KUNINGAN (MASS) – Mualaf di Kabupaten Kuningan menghadapi berbagai tantangan dalam perjalanan spiritual mereka, mulai dari adaptasi sosial hingga persoalan ekonomi. Sebelumnya, telah dibahas bagaimana Mualaf Center Indonesia Peduli (MCIP) Kuningan membantu mereka agar bisa mandiri secara finansial. Namun, ada satu tantangan lain yang tak kalah besar di era modern ini yaitu bagaimana media sosial memengaruhi kehidupan para mualaf?
Di satu sisi, platform digital memberikan ruang bagi para mualaf untuk berbagi kisah inspiratif dan mendapatkan dukungan. Namun, di sisi lain, eksposur di dunia maya juga berpotensi menimbulkan perundungan, kritik, bahkan ancaman. Dalam dunia yang semakin terkoneksi, bagaimana MCIP Kuningan membantu para mualaf menghadapi fenomena ini?
Ketua MCIP Kuningan, Dr. Insan Nulyaman, menegaskan bahwa media sosial bisa menjadi alat yang bermanfaat sekaligus berbahaya bagi para mualaf.
“Di satu sisi, kisah para mualaf yang dibagikan di media sosial bisa menjadi inspirasi bagi orang lain dan membuka jalan bagi dukungan yang lebih luas. Namun, di sisi lain, ada juga yang menghadapi kritik tajam atau bahkan ancaman karena keputusan mereka berpindah keyakinan,” ujarnya dalam podcast bersama Kuningan Mass, Rabu (12/3/2025).
Fenomena itu bukan hanya terjadi di Kuningan, tetapi juga secara nasional, demikian lanjut Insan. Beberapa mualaf yang mempublikasikan perjalanan spiritual mereka di media sosial sering kali menjadi sasaran komentar negatif, baik dari lingkungan sebelumnya maupun dari pihak-pihak yang tidak memahami keputusan mereka.
Menyikapi hal ini, MCIP Kuningan memberikan arahan kepada para mualaf agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Salah satu prinsip utama yang ditekankan adalah menjaga privasi dan menghindari narasi yang bisa memicu konflik.
“Kami selalu mengingatkan para mualaf untuk tidak menjelek-jelekkan keyakinan sebelumnya. Islam mengajarkan toleransi dan kedamaian. Kami ingin mereka berbagi pengalaman dengan cara yang positif, bukan dengan menyulut perdebatan,” lanjutnya.
Selain itu, MCIP juga menyarankan agar para mualaf tidak terlalu mengekspos identitas mereka secara berlebihan di media sosial. Hal ini untuk menghindari potensi perundungan atau tekanan dari pihak-pihak tertentu.
Meski media sosial memiliki dampak negatif, MCIP Kuningan juga melihat peluang besar dalam dunia digital. Salah satunya yaitu dengan membangun komunitas daring yang bisa menjadi tempat berbagi dan mendapatkan dukungan moral.
“Kami memiliki grup diskusi dan bimbingan daring yang bisa diakses oleh para mualaf kapan saja. Ini membantu mereka untuk tetap merasa memiliki komunitas, terutama bagi mereka yang mungkin mengalami kesulitan dalam lingkungan nyata,” jelas Insan.
Bahkan, MCIP juga mendorong penggunaan media sosial untuk tujuan edukatif. Beberapa mualaf yang memiliki pengalaman unik dalam perjalanan spiritualnya diarahkan untuk berbagi kisah dengan cara yang positif, sehingga bisa menjadi inspirasi bagi orang lain yang sedang mencari keyakinan.
“InsyaAllah, Ke depan, MCIP Kuningan berencana untuk memperkuat edukasi digital bagi para mualaf agar mereka bisa lebih memahami risiko dan manfaat media sosial. Dengan pendekatan yang tepat, media sosial bisa menjadi sarana yang memperkuat keyakinan mereka, bukan justru menjadi sumber tekanan,” pungkasnya. (argi)
Tonton selengkapnya di sini :