga kini dipegangnya, dan dia dapat dari ‘memijit’. Selain dapat petuah, sebutnya, ada berkah.
“Mungkin di DPRD ini, suara saya yang paling kecil (beberapa caleg suaranya lebih banyak, tapi tidak lolos, sedangkan Apif lolos), tapi ya mungkin itu dia namanya berkah. Masuk NU itu ibadah, PKB-nya berkah” ujarnya disusul senyum lebar.
Adapun pengalamannya sebelum terjun di dunia politik sendiri, cukup panjang. Selain sejak kecil sering ikut ke balai desa, karena neneknya sempat jadi kepala desa, dirinya cukup aktif di organisasi saat kuliah. Kala itu, dirinya terlibat aktif di PMII. Apif mengaku, di Jakarta lebih aktif lagi di organisasi kedaerahan, IPPMK Jadetabek.
“Basis saya di social, pengabdian. Dulu kita banyak kumpul, bagaimana memandang Kuningan dari Jakarta, apa saja potensinya misal, apa saja yang belum,” sebutnya menceritakan, bahwa keinginan mengabdi sudah ada sejak dulu.
Namun setelah lulus pada tahun 2015, kesempatan itu awalnya belum datang. Apif juga malah aktif berbisnis setelah menamatkan kuliahnya. Apif berdagang cincin perak. Keluarganya, memang banyak bergerak di pengrajin perak. Dan saat itu, sedang musim batu ali yang membuat penjualan cincin pun meningkat.
Meski diakuinya ada saja semacam anekdot yang mendiskreditkan sarjana kok dagang, kalo dagang tak perlu sarjana, tak menyurutkan semangatnya. Malahan, dirasanya sebagai anak muda harus lebih kreatif dan inovatif apapun profesinya.
Saat berdagang itulah, Apif sempat ditanya teman, apakah ijazahnya sudah ‘dipakai’ atau belum. Dan akhirnya ditawari dan diterima bekerja di Kemntrian Desa (Kemendes). Apif ditempatkan sebagai staff di salah satu subditnya. Apif mengaku, disanalah dirinya mulai lekat dengan UU otonomi daerah, serta ada gairah terlibat dalam pembangunan desa.
Dirinya ingin, Desa bisa mandiri. Apalagi desa memiliki dua kewenangan penting, kewenangan local dan kewenangan asal-usul. Saat itulah, pilihannya terlibat secara volunteer atau secara politis. Di usianya 29 tahun itulah, akhirnya memilih politik praktis dan maju sebagai caleg dari PKB.
“Kalo sekarang, sedang konsen di pertanian. Misalnya kenapa gairah bertani menurun,” ujarnya sembari memaparkan adanya gengsi yang membuat profesi bertani menurun, meski bisa juga karena hasil tani local, gampang tergeser dan merugi karena adanya import.
Apif menerangkan, sebenarnya ada ruang untuk petani menjadi sejahtera karena hasil taninya bisa dijual dengan harga layak. Karenanya, Apif yang juga digadang-gadang akan jadi wasekjen KNPI bidang pertanian itu, tengah menggarap padi organic.
“dan kita sebagai millennial, dituntut merasakan/menemukan peluang, pertanian itu menjanjikan,” jelasnya.
Saat ditanya soal pertanian, dan bagian mana pemerintah harus terlibat. Apif menjelaskan setidaknya ada tiga sector yang bisa diintervensi pemerintah. Bisa melalui permodalan yang cepat dan mudah, akses ijin yang mudah dan cepat, serta akses pasar yang jelas. Ketiganya, disebut bisa menjadi factor yang menunjang kemajuan pertanian di Kuningan khususnya.
Di akhir, Apif sebagai kader PKB juga disinggung soal akankah kedepan PKB mengusung Bupati/wakil Bupati. PKB dibawah kepemimpinan H Ujang Kosasih di Kuningan, disebutnya sudah besar dan sudah seharusnya diperhitungkan di kursi 1 atau kursi 2 Kuningan. Dan untuk tingkat Nasional, Gus Ami (Muhaimin Iskandar), gaungnya sudah cukup lama untuk bertarung di pilppres 2024 nanti. (eki/deden)